Mohon tunggu...
Iyan Jibroil
Iyan Jibroil Mohon Tunggu... karyawan swasta -

jika hidup ini tak selaras dengan mimpi, maka janganlah berhenti, teruslah berlari karena hidup tak mengenal kompromi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gina (2); Gadis Perenung

4 Januari 2013   04:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:32 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu Jakarta tampak terasa lebih dingin, hujan baru saja reda, tapi gerimisnya masih ada, langit nyaris cerah, gumpalan awan hitam berubah warna jadi putih terang bersemu warna jingga kena terpaan sinar senja. Aku lari-lari kecil menuju taman, dimana aku dan Gina berjanji kembali bertemu. Aku harap aku tak terlambat, karena ini janji pertamaku. Aku khawatir keterlambatanku mengubah penilaiannya kepadaku, walaupun aku tidak tahu dia menilaiku seperti apa.

“Hem......terlambat 10 menit”, ujar Gina ketika melihat kedatanganku. Pastinya aku tampak kaget dan agak gerogi dikit. Aku tarik nafas pelan-pelan sebelum mengambil posisi duduk di sampingnya, jaraknya masih sama 1 meter di kursi yang panjangnya 3 meter. Kali ini dia memakai jilbab warna biru langit, dengan motif warna putih di ujungnya, sementara ia memakai baju putih agak panjang dengan celana warna seragam dengan kerudungnya. “seperti langit”. Kali ini aku memanggilnya “Perempuan Penembus Cakrawala”.

Dia hanya diam ketika dan kembali menatap kedepan, masih sama, objek yang dia lihat adalah pohon palem yang rindang. “sudah lama menungguku.?” Aku coba memulai membuka suara. Mencoba mencairkan suasana danmengabaikan komentarnya atas keterlambatanku.

“Kau terlambat 10 menit,” ucapnya lagi.

“Kurasa aku tak terlambat, karena kita tak pernah bernjanji tentang jam. Atau barangkali kamu 10 menit lebih dulu sampai di sini,” aku mencoba menjawab pertanyaannnya, tentunya dengan mengingat kembali janjian kita seminggu sebelumnya. Dan disana aku tak menyepakati sebuah jam. Hanya sore saja.

Gina tampak kaget mendengar jawabanku, entah kenapa. Tapi sepertinya dia agak gelisah. Akh aku tak tahu ini reaksi apa, grogi atau gimana? Entahlah. “Alibi,” ucapnya singkat. Dan aku hanya tersenyum. Aku tetap pada pandanganku, aku tak terlambat dan dia 10 menit lebih dulu datang ke taman itu.

“Waktu selalu bergerak lebih cepat walaupun kita mengejarnya secepat kilat, dan alam sering kali tak membantu kita untuk mendahuluinya,” ucapku lagi dengan alibiku.

“aku bisa mendahului waktu yang kita janjikan”. Balasnya.

“Aha........!!! Masalah selesai, itu artinya aku tak terlambat”, ucapku sambil tersenyum. Sementara Gina tampak kesel, wajahnya bersemu merah. (Aku girang aku menang.)

Lalu kami sama-sama terdiam menatap kedepan, tapi aku diam-diam menghadap kesamping, memperhatikan wajahnya, tangannya pakaiannya, tasnya dan sandal yang dia pakai. Kesimpulannya Gina adalah perempuan yang berpunya (kaya). Ini penilaianku sementara. Karena aku tak tahu harga baju yang dipakai, harga sepatu yang dia gunakan dan harga tas yang ia bawa. Tapi tampaknya bermerk.

Kemudian aku melihat diriku. Akh........!!! aku jadi malu sendiri, kaos hitam yang sudah mulai pudar warnanya, sandal jepit yang nyaris putus, dan tas ransel lusuh yang selalu kubawa. Isinya kertas dan pena, buku dan kamera. Hem.......tak masalah, pikirku. Toh Gina tak pernah memperhatikan penampilanku. Bahkan dia jarang melihatku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun