Bola itu bundar. Hampir sama dengan garis nasib, berputar kadang di atas kadang di bawah. Saat di atas jangan jumawa dan saat di bawah harus juga bisa legawa. Itulah sportivitas yang diajarkan sepak bola.
Seperti nasib tim-tim papan atas Piala Dunia 2022. Awalnya diunggulkan untuk menjadi juara. Tapi harus berkemas dan angkat koper pulang lebih dulu.
Lihat saja pertandingan Ghana vs Uruguay. Betapa keras dan ngotot perjuangan Uruguay untuk menang. Dan hasilnya mendapatkan kemenangan 2-0 untuk Uruguay.
Tapi apa yang terjadi? Kemenangan itu tidak otomatis menjadikannya Juara. Tetap saja, membuat Giorgian de Arrascaeta dan kawan-kawan pulang lebih awal.
Tidak kalah dramatis nasib Timnas Jerman. Meski dianggap kontroversial tapi perjuangannya mengalahkan Kosta Rika patut diacungi jempol. Skor akhir 4-2 tidak bisa membuat tim ini meneruskan laganya. Kalah selisih gol meski Spanyol mengalami kekalahan di laga terakhir melawan Jepang.
Timnas Belgia juga mengalami nasib sama dengan Jerman. Padahal di Piala Dunia 2018 mampu mencapai 3 besar. Nasib tragis ini disebabkan hasil dari tiga laga pertandingan hanya mampu mencetak 1 gol.
Kosta Rika yang telah dikalahkan Jerman juga harus menelan pil pahit kekalahan. Padahal sampai menit-70 mereka masih unggul atas Jerman. Hasil akhir Kosta Rika hanya mampu di posisi juru kunci grup E dan harus rela angkat koper lebih dulu.
Dari bola kita bisa belajar tentang kehidupan. Bagaimana bersikap saat posisi kita berada di atas (juara) atau saat kita berada pada posisi bawah, bawah kehidupan. Posisi atas tidak jumawa dan posisi bawah harus juga mampu legawa. Dengan begitu, terciptalah harmoni dari bola kehidupan.