Membangun Peternakan Naturalisasi: Saatnya Indonesia Berdaulat Protein Hewani
Oleh: Dr. drh. Jafrizal, MM/Dokter Hewan
Publik Indonesia tentu sudah akrab dengan istilah naturalisasi, naturalisasi pemain sepak bola. Kita mendatangkan pemain dari luar negeri yang memiliki darah keturunan Indonesia, lalu diberi status kewarganegaraan agar bisa memperkuat tim nasional.
Namun, dalam dunia peternakan, konsep naturalisasi sedikit berbeda. Pada sepak bola, syarat utama naturalisasi adalah darah keturunan. Sedangkan pada peternakan,naturalisasi dilakukan dengan cara mendatangkan bibit asli dari luar negeri, lalu dipersilangkan dengan plasma nutfah lokal untuk melahirkan generasi baru yang adaptif dan produktif.
Konsumsi Rendah, Impor Tinggi
Indonesia punya mimpi besar: menjadi negara maju pada 2045. Namun, ada satu pekerjaan rumah besar yang jarang disorot, yakni kemandirian protein hewani.
Fakta berbicara: konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia hanya 2,5 kg per kapita per tahun (FAO, 2022). Angka ini bukan hanya jauh di bawah rata-rata dunia (9 kg), tetapi juga kalah dari tetangga dekat seperti Vietnam (9,3 kg) dan Malaysia (11,5 kg).
Ironisnya, setiap tahun kita masih mengimpor: 350--500 ribu ton daging beku sapi/kerbau (BPS, 2023), lebih dari 400 ribu ekor sapi bakalan (Kementan, 2022), dan hampir 90% bibit sapi perah dari luar negeri.
Jika tidak ada perubahan, Indonesia akan terus menjadi pasar, bukan pemain.
Belajar dari Negeri Orang