Mohon tunggu...
Izzatul Jannah
Izzatul Jannah Mohon Tunggu... Seorang pembelajar yang fokus pada bahasa asing, dan kepenulisan.

Saya Izza, seseorang yang memiliki hobi belajar bahasa asing, membaca dan menulis topik self-improvement dan journaling. Serta, aktif mengasah kemampuan menulis melalui lomba atau sayembara kepenulisan di berbagai macam topik dan platform.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wajah Baru Perekonomian di Nusa Tenggara: Sorghum dengan Sejuta Nilai

6 Oktober 2025   19:06 Diperbarui: 6 Oktober 2025   19:06 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman Sorghum (Sumber: rri.oc.id)

Dari Tanaman Menjadi Harapan

Hamparan sorgum di Lombok tampak seperti lautan hijau keemasan yang berkilau diterpa sinar matahari. Sekilas mungkin terlihat biasa, tak lebih dari rumput layaknya jagung atau singkong, tetapi bagi Nur Rahma Yanti tanaman ini adalah kunci masa depan pangan dan perekonomian lokal Nusa Tenggara.

Sorghum sejatinya bukanlah tanaman baru. Sejak lama, ia dikenal sebagai sumber pangan sehat dan sering dijadikan alternatif bagi penderita intoleransi gluten. Sayangnya, keberadaannya masih kalah populer dibandingkan komoditas lain. Padahal, potensi sorghum sangat besar, tidak hanya sebagai pangan, tetapi juga sebagai bahan baku produk ramah lingkungan. Tanaman ini memiliki banyak kelebihan, mulai dari daya tumbuh yang tinggi, rasa yang beragam, hingga kandungan nutrisi yang kaya.

Di banyak daerah, sorghum masih dipandang sebelah mata. Para petani yang menanamnya sering kali menerima pendapatan sangat rendah---sekitar Rp500 ribu per bulan---jauh dari kata sejahtera. Kondisi inilah yang membuat Nur Rahma Yanti tergerak. Dengan tekad kuat, ia berjanji pada dirinya sendiri: "Sorghum harus naik kelas, harus dikenal luas, bahkan harus menembus pasar ekspor."

Kini, setiap butir sorghum yang dipanen para petani tidak lagi berhenti di gudang. Prosesnya tersusun dalam rantai nilai yang rapi dan terukur. Setelah panen, biji sorghum dikeringkan, kemudian masuk tahap milling untuk diolah menjadi tepung atau butiran beras. Dari situ, bahan dasar diformulasikan menjadi berbagai produk, mulai dari camilan ringan seperti roll sorgum dan puff, hingga gula cair dan keripik tempe berbahan sorghum.

Produk-produk ini kemudian melewati tahap pengemasan modern yang higienis dan ramah konsumen, sebelum disalurkan lewat berbagai jalur distribusi. Program Desa Sejahtera Astra (DSA) berperan sebagai jembatan, bersama koperasi lokal dan kanal retail online, sehingga pasar yang dijangkau tidak hanya terbatas pada NTB, tetapi juga kota-kota besar di Indonesia.

Dari sisi kinerja, hasilnya terukur jelas. Setiap bulan, rata-rata output produksi mencapai sekitar 1,5 ton produk olahan dengan harga jual bervariasi antara Rp15.000 hingga Rp45.000 per unit. Dibandingkan harga bahan mentah yang relatif rendah, margin keuntungan bisa menembus 25--30%. Angka ini tidak hanya menambah pendapatan petani, tetapi juga memperkuat fondasi UMKM lokal agar lebih siap menghadapi pasar nasional maupun ekspor.

Perjalanan Seorang Perempuan dan Sorghum

Sebagai seorang yang memprakasai hal baru, langkah Yanti tidak pernah mudah. Membina para petani berarti mengubah pola pikir yang telah lama melekat. Ia merangkul mereka satu per satu, mengajak berdiskusi, memperlihatkan bahwa sorghum bukan hanya bisa dijual dalam bentuk kasaran, tetapi bisa diolah menjadi produk bernilai tambah. Dari tangannya lahir berbagai produk inovatif: keripik tempe berbahan campuran sorghum, roll sorghum, puff, tepung, gula cair, hingga beras sorghum. Bahkan, Yanti dan timnya berhasil mengolah batang sorghum menjadi garpu dan sendok ramah lingkungan---sebuah langkah cerdas di tengah isu global tentang pengurangan plastik sekali pakai.

Yanti dengan berbagai olahan sorghum (Sumber: radarlombok.co.id)
Yanti dengan berbagai olahan sorghum (Sumber: radarlombok.co.id)

Hasilnya nyata di lapangan. Pendapatan petani yang dulu hanya Rp500 ribu per bulan kini meningkat hingga Rp1,5 juta. Bagi para petani, kenaikan ini lebih dari sekadar tambahan uang. Itu menjadi tanda bahwa kerja keras mereka dihargai dan ada harapan baru yang tumbuh. Perubahan itu juga menumbuhkan keyakinan bahwa mereka mampu bersaing. Produk olahan sorgum yang mereka hasilkan mulai menembus pasar luar NTB, bahkan berpeluang menuju mancanegara.

Dukungan Astra dan Lahirnya Yant Sorghum

Langkah besar Yanti tidak berdiri sendiri. Kehadiran Astra melalui program Desa Sejahtera Astra (DSA) menjadi energi tambahan. Dukungan berupa pembinaan, hingga akses distribusi membuat produk-produk olahan sorghum dari Lombok semakin dikenal luas. Bahkan, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian pun memberikan apresiasi, melihat bagaimana program ini berhasil menciptakan lapangan kerja baru di daerah

Astra bersama dengan Yanti Melepaskan Ekspor Produk Sorghum (Sumber: Voi.id)
Astra bersama dengan Yanti Melepaskan Ekspor Produk Sorghum (Sumber: Voi.id)

Yanti kemudian mendirikan CV Yant Sorghum, sebuah wadah resmi untuk mendistribusikan produk-produk olahan sorghum. Dari sini, jaringan produksi semakin berkembang, distribusi semakin meluas, dan harapan semakin nyata. Kini, sorghum dari NTB mulai melirik pasar ekspor, termasuk ke Eropa. Bayangkan, dari sebuah tanaman yang dulu dianggap biasa saja, kini bisa melangkah sejauh itu.

Sorghum: Wajah Baru Perekonomian Nusa Tenggara

Kisah Yanti dan sorghum adalah kisah tentang keberanian melawan arus. Keberanian untuk melihat potensi di balik sesuatu yang sederhana, lalu mengolahnya menjadi bernilai. Lebih dari itu, ini adalah kisah tentang pemberdayaan: bagaimana masyarakat lokal mampu menciptakan peluang, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

 
Bersama Dengan ImajieTV Yanti berbagi cerita perjalanan usahanya Yant Sorghum (Sumber: YouTube Imajietv)
Bersama Dengan ImajieTV Yanti berbagi cerita perjalanan usahanya Yant Sorghum (Sumber: YouTube Imajietv)

Di Lombok, wajah perekonomian kini mulai berubah. Sorghum menjadi simbol bahwa kebanggaan bisa tumbuh dari tanah sendiri. Bahwa produk lokal pun bisa berdaya saing tinggi, tidak hanya di pasar nasional, tetapi juga internasional.

Di tengah perang dunia yang semakin menuntut pangan sehat dan produk ramah lingkungan, sorghum hadir sebagai jawaban. Dan di balik kisah itu, ada Yanti dan para petani Lombok yang membuktikan bahwa mimpi sebesar apa pun bisa tumbuh, asalkan ada tekad, kerja keras, dan dukungan yang tepat.

Sungguh, wajah baru perekonomian di Nusa Tenggara bukanlah sekadar cerita tentang sorghum. Ia adalah cerita tentang manusia, tentang asa, dan tentang masa depan yang lebih hijau, lebih sejahtera, dan lebih berdaya. #APAxKBN2025

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun