Mohon tunggu...
jagat
jagat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Perguruan Tinggi Kedianasan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kemunculan Pajak Transaksi Elektronik (PTE) sebagai Solusi Permasalahan BUT di Indonesia

9 Agustus 2020   22:33 Diperbarui: 9 Agustus 2020   22:52 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah memberikan pengaruh dalam berbagai bidang di seluruh dunia. Dampak dari COVID-19 tidak hanya dalam bidang Kesehatan, tetapi juga bidang sosial, budaya dan perekonomian. Adanya Covid-19 membuat seluruh negara melakukan upaya untuk mencegah penyebaran virus ini dengan berbagai kebijakannya, sehingga pergerakan manusia untuk melakukan aktifitas atau kegiatan menjadi terbatas. Pembatasan ini memberikan efek yang drastis pada berbagai sektor, salah satunya  sektor perekonomian dunia yang melemah dan banyak negara yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, bahkan ada yang menuju resesi, tak terkecuali Indonesia.

            Kemunculan virus ini yang membatasi ruang gerak manusia. Selain memberikan dampak yang signifikan hampir dalam semua bidang, pada kenyataannya menjadikan penggunaan teknologi menjadi alternatif baru dalam melakukan suatu aktifitas maupun kegiatan lainnya, salah satu hal yang berkembang sangat pesat dalam penggunaan teknologi adalah transaksi elektronik atau perdagangan elektronik. Merujuk data historis laman resmi Bank Indonesia, transaksi elektronik selama 5 tahun terakhir meningkat dari tahun ke tahun. Apalagi selama masa pandemi ini, maka tidak menutup kemungkinan bahwa terjadi lonjakan transaksi elektronik di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Adanya suatu ekosistem yang sangat potensial, yakni dengan penggunaan teknologi khususnya perdagangan atau transaksi secara elektronik dalam masa pandemik ini, yang mana perekonomian negara menurun bahkan pada tingkat global juga menurun, merupakan sesuatu yang luar biasa bagaikan oase di gurun pasir.

Kondisi melemahnya perekonomian suatu negara dan meningkatnya transaksi elektronik selama masa pandemi ini menjadi katalisator berbagai negara melakukan tindakan untuk menyelamatkan perekonomian dan mengamankan penerimaan negaranya. Sebelum adanya pandemi COVID-19, berbagai negara dan lembaga internasional sebenarnya sedang mengkaji dan merumuskan kebijakan yang terbaik perihal perdagangan secara elektronik, khususnya dalam hal perpajakan yang merupakan sumber penerimaan suatu negara. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencegah pemajakan berganda maupun penghindaran pajak. Kebijakan ini sangatlah penting, karena pada saat ini sangat banyak entitas ataupun model bisnis tingkat multinasional yang melakukan perdagangan secara elektronik, yang mana dengan peraturan perpajakan yang ada saat ini memberi secara legal suatu kebebasan kepada entitas atau model bisnis tersebut untuk tidak dipajaki di negara tempat sumber penghasilan mereka berasal. Aturan tersebut berisi mengenai ketentuan harus terbentuknya suatu "bentuk usaha tetap (BUT)" di negara tempat penghasilan tersebut berasal agar negara sumber penghasilan dapat melakukan pemajakan terhadap entitas multinasional.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) merupakan salah satu lembaga internasional yang membidangi perekonomian global, khususnya dalam bidang perpajakan yang sedang mengkaji dan merumuskan kebijakan mengenai pajak digital yang sampai saat ini belum memberikan model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda atau P3B (Tax treaty) yang terbaik untuk dianut oleh para anggotanya. Hal tersebut menjadikan negara-negara anggotanya bergerak secara mandiri untuk membuat aturan tersendiri agar dapat memajaki entitas tersebut. Bentuk pembuatan aturan secara mandiri ini dapat kita katakan sebagai tindakan secara Unilateral dari suatu negara untuk memperkuat basis pemajaknnya.

Pemerintah Indonesia dalam menangani Pandemi COVID-19 telah membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Perpu No 1 Tahun 2020) yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang (UU Nomr 2 Tahun 2020). Hal ini dilakukan karena dampak dari Pandemi COVID-19 salah satunya telah memberikan pengaruh besar terhadap ekonomi nasional dan penurunan penerimaan negara.

Pengesahan peraturan tersebut memberikan implikasi, salah satunya dalam bidang Perpajakan yang tercakup dalam Pasal 4 ayat 1 Perpu No 1 Tahun 2020, yaitu:

  • Penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT);
  • Perlakuan Perpajakan dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE);
  • Perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
  • Pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk dalam rangka penanganan kondisi darurat serta pemulihan dan penguatan ekonomi nasional.

Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) merupakan perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Hal ini membuat seluruh perdagangan yang dilakukan secara elektronik perlakuan perpajakannya akan dilaksanakan sebagai berikut (Pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2020).

  • Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE); dan
  • Dikenakan Pajak Penghasilan atau PTE atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemudian dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri, dan atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri, yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Dan Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

            Pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan terhadap Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap (BUT) sehingga dapat dikenakan Pajak Penghasilan.

            Pengenaan Pajak Transaksi Elektronik (PTE) dilakukan terhadap Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan tetapi tidak dapat ditetapkan sebagai bentuk usaha tetap (BUT). Tidak dapatnya dilakukan penetapan sebagai bentuk usaha tetap karena penerapan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak (adanya tax treaty). Kemudian, apa yang melatarbelakangi munculnya PTE?

Pada kenyataanya, hingga saat ini pelaku usaha PMSE luar negeri tidak dikenai Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima dari Indonesia, apabila tidak ada kehadiran fisik di Indonesia yang dapat mengakibatkan timbulnya BUT. Kemunculan PTE merupakan suatu cara tersendiri bagi Indonesia untuk mendapatkan hak pemajakannya terhadap perusahaan atau entitas multinasional yang melakukan transaksi elektronik kepada pembeli barang/penerima jasa yang berada di Indonesia. Karena, selama ini tidak dikenakan pajak di negara Indonesia dengan dalih tidak adanya "permanent establishment" (bentuk usaha tetap) di negara Indonesia, sedangkan adanya bentuk usaha tetap di Negara Sumber Penghasilan (Negara Indonesia) merupakan syarat yang harus terpenuhi apabila Negara Sumber Penghasilan akan memajaki perusahaan/entitas tersebut sesuai dengan klausul dari tax treaty (OECD Model maupun UN Model). Seperti yang telah disinggung sebelumnya, syarat adanya BUT di negara sumber penghasilan merupakan syarat mutlak agar Negara Sumber Penghasilan dapat memajaki entitas multinasional. Namun, definisi dari BUT sendiri dalam aturannya belum mengikuti model bisnis saat ini, yakni model bisnis secara elektronik. Terbentuknya suatu BUT di Negara Sumber menurut Tax Treaty (OECD Model maupun UN Model) harus memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:

  • Adanya tempat usaha (place of business test)
  • Tempat usaha tersebut didirikan di suatu lokasi tertentu (location test)
  • Subjek pajak harus mempunyai hak untuk memanfaatkan tempat usaha tersebut (right use test)
  • Penggunaan tempat usaha tersebut harus bersifat permaneen atau dalam waktu yang melebihi periode waktu tertentu (permanent test)
  • Kegiatan yang dilakukan melalui tempat usaha tersebut harus merupakan kegiatan usaha sebagaimana pengertian kegiatan usaha yang diatur dalam ketentuan domestik maupun P3B (business activity test), dan
  • Apabila salah satu kondisi diatas tidak terpenuhi, BUT tidak akan terbentuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun