Mohon tunggu...
Jalma Giring Sukmawati
Jalma Giring Sukmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Author

Penulis independen yang bermimpi tinggi menjadi penerus J.K. Rowling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Noktah Merah

28 Januari 2022   17:05 Diperbarui: 28 Januari 2022   17:07 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam dinding tepat menunjukkan pukul 10 WITA saat suara bel istirahat di SMP Desa Bantaeng terdengar. Sekolah ini terletak di salah satu pedalaman Pulau Sulawesi. Dika yang kala itu bertugas mengajar siswa kelas tujuh terlihat sedang merapikan meja kerjanya. Sudah enam minggu ia berada di sana. Sebagai mahasiswa jurusan Antropologi dari salah satu universitas di Yogyakarta, ia sengaja bergabung dengan kelompok KKN (Kuliah Kerja Nyata) tujuan luar Pulau Jawa untuk mewujudkan salah satu impiannya mengabdikan diri di kawasan pedalaman.


Ketika ia hendak keluar kelas, sudut matanya menangkap sesosok murid perempuan yang tetap duduk di bangkunya. Dika berusaha mengingat namanya. Nabila, gadis manis berkulit sawo matang. Rambut ikalnya diikat ke atas sehingga menampakkan garis rahangnya yang mengeras ketika mengetahui Dika melangkah mendekat ke arahnya. 


"Nabila, kenapa Nabila tidak ikut main di luar kelas? Apa Nabila sakit?" tanya Dika sedikit khawatir. Terlihat Nabila beringsut tidak nyaman di atas daun pisang yang menjadi alas duduknya. Aneh, pikir Dika, daun pisang itu nampak janggal dan Nabila tengah berusaha menutupi roknya.


Merasa diamati, Nabila menjawab, "Tidak apa-apa kok, Kak. Nabila hanya sedang tidak bisa berdiri," jawabnya was-was.


"Kenapa? Kaki Nabila sakit?"


"Tidak, Kak," jawabnya lirih.


"Nabila, kalau memang sakit bilang saja, nanti diobati," Dika kini duduk berlutut sejajar dengan tinggi Nabila.


"Tapi, janji Kakak jangan bilang siapa-siapa, ya?"


"Iya, Kakak janji. Nabila kenapa?"


"Sebenarnya," suaranya terdengar ragu sejenak, "Nabila sedang berdarah, Kak. Ini sudah kedua kalinya. Sebelumnya Nabila bingung karena tiba-tiba rok Nabila penuh darah. Teman-teman juga mengolok-olok Nabila. Saat Nabila bercerita ke Mama, Mama bilang Nabila sedang haid. Lalu Mama memberikan beberapa lembar kain untuk menyerap darahnya, tapi kadang masih tembus kalau hanya dengan kain saja. Jadi, agar menyerap lebih banyak, Nabila pakai kaos kaki bekas."


Jawaban yang sungguh di luar dugaan Dika. Kaos kaki bekas. Benda yang seharusnya dikenakan di kaki itu justru digunakan di area kewanitaan sebagai pengganti pembalut haid. Dika tidak bisa membayangkan betapa tidak nyamannya kondisi Nabila saat ini. Dika mencoba menahan harunya. Kali ini tidak banyak yang dapat ia perbuat untuk membantu Nabila. Rasa bersalahnya semakin besar ketika ia menyadari kemungkinan banyak para perempuan di Desa itu tidak cukup mampu, bahkan hanya untuk sekadar membeli pembalut setiap bulannya saja mereka kesampingkan. Ketimpangan ekonomi di daerah ini jelas sudah menggeser kebutuhan primer hingga menjadi kebutuhan tersier.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun