Mohon tunggu...
Jamaluddin Mohammad
Jamaluddin Mohammad Mohon Tunggu...

Bekerja di Komunitas Seniman Santri (KSS) - Tak pernah berhenti belajar: belajar melihat, belajar mendengar, belajar merasakan, dan belajar menunda penilaian.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Kegagalan" Film Jenderal Soedirman

30 Agustus 2015   22:14 Diperbarui: 30 Agustus 2015   22:23 2565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setelah sukses mengangkat film biografi para founding father Bangsa Indonesia seperti Sukarno, Hadratu al-Syaikh Hasyim Asyari, Cokroaminoto, baru-baru ini dirilis sebuah film sejarah mengangkat Biografi Pejuang dan Pahlawan Nasional Jenderal Besar Sudirman.

Sudirman adalah tokoh kunci kemerdekaan Republik Indonesia. Tanpa perlawanan Sudirman, Bangsa Indonesia takkan pernah merdeka seratus persen! Ketika para elit bangsa ini sibuk berunding mengkapling-kapling tanah Indonesia, Sudirman bersama pasukannya menyelinap ke hutan-hutan, menyusun strategi peperangan, mengkonsolidasikan perlawanan, melancarkan perang gerilya, perang semesta.

Dalam keadaan sakit berat (hidup dengan satu paru-paru karena tuberkulosis), Sudirman memilih angkat senjata. Pada saat Sukarno-Hatta, pemimpin negeri ini, menyerah, menempuh jalur diplomasi, menggadaikan Negara Indonesia di meja perundingan, Sudirman bangkit berjuang.

Sudirman hidup menyatu bersama-sama rakyat, sementara elit-elit bangsa ini tidur nyenyak membawa kepentingannya sendiri-sendiri. Sukarno-Hatta dibuang ke Bangka, ditawan dalam rumah mewah, diberi makan dan minum, Sudirman dan pasukannya kelaparan di buru pasukan Belanda di hutan-hutan.

Sudirman membawa kepentingan dan cita-cita rakyat untuk merdeka seratus persen. Karena itu, meskipun elit nasional terus melakukan perundingan, negosiasi dan diplomasi, Sudirman dan pasukannya tetap mengangkat senjata, melakukan perlawanan dan sama sekali tak memedulikan kesepakatan perundingan.

Jika Amerika Latin punya Che Guevara, Tiongkok Mao Zedong, Indonesia Sudirman. Pemuda-pemuda revolusioner inilah yang mampu mengubah jalannya sejarah. Tanpa kehadiran mereka, dunia masih diselimuti kegelapan (dark age).

Sayang sekali, ketika diangkat dalam sebuah film, banyak sekali reduksi dan seolah malah mengerdilkan tokoh besar kebanggaan bangsa Indonesia ini.

Jika film Jendral Soedirman dimaksudkan untuk mengangkat kiprah dan peran Sudirman dalam Perang Gerilya 1948, film yang disutradarai Viva Westi ini tidak cukup berhasil, bahkan gagal! Saya menontonnya biasa-biasa saja. Tak ada yang tertinggal di kepala. Film yang diproduseri Handi Ifat dan Sekar Ayu Asmara ini tak banyak mengeksplorasi strategi perang gerilya yang dilakukan Sudirman. Padahal, menurut saya, di sinilah angle yang menarik dari kecerdasan, keberanian, dan keputusan penting disaat genting yang diambil sosok Sudirman; sebuah strategi gerilya yang diakui dunia. Berkat perang ini dunia internasional masih mengakui eksistensi Negara Indonesia. Perang inilah yang membuka jalan kemerdekaan Indonesia.

Yang (di)tampil(kan) dalam film ini seolah-olah Jenderal Sudirman dan pasukannya (TNI) tidak sedang bergerilya, melainkan kabur, lari, dan menghindar dari kejaran tentara Belanda. Gerilya bukan permainan petak umpat atau kucing-kucingan. Gerilya adalah salah satu taktik, siasat, dan strategi perang dengan cara menyisir, mengepung, mengecoh, dan mengelabui musuh untuk menciptakan "perang kecil" dimana-mana: menyerang tiba-tiba, menghilang seketika. Dengan demikian, musuh akan merasa terancam dari segala penjuru.

Jenderal Sudirman menyebut taktik gerilyanya untuk menciptakan "perang semesta". Artinya, perlawanan itu tak hanya muncul dan berasal dari satu titik pusat, tetapi menciptakan banyak titik perlawanan, pertempuran, dan peperangan. Gerilya adalah taktik penyerbuan "desa mengepung kota". Perjalanan Sudirman dan pasukannya sepanjang 693 km selama 7 bulan bukanlah "pelarian". Sebagai seorang Jenderal Sudirman sedang menjahit kekuatan-kekuatan Tentara Republik Indonesia yang terpisah-pisah dalam kelompok-kelompok kecil dan merencanakan peperangan besar. Serangan umum 1 Maret adalah salah satu hasilnya.

Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia disebut, secara bahasa, gerilya adalah perang kecil. Dalam "Pokok-Pokok Gerilya" Jenderal Nasution, salah satu pelaku perang gerilya, menulis bahwa taktik gerilya digunakan tentara untuk mengelabui, menipu, bahkan melakukan serangan kilat. Menurutnya, taktik gerilya sangat cocok digunakan untuk menyerang musuh dalam jumlah besar yang sudah kehilangan arah dan tak menguasai medan. Gerilya juga digunakan untuk mengepung musuh secara tak terlihat (invisible).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun