Mohon tunggu...
IYAN HARIYANTO
IYAN HARIYANTO Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuluh Agama Islam di KUA Kec. Sukamantri Kab. Ciamis

Sebagai seorang Penyuluh Agama Islam di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Ciamis, sejatinya bidang garapan dalam memberikan penyuluhan harus di tempuh dari berbagai tempat, baik secara langsung atau media -media yang berkembang begitu pesat. maka kita juga harus mengimbanginya dengan berbagai cara agar bisa diterima oleh masyarakat. selain bertugas sebagai penyuluh agama islam, saya juga mengajar disebuah madrasah aliyah swasta MA Mekarwangi, sekaligus menjadi penggiat pencita kelestarian alam, karena menjadi sebuah keharusan kita sebagai manusia untuk menjaga dan melestarian alam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"LGBT" dalam Pandangan Islam

1 Februari 2024   12:00 Diperbarui: 1 Februari 2024   12:23 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu linear dengan kemajuan peradaban dalam makna yang sesungguhnya. Jika peradaban merupakan istilah yang selalu dilawankan dengan per-biadab-an, sebagai hasil dari kemajuan cara berfikir dan bertindak manusia, maka zaman mutakhir sekarang ini memperlihatkan bahwa manusia semakin menjauh dari peradaban itu sendiri.

            Hal yang sama terjadi pula pada pemakaian istilah moderen dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada awalnya istilah moderen digunakan sebagai lawan dari primitif alias jadul. Moderen berarti beradab sebaliknya primitif berarti biadab. Gaya hidup moderen pun menjadi identik dengan peradaban. Suku Baduy, suku Anak Dalam di Riau, Dayak di Kalimantan, dan lain sebagainya  yang konsisten memelihara segala kearifan yang mereka miliki menjadi identik dengan ketertinggalan dan hampir disebutkan sebagai suku biadab.

            Kenyataannya, dengan segala potensi intelektual dan teknik yang dimiliki, manusia moderen bisa bertindak lebih biadab dari mereka yang primitif dalam pandangan kita. Tengok saja perang- perang yang terjadi dan disaksikan secara luas di muka bumi akhir-akhir ini. Orang primitif tidak pernah melakukan kerusakan di muka bumi sebesar dan seluas manusia moderen saat ini. Senjata pemusnah massal hampir tak pernah terlintas dalam fikiran mereka yang hidupnya bersahaja dan bersandar penuh pada alam.

            Jadi, peradaban seharusnya tidak hanya mengandung arti pencapaian kemajuan budaya manusia dalam segi material, namun lebih kepada kemajuan dalam segi intelektual, emosional dan spiritualnya. Jika nilai-nilai kehidupan dapat dibagi menjadi tiga komponen utama yaitu logika (benar-salah), etika (baik-buruk) dan estetika (indah-jelek), maka manusia beradab adalah manusia yang perbuatannya selalu berpegang kepada nilai-nilai kebenaran, kebajikan dan keindahan.

            Harus kita akui bahwa gaya hidup moderen sebenarnya lebih merupakan duplikasi gaya hidup primitif dengan sedikit modifikasi di sana-sini. Tengok saja cara berpakaian kaum Hawa saat ini. Busana wanita yang dikatakan moderen hampir identik dengan ketelanjangan. Padahal, dahulu wanita primitif tidak bermaksud mempertontonkan bagian-bagian tertentu dari tubuh mereka. Semuanya terjadi karena keterbatasan sandang disebabkan peradaban mereka belum mampu menguasai dan menjinakkan alam. Kanibalisme, perbudakan, free sex, yang sering diidentikkan dengan kebudayaan primitif di masa silam sebenarnya juga dilakukan manusia yang mengaku moderen saat ini dengan modus dan kemasan yang juga moderen tentunya.

            Di antara persoalan serupa yang hendak kita kaji kali ini adalah fenomena hubungan seksual sejenis yang sekarang marak dibicarakan di media massa dan media sosial. Fenomena tersebut populer dengan istilah LGBT sebagai akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Trans gender. Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara kita namun sudah merupakan fenomena umum di seluruh dunia dan menjadi bahan pembahasan para pemerhati dalam bidang sosiologi dan psikologi tidak terkecuali para ahli agama. Kita akan membahas persoalan ini dari sudut pandang agama Islam sebagai bahan untuk mempertegas dan memperjelas sikap kita demi kebaikan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

PENGERTIAN LGBT

            Dalam Wikipedia disebutkan bahwa istilah LGBT atau GLBT digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frase "Komunitas Gay". Hal tersebut karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.

            Selanjutnya, masih menurut Wikipedia, akronim LGBT dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang digunakan pula untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual dan biseksual atau transgender. Maka seringkali ditambahkan huruf Q agar Queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili.

            Ditegaskan lagi selanjutnya bahwa istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.

NABI LUTH AS BERDAKWAH KEPADA KAUM LGBT

            Salah besar jika gaya hidup LGBT dianggap sebagai anak kandung kemajuan zaman moderen. Sebaliknya sejarah membuktikan bahwa merebaknya gaya hidup LGBT justeru mengulangi kembali kebudayaan kuno yang telah terkubur dalam perut bumi. Kebudayaan yang dimaksud adalah terkait dengan penduduk negeri Sadum dan Amurah yang nota bene merupakan umatnya Nabiyullah Luth as.

            Disebutkan dalam buku Atlas Al-Qur'an karya DR. Syauqi Abu Khalil, bahwa negeri Sadum dan Amurah terletak di ujung selatan laut mati (Buhairatu Luth). Allah swt mengutus Luth as kepada penduduk negeri tersebut untuk memperingatkan kebiasaan hidup mereka yang sangat tidak lazim yakni hubungan cinta sejenis (homoseks). Al-Qur'an menyebutkan bahwa kebiasaan yang menyimpang tersebut tidak pernah dilakukan umat manusia sebelum mereka. Dengan kata lain, kaum Luth as merupakan bangsa manusia pertama dalam sejarah yang melakukan penyimpangan seksual.

            Di antara ayat yang mengisahkan perilaku homoseksual  kaum Luth adalah QS. Al-A'raf ayat 80 dan 81 berikut :


              "Dan (Kami juga telah mengutus) Lut (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?"


              "Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas".

Dalam surat Asy-Syu'ara ayat 165-166 disebutkan :


              "Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia ?",


              "Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas".

            Bisa jadi penyimpangan seksual yang dilakukan kaum Luth as tersebut tidak hanya dilakukan sesama kaum prianya saja. Sangat mungkin hal serupa dilakukan juga oleh kaum wanitanya (lesbian). Hal ini mengingat kebutuhan seksual para wanita mereka tidak terpenuhi dikarenakan para pria lebih menyukai sesama jenis. Dikuatkan lagi dengan penegasan Al-Qur'an mengenai kedurhakaan isteri Luth sendiri dengan melakukan pengkhianatan kepada suaminya. Namun Al-Qur'an mengecualikan puteri-puteri Luth dan kaum wanitanya yang beriman, sebagaimana perkataan beliau :


              "Luth berkata: "Inilah putri-putri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)". (QS. Al-Hijr : 71)

            Karena penentangan mereka atas dakwah yang disampaikan Luth as, akhirnya Allah swt menjatuhkan azab yang dahsyat dan menyelamatkan mereka yang beriman sebagaimana firman-Nya :


              "Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit".


              "Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras".

LGBT MENYIMPANG DARI FITRAH KEMANUSIAAN

            Allah swt telah menciptakan seluruh mahuk-Nya dengan berpasangan. Hal ini merupakan sebuah sunnatullah yang ditetapkan-Nya agar kehidupan berjalan harmonis. Firman-Nya tentang ketetapan ini termaktub dalam beberapa ayat Al-Qur'an, di antaranya :


              "Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yasin : 38)

            Dalam Tafsir Al-Misbah halaman 538 jilid 11 ditulis bahwa sebagian ulama tafsir memberi makna kata azwaj dalam ayat ini hanya bagi mahluk hidup saja. Tegasnya Allah telah menjadikan jenis jantan dan betina pada semua mahluk ciptaan-Nya mulai tumbuhan, hewan manusia dan mahluk hidup lainnya yang tidak terlihat serta yang belum diketahui manusia. Namun sebagian ahli tafsir yang lain mengartikan kata azwaj kepada makna umum, dengan kata lain yang berpasangan itu bukan hanya pada mahluk hidup. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 49 :


              "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah".


            Dari pengertian ini termasuk makna azwaj adanya malam dan siang, senang dan susah, tinggi dan rendah dan seterusnya. Simpulnya semua mahluk hidup ada pasangannya kecuali Allah yang tidak ada pasangannya. Bahkan secara ilmiah terbukti bahwa listrik juga berpasangan yakni positif dan negatif. Demikian pula atom yang pada awalnya dianggap materi terkecil yang tidak bisa dibagi lagi ternyata berpasangan. Atom tersusun dari proton dan elektron.

            Jika kita renungkan lebih jauh, kata azwaj (pasangan) menegaskan bahwa perbedaan tidak mesti perlawanan. Keberadaan pasangan yang berbeda jenisnya adalah agar saling melengkapi sekaligus sebagai salah satu bukti kemahakuasaan Sang Pencipta. Hanya Dia yang tidak memerlukan pasangan karena Dia tidak membutuhkan sesuatupun. Bahkan pasangan (paritas) wujud secara filosofis merupakan kebutuhan bagi wujud itu sendiri. Tanpa adanya paritas di alam, sejarah manusia tidak akan dituliskan. Jadi pasangan terdapat dalam semua realitas kehidupan, baik fisik, bios, human dan transenden (metafisik). Pasangan tidak hanya pada dzat, namun terdapat pula dalam sifat segala sesuatu. Nilai pun berpasangan, sebagaimana tercakup dalam tiga tatanan pokok yakni logika (benar-salah), etika (baik-buruk) dan estetika (indah-jelek).   

            Memang, pasangan boleh jadi tidak harus lawan jenis. Perkataan "sepasang sandal" tidak mungkin kita maksudkan bagi dua buah sandal yang berbeda satu sama lain dalam dzat dan sifatnya. Jika kita keluar mesjid dan mendapati sandal kita berbeda maka kita akan mencari pasanganya. Hal ini berbeda dengan dua buah magnit yang jika dua kutubnya yang berbeda didekatkan keduanya akan menyatu dengan kuat, tetapi hal yang sama tidak terjadi manakala dua kutub yang kita dekatkan sama-sama jenisnya. Yang terjadi bahkan saling menolak sekuat apapun kita menyatukannya. Di atas semua contoh tersebut, pasangan memiliki makna saling membutuhkan atau saling melengkapi. Ketiadaan salah satunya akan menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibrium).

            Khusus bagi manusia dan hewan, pasangan berarti lawan jenis. Sepasang suami isteri berarti dua orang manusia dari jenis laki-laki (suami) dan jenis perempuan (isteri) yang telah secara sah melaksanakan akad pertikahan. Demikian pula sepasang harimau berarti dua ekor harimau satu jantan dan satu betina yang hidup bersama sekalipun mereka tidak harus menikah di KUA. Logika kita tidak bisa menerima adanya sepasang pria yang menikah, atau sepasang wanita yang berumah tangga dalam kehidupan kita. Jika itu terjadi maka secara otomatis kita akan melihatnya sebagai sebuah kesalahan, sekaligus keburukan dan ketidakpatutan.

            Pasangan yang berbeda jenis memungkinkan terjadinya reproduksi dan regenerasi mahluk hidup, terutama pada manusia dan hewan. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah dalam firman-Nya :


              "(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura : 11)

            Jika cinta sesama jenis atau gaya hidup LGBT memasyarakat atau setidaknya dilegalkan dalam kehidupan sosial bangsa dan negara kita maka bagaimanakah kelangsungan kehidupan bangsa ini kedepannya ? secara umum barangkali jenis manusia akan punah. Atau jika yang terjadi adalah kepribadian ganda (biseksual), maka tatanan sosial akan terganggu dan kehidupan akan kacau. Simpulnya LGBT merupakan sebuah anomali (kejanggalan) yang sangat sulit bagi manusia normal untuk menerimanya sebagai sebuah kelaziman.

            Menurut Al-Qur'an, ketentraman jiwa seseorang, baik laki-laki atau pun wanita dapat diperoleh dari pasangannya satu sama lain melalui pernikahan yang sah. Dengan demikian merupakan sebuah kebohongan besar manakala seorang pria homoseks atau wanita lesbian mendapatkan ketentraman dari pasangan sejenisnya. Mungkin benar mereka memperoleh kepuasan seksual, namun ketentraman batin tak mungkin mereka peroleh dengan cara menyimpang tersebut. Mereka telah secara nyata menyalahi petunjuk Allah swt dalam firman-Nya :


                   "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS. Ar-Ruum : 31)

            Mencintai lawan jenis merupakan sebuah fitrah kemanusiaan. Di atas fundamen fitrah tersebut Allah swt mewajibkan manusia menikah dan dengan melalui mahligai pernikahan itulah Allah swr memberikan mereka keturunan. Dalam Haditsnya, Rasul saw menyebutkan bahwa pernikahan merupakan sunnahnya dan beliau tidak akan mengakui seorang muslim yang membenci pernikahan. Demikian pula menikah dan berkeluarga merupakan salah satu syarat seorang muslim memperoleh martabat yang disebut Al-Qur'an dengan al-ibad arrahman (hamba Allah yang maha penyayang), sebagaimana firman-Nya :

"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al-Furqan : 74)

            Sekali lagi, mencintai lawan jenis merupakan fitrah atau katakanlah sebuah hukum alam yang tak mungkin berubah. Islam menyempurnakan hukum alam tersebut dengan syari'at pernikahan yang juga tidak pernah dan tidak mungkin berubah. Mereka yang melakukan dan mengkampanyekan gaya hidup LGBT sebenarnya telah menentang dua hukum sekaligus, yakni hukum alam itu sendiri sekaligus hukum Islam yang sejalan dengan  hukum alam tersebut. Mereka yang menentang hukum alam akan musnah dengan sendirinya. Hanya saja kita  diwajibkan melakukan amar ma'ruf nahi munkar sehingga tidak patut berdiam diri.

LGBT DALAM TIMBANGAN SYARI'AT

            Islam paling keras dalam menentang perilaku LGBT. Penentangan tersebut didasari oleh dalil-dalil yang sangat kuat baik dari Al-Qur'an maupun Hadits Nabi saw. Kisah Luth as dalam Al-Qur'an, yang sebagiannya telah dikutip di awal, telah cukup menjadi dalil keharaman LGBT secara mutlak. Dalam hazanah Hadits, diketahui bahwa LGBT merupakan perbuatan yang terlaknat, pelakunya bisa tergolong kufur. Bahkan sebuah Hadits Nabi saw memberikan fatwa yang lebih keras lagi, yakni dengan menjatuhkan vonis hukum bunuh bagi subyek maupun obyeknya.

Di antara Hadits-Hadits Nabi saw yang saya maksudkan adalah :


              "Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth" (HR. Ibn Hibban dari Ibn Abbas ra)


              "Nabi saw bersabda : "Barang siapa kamu temui sedang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah keduanya" (HR. Abu Dawud dari ibn Abbas ra)


              "Nabi saw bersabda : "Allah tidak akan melihat laki-laki  yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi perempuan di lubang duburnya" (HR. At-Tirmidzy)


            Baik homoseksual maupun lesbian termasuk kedalam perbuatan yang disebut dengan istilah fahisyah (keji). Fahisyah ini pula yang menjadi latar belakang diharamkannya perbuatan zina sebagaimana firman Allah :


              "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk" (QS. Al-Isra : 32)

Apabila zina yang dimaksud dalam ayat di atas adalah suatu persetubuhan di luar akad pertikahan yang sah menurut syari'at, maka apalagi jika dilakukan dengan sesama jenis. Maka tidak ada alternatif lain, kecuali dengan menjauhi seluruh potensi yang memungkinkan kita terjerumus kepada perbuatan hina tersebut.

            Dalam fiqih Islam, persetubuhan melalui dubur juga diharamkan bahkan sekalipun dilakukan terhadap isteri yang sah. Bahkan Hadits menghukumi pelakunya sebagai orang kafir. Nabi bersabda :


              "Barang siapa menyetubuhi isterinya di duburnya, maka ia telah kafir" (HR. Tabrany)

Sedangkan kita mafhum bahwa pelaku homoseks melakukan hal yang sama kepada pasangan mereka. Istilah ini kemudian disebut dengan liwath (dubling-Sunda) dalam bahasa Arab, dan populer dalam istilah kita dengan sodomi (merujuk pada kampungnya kaum Luth as). Cara seperti ini sangat berbahaya ditinjau dari medis sekalipun. Sebagian pakar telah beranggapan bahwa berjangkitnya wabah penyakit Aids di antaranya disebabkan kebiasaan seks yang menyimpang seperti ini. Na'uzhubillahi min dzalik.

            Akhirnya semoga Allah menyelamatkan kita dan anak cucu dari perbuatan yang tercela ini dan memberikan kesadaran kepada mereka yang sudah terlanjur melakukannya dengan bertaubatan nasuha. Aamiin.





           



             

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun