Mohon tunggu...
James Kavanagh
James Kavanagh Mohon Tunggu... Lainnya - Tanpa Jabatan

Bule Inggris yang tertarik sama semua hal Indonesia, terutama bahasanya, sejarahnya, makanannya dll..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dampak Menonton Televisi Kepada Anak

3 Maret 2019   17:54 Diperbarui: 3 Maret 2019   18:13 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berdasarkan laporan oleh American Psychological Association, saat anak tamat sekolah dasar di Amerika Serikat, mereka sudah pernah melihat 8.000 pembunuhan dan 100.000 aksi kekerasan. Sering dihadapkan oleh adegan bersifat keras akan menormalisasi kekerasan dan mengakibatkan ketidakpekaan dalam kalangan anak kepada kekerasan.

Walaupun laporan itu berdasarkan anak Amerika Serikat, apa televisi Indonesia bisa dikatakan lebih bermutu? Dari survei singkat, siapa saja bisa melihat banyak aksi keras dan lain-lain di televisi Indonesia, dan pertanyaan yang sama bisa ditanya, yaitu, apa dampak ini kepada anak Indonesia?

Anak yang sering menonton televisi akan juga dihadapi dengan banyak iklan televisi yang mempengaruhi keinginan anak. Iklan yang disiarkan membanjiri layar televisi dengan makanan kurang gizi dan barang bermerek sekaligus mengatur fesyen dan kecantikan.

Iklannya menjamin kebahagiaan dan kepuasan jika produknya dibeli dan dipakai oleh penonton dan membuat penonton rasa kurang cantik atau kurang keren karena tidak memiliki produknya. Iklan di televisi bisa membuat anak kurang percaya diri dan mengkonsumsi makanan kurang sehat yang bisa memicu obesitas.

Menonton televisi adalah aksi yang pasif dan tidak butuh banyak pemikiran. Komunikasinya mengalir ke satu arah saja dan tidak mengajak interaksi dari penonton. Jika dibandingkan dengan medium komunikasi lain seperti radio, kita bisa melihat lebih lanjut kekurangan interaksi televisi. Dalam medium radio, penonton sering diajak menelpon, mengasih pendapat dan berinteraksi langsung.

Tapi televisi tidak mengajak penonton untuk interaksi sama sekali dan penontonnya duduk saja dan terima apa saja yang disiarkan. Komunikasi, saling berpendapat, bertanya dan jawab adalah kunci utama dalam pertumbuhan intelekual anak. Tanpa komunikasi ini, anaknya akan mengalami kerusakan kemampuan kognitif yang nanti akan memengaruhi prestasi mereka di sekolah.

Dalam karangan "what reading does for the mind" oleh Anna E. Cunningham Keith E. Stanovich, mereka menemukan bahwa dalam media tercetak seperti buku anak, majalah, koran dan lain-lain, semuanya punya kosakata yang lebih kaya dibandingkan medium televisi. Orang yang sering membaca buku akan dihadapi dengan banyak kosakata yang lebih langka serta kompleks, dan ini akan memicu pembangkitan kosakata pembacanya. Ini maksud jika anak sering menonton televisi, mereka akan hilang kesempatan untuk memperluas kosakatanya dan ini bisa menjadi halangan nanti dalam pendidikannya.

Artikel ini tidak bermaksud mendesak orangtua untuk melarang anaknya menonton televisi, tapi untuk mengajak orangtuanya untuk menjadi lebih sadar kepada dampak negatif menonton televisi terlalu banyak untuk anak. Jika kita ingin mendorong kemajuan anak dalam dunia pendidikan dan ingin mengamankan anak dari dampak buruk seperti aksi keras, kita harus lebih waspada apa yang anak menonton dan berapa lama mereka menonton televisi. Sebagai gantinya, kita bisa menghibur anak lewat medium lain seperti radio dan buku, atau bisa mengajak anak untuk main boardgame, berolahraga, belajar main musik dan banyak hal lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun