Mohon tunggu...
Muh Jamil
Muh Jamil Mohon Tunggu... -

Suka Bertualang. Berorganisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korupsi Bukan Hanya Perilaku Pejabat

25 November 2015   20:00 Diperbarui: 25 November 2015   20:30 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Media di tanah air belakangan ini sering menyajikan kepada kita berita-berita atau cuplikan tentang skandal korupsi beberapa pejabat pemerintah. Kalangan legislatif, yudikatif, eksekutif yang semuanya kita sebut dengan istilah pejabat, beberapa oknum dari mereka terlibat kasus korupsi tersebut.

Sekarang ini, banyak forum diskusi yang digelar untuk mencari solusi mengenai fenomena tersebut, atau bahkan di layar kaca sering kita melihat beberapa anggota DPR kita bersilat lidah dan beradu argumen membahas tentang kasus KKN yang menimpa pejabat. Perbincangan di warung kopi juga tidak jarang membahas masalah korupsi ini. Kaum intelektual seperti mahasiswa juga banyak melakukan aksi demonstrasi untuk mengecam praktik korupsi dilingkungan pemerintah.

Namun, ada hal yang harus kita pahami dan sadari secara bersama-sama. Bahwa fenomena korupsi tidak hanya terjadi di lingkungan pejabat pemerintah atau pemegang kekuasaan. Korupsi juga terjadi dilingkungan terdekat kita. Jadi ibaratnya korupsi ini telah menjadi sebuah kebiasaan atau telah menjadi budaya ditengah-tengah masayarakat saat ini. Mungkin porsi dan level korupsinya saja yang berbeda. Rakyat biasa juga sering korupsi, Orang tidak memiliki jabatan juga sering korupsi, pegawai rendahan juga ada yang terlibat korupsi bahkan mahasiswa yang dikenal paling vokal melawan korupsi, juga terlibat praktik korupsi dilingkungan kampusnya, dan kalangan akademisi juga banyak terlibat kasus korupsi. Kalau ada yang bertanya korupsi seperti apa, maka jawabannya adalah korupsi dengan “Ketidak Jujuran”. Bahkan mungkin saja, orang yang menulis opini ini juga sering melakukan korupsi. Mari bertanya pada diri masing-masing.

Lantas, buat apa kita mencari solusi untuk menghentikan korupsi pejabat, jika kita sendiri melakukan praktik kotor tersebut. Sampai berbusa-busa mulut ini berbicara tentang pencegahan korupsi, namun jika kita tidak memulai dari diri sendiri maka fenomena korupsi tidak akan pernah terhapus.

Tidak usah terlalu jauh urusi pejabat, apakah kita sebagai anggota masyarakat biasa tidak pernah korupsi? Ataukah apakah kita mampu berlaku jujur terhadap godaan materi yang ada di depan mata? Dunia saat ini butuh sebuah keteladanan, bukan orang yang hanya pandai beretorika. Jika banyak mahasiswa yang idealis sewaktu duduk di bangku kuliah, apakah jiwa idealis itu mampu dipertahankan pada saat menjabat di sebuah perusahaan atau instansi pemerintahan? Bukankah mereka yang terlibat kasus korupsi saat ini juga pernah turun ke jalan menentang korupsi? Hingga yang muncul bukan lagi generasi masa depan bangsa yang diharapkan, tapi generasi pelanjut korupsi pendahulunya!

Selama pikiran dan jiwa kita digeluti oleh keinginan hidup mewah dan terobsesi pada gaya hidup yang ingin serba ekslusif maka jangan pernah bermimpi untuk menghentikan korupsi di Negara ini. Betul apa yang pernah dikatakan oleh ketua KPK (Abraham Samad) bahwa “untuk mencegah korupsi maka kita harus membiasakan diri untuk hidup sederhana”. Karena gaya hidup mewah merupakan salah satu biang keladi terjadinya praktik korupsi dilingkungan kita.


Kesuksesan yang diukur dengan gelimangan harta dan jabatan merupakan paradigma berpikir manusia saat ini. Sehingga orang-orang tidak terkontrol dan melakukan berbagai tindakan kecurangan atau menghalalkan segala cara untuk mencapai hasratnya. Bagaimana mungkin korupsi bisa dihapuskan jika sejak dini generasi penerus bangsa sudah terbiasa melakukan praktik korupsi? Di kampus, di tempat kerja atau mungkin di kehidupan rumah tangga sekalipun sering dilakukan praktik korupsi. 

Dengan kata lain, korupsi terjadi karena dorongan masyarakat itu sendiri.

Sesuatu yang salah seolah disepakati benar

Itu adalah potret kehidupan manusia masa kini. Sering kita jumpai hal-hal yang salah di sekitar kita, namun karena hal itu sudah dianggap biasa maka kita lantas cuek saja dan tidak peduli. Dengan alasan, selama hal itu tidak mengusik dan mengganggu kehidupan pribadi kita, maka biarkan saja.

Beginilah dunia ini diwarnai dengan ketidakjujuran. Seiring dengan itu sifat individualisme manusia juga semakin meningkat. Sehingga kepedulian kita terhadap praktik ketidakjujuran jarang lagi kita temukan. Kalau pun ada yang peduli, tidak tuntas sampai akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun