Aku seorang Lelaki yang kerap kali mempermainkan hati seorang perempuan. Namaku Ikhlas Darmawan. Aku lahir dan dibesarkan dipedesaan nelayan.
Aku cukup tampan. Kata semua orang yang melihatku. Baik dari kalangan ibu-ibu atau perempuan yang baru menginjak dewasa. Bahkan ada juga seorang anak Laki-laki yang kagum akan ketampananku ini. Batinku berkata ''ini anugerah, yang akan membuat hidupku lebih indah" hingga semua orang mengagumiku. Satu yang membuatku tercengang seorang Kakek-kakek pun memuji akan ketampananku. Ia bersua demikianÂ
''Nak, kau ini tampan. Tetapi kenapa tidak ada satu Perempuan pun yang mau menjalin hubungan serius denganmu?!''
Deg!
Seketika aliran darahku berhenti sejenak. Degub jantungku serasa tak berdetak sesaat ketika kakek itu berujar demikian. Tersadar akan hal itu, seperti tersambar petir saat makan dengan lalapan kecipir. Bagaimana tidak! Analoginya gini, lagi asik makan dengan hidangan yang segar dan lezat tetiba tersentak petir yang seketika meraibkan kenikmatan saat makan. Begitulah kiranya perasaanku. Padahal jauh di lubuk hatiku berbisik
"Kakek tidak mengenalku. Kakek hanya melihat dari luar sosokku. Andai beliau tahu, sebenarnya aku ini seorang yang selalu memenangkan hati Perempuan manapun yang ingin kukehendaki. Bagiku itu bukan hal yang sulit''
Tapi entah kenapa, saat seorang Kakek itu berkata demikian. Atmaku seolah tersadar, meski dengan kalimat sederhana yang monoton saat Kakek berujar, sekali lagi atmaku benar-benar terpanggil dan tersadar tanpa harus banyaknya makar. Karena mungkin getaran pesan yang disampaikan seorang Kakek sampai pada sukma terdalamku. Tanpa harus banyak mendermakan segala sesuatunya kepadaku. Aku sungguh tersentuh tanpa harus membuatku jatuh. Sebab aku seorang yang cukup arogan jika diberi sebuah wejangan.
Suatu ketika, pada malam hari. Aku mengirim chatting dengan teks demikian
"Entah kenapa? saat makan bubur ini aku mengingatmu''
Aku mengirimnya disertai dengan gambar bubur yang saat itu juga kulahap.
Pertama, aku mengirimnya di WhatsApp, namun tidak terkirim seperti harapku. Meski dengan meruntuhkan kegengsian saat mengirimnya. Bagaimana tidak, sebelumnya aku sudah merangkai huruf di touch hapeku dengan kalimat-kalimat yang menunjukkan bahwa aku rindu. Tetapi cuma finish di kalimat sederhana demikian.
Kedua, aku mengirimnya via messenger, namun tidak cepat ia lihat. Mungkin dia sibuk, gerutuku dalam hati sembari mengernyitkan dahiku.