Mohon tunggu...
Izzan faruqy azzahir
Izzan faruqy azzahir Mohon Tunggu... Jurnalis - Busy

seorang yang hanya merefleksikan bahan-bahan kontemplasi pada kolom kosong.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Upacara Ngalaksa, Sebagai Representasi Masyarakat dalam Mengungkapkan Rasa

29 Agustus 2020   08:29 Diperbarui: 29 Agustus 2020   08:16 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Upacara adat merupakan sala satu aset yang sangat berharga bagi negara kita, Indonesia. Dengan adanya upacara adat, Indonesia dapat dikenali oleh seluruh penduduk dunia lewat pengenalan upacara adat. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia upacara adat diartikan  sebagai tata kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat.

Seluruh wilayah yang ada di Indonesia, pasti memiliki upacara adat yang menjadi ciri khas dari masing-masing daerah. Tak terkecuali untuk masyarakat sunda. Masyarakat sunda, memiliki segudang upacara adat yang sangat unik, seperti; Seren Taun, Mapag Panganten, Lengser dan Ngalaksa.

Dan Ngalaksa adalah salah satu upacara adat sunda yang unik. Upacara ngalaksa adalah upacara adat sunda yang membawa padi ke lumbung (tempat menyimpan padi) sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas melimpahnya hasill panen padi yang dimiliki oleh masyarakat.

Di dalam kamus bahasa sunda, kata ngalaksa berasal dari kata nga dan laksa. Kata nga dalam bahasa sunda meunujukkan proses dari suatu kegiatan. Sedangkan kata laksa dalam bahasa sunda berarti makanan yang terbuat dari tepung beras dan ketika diolah akan mirip dengan lontong yang dibungkus dengan daun congkok. Proses pembuatan laksa ini menjadi tahapan yang sangat penting dalam ritual upacara ngalaksa.

Sebagai generasi penerus, kita wajib melestarikan upacara adat dengan mengenal asal usulnya, mengapa upacara ngalaksa bisa ada sampai saat ini? Pada masa pemerintahan Suryadiwangsa di Sumedang tahun 1620-an, Sumedang mengalami paceklik pangan karena seluruh pangan akan dibawa oleh kerajaan mataram, saat itu dipimpin oleh Dipatiukur untuk persediaan bekal saat perang, dibawalah rempah-rempah yang ada di Sumedang seperti padi, palawija dll.

Di Sumedang, tepatnya di Rancakalong menjadi daerah penghasil padi yang produktif pada saat itu. Dan ketika hal itu diketahui oleh kerajaan mataram, diperintahkanlah masyarakat Rancakalong tadi untuk mengirimkan makakan yang sekarang disebut dengan laksa. Dan laksa ini terus dibuat sampai sekarang tatkala musim panen datang.

Upacara Ngalaksa ini, termasuk pada tradisi yang bersifat sosio-religius. Upacara adat ini, dulunya dilaksanakan 3 atau 4 tahun sekali. Tetapi, pada tahun 1985 selepas para sesepuh melakukan musyawarah dengan Dinas Kebudayan dan Parisiwata Kabupaten Sumedang, mereka sepakat bahwa upacata Ngalaksa dilaksanakan setahun sekali, pada bulan Mei atau Juli. Dan sekarang, upacara ngalaksa sudah menjadi agenda rutin untuk dilakukan, lewat Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 Tahun 2009 tentang Sumednag Puseur Budaya Sunda.

Menurut Prof. Ilham, "Di dalam setiap upacara adat, pasti ada prosesi yang harus dilakukan tahap demi tahap." Dalam upacara ngalaksa, ada empat tahapan yang harus dilakukan. Yang pertama, Badanten atau biasa di kenal dengan musyawarah di dalam upacara ngalaksa. 

Badanten ini dilakukan oleh para ketua rurukan dengan mengundang yang lainnya. Lalu yang kedua, Mera. Mera adalah pembagian tugas dan pembagian bahan atau bibit padi, setelah semua sumbangan dari masyarakat terkumpul. Tahapan Mera dimulai dari pembukaan, ngajiad menyan dan ijab Kabul, membagi bahan dan nginebkeun. Lalu yang ketiga yaitu meuseul. Meuseul adalah memijat, dalam arti memijat disini ubtuk menghormati Nyai Pohaci atau Dewi Sri sebagai pengganti dari kata menumbuk yang terkesan kurang layak. Lalu yang terkahir, ngalaksa.

Dalam prosesinya, ada beberapa orang yang terlibat dalam upacara ngalaksa. Yang pertama itu ketua rurukan atau bisa disebut juga ketua kampung. Lalu yang kedua saehu, yaitu seseorang yang memimpin kegiatan dan dapat menjalin komunikasi dengan baik. Lalu yang ketiga, yaitu Juru Ijab yang berperan sebagai mediator untuk menyampiakan mantra-mantra untuk para leluhur. 

Lalu yang keempat candoli, yaitu orang yang mengerjakan segala hal di sesaji atau dapur. Lalu yang kelima, juru tulis yaitu orang yang mencatat dan menerima sumbangan dari masyarakat. Lalu yang keenam , saksi yaitu orang yang paling tua yang biasanya meluruskan atau membenarkan ketika ada yang salah dalam pelaksanaan prosesi. Lalu yang ketujuh, nu ngiringan yaitu masyarakat yang sukarela membantu hal-hal yang berkaitan dengan prosesi upacara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun