Mohon tunggu...
Izzatul ulya
Izzatul ulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi universitas Muhammadiyah malang

Sehat jiwa dan raga :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Netizen: “Nggak Bisa Bahasa Enggres!”

23 Juni 2021   15:55 Diperbarui: 23 Juni 2021   16:15 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kalau lihat komen-komen kayak judul di atas seketika mikir “kenapa nggak belajar aja? Toh bahasa sejatinya adalah hasil dari apa yang kita simpan di otak”. Dulu kita nggak tau apa itu apel, apa itu ibu, dan bahasa Indonesia umum lainnya. Tapi ternyata dalam sehari-hari kita memakai bahasa Indonesia dan kita bisa berbicara dan memahami itu semua dengan mudah. Bahkan kita memodifikasi bahasa itu sendiri. Aku jadi gue dan ibu jadi nyokap. Memang sih, bedanya itu bahasa inggris. Bahasa yang tidak sering kita ucapkan dan beberapa orang tidak mendengarkannya sejak kecil. See! Cuman itu bedanya.

Ya, kalau mau bisa bahasa inggris, kalian harus punya memori atau ingatan dulu dengan kata per katanya. “Tapi kenapa ya ada orang yang udah sering lihat dan dengar orang ngomong bahasa inggris, tetap nggak bisa?”. Eeiittss…. Nggak semudah itu. Dalam menciptakan ingatan yang bisa tersimpan di otak memerlukan proses-proses. Jadi mari kita bahas satu-satu dimulai dari proses paling awal.

Informasi yang kita dapat harus melewati tiga tahapan memori. Yaitu penyimpanan sensori, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang (Wade, Tavris, Garry, 2014). Saat kita mendengar suara dengan bahasa yang berbeda, telinga akan menangkap suara tersebut dan menyimpannya sesaat di penyimpanan sensoris selama satu atau dua detik. Namun tidak semua suara ini bisa masuk ke dalam memori jangka pendek. Jika kita tidak memberikan perhatian atau dinamakan atensi pada suara tersebut, ya suara itu akan hilang begitu saja. Untuk itu kita dapat melakukan atensi selektif, yaitu memusatkan perhatian pada suatu hal tertentu dan mengabaikan yang lain (Wade, Tavris, Garry, 2014).

Seperti saat ngobrol di caffe, kita melakukan atensi selektif sehingga meski suara dari teman kita dan suara dari iringan music tetap kita dengar, namun yang kita proses lebih lanjut adalah suara teman.

Perhatian yang kita berikan pada suara tersebut dapat mengantarkan informasi ke dalam tahap memori jangka pendek yang berlangsung singkat kira-kira 30 detik. Untuk mempertahankan informasi agar bertahan lebih lama, kita butuh usaha seperti pengulangan (retrival). Jadi semisal kita belajar satu kata baru dalam bahasa inggris, setelah kita mendengarnya, kita perlu mengulang-ulang atau mengingat-ingat lagi agar tidak hilang dari memori jangka pendek kita.

Selain itu, kita dapat menggunakan metode bongkahan memori (chunk). Bongkahan memori ini dapat berupa kata, frasa, kalimat, atau bahkan gambaran yang bergantung pada pengalaman sebelumnya (Wade, Tavris, Garry, 2014). Jadi semisal kita membaca bahwa keeper dalam bahasa inggris berarti penjaga gawang, dan kebetulan kita menyukai sepakbola, maka kita melihat gambaran seorang penjaga gawang ketika membaca kata keeper sehingga itu membantu untuk mengingat apa arti kata tersebut.

Kemudian, jika apa yang tersimpan di memori jangka pendek berlanjut di memori jangka panjang, maka hal itu akan tersimpan sangat lama. Dari sini lah kita belajar. Informasi ini akan terbentuk di dalam bagian otak kita yang disebut hipokampus. Yaitu bagian system limbic yang sangat penting terlibat dalam pembelajaran dan ingatan (Carlson, 2002). Hipokampus juga sering kali disebut “pintu gerbang menuju ingatan” (Wade, Tavris, Garry, 2014).

Hipokampus juga menjadi bagian otak yang membantu menarik kembali memori yang tersimpan ini. Seperti contoh saat kita telah mempelajari beberapa kata baru dalam bahasa inggris, kemudian kita membaca kalimat dalam bahasa inggris, kita dapat menarik kembali ingatan kita dan kita tau, oohhh… artinya ini. Begitulah informasi yang tersimpan di memori jangka panjang dapat dipanggil kembali atau istilah lainnya adalah recall. Namun meski hipokampus berperan penting dalam pembentukan dan penarikan kembali ingatan, pada akhrinya korteks serebral lah yang bertanggungjawab di dalam menyimpan memori (Battaglia, et al., 2011).

Terus gimana dong agar kita tetap ingat dengan apa yang kita pelajari? Saat mempelajari sesuatu, bahasa baru misalnya. Kita perlu melakukan latihan-latihan untuk mencegah kita lupa. Kita bisa melatihnya dengan cara lebih sering membaca atau mendengarkan lagu bahasa inggris. Tidak apa jika awalnya tidak tahu artinya, dengan mencari lirik bahasa inggrisnya beserta artinya, kita bisa sedikit demi sedikit memperbanyak vocab. Kemudian kita juga bisa belajar untuk mengucapkannya. It’s ok meski tetap menggunakan aksen Indonesia . Tidak perlu malu. Lebih memalukan jika kita hanya mengeluh padahal kita tau itu bisa dipelajari.

Daftar pustaka :

Carlson. N. R. (2002). Fisiologi Perilaku. Penerbit Erlangga.

Wade. C., Tavris. C., Garry. M. (2014). Psikologi. Penerbit Erlangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun