Mohon tunggu...
Iwan Piliang2
Iwan Piliang2 Mohon Tunggu... Wiraswasta - CEO Nikuba Hidrogen

Bisnis, Traveller, Blogger

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Terima Kasih Pak Jokowi untuk Bangka Kini

25 Februari 2024   06:18 Diperbarui: 25 Februari 2024   06:45 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika diterima Presiden Jokowi di Istana Negara, 15 Februari 2015, waktu semula disediakan 30 menit, bersisa 20 menit. "Mohon maaf Bang, tamu sebelumnya mengambil jatah waktu sepuluh menit. Mohon kiranya Abang berkenan 20 menit saja, karena pukul sembilan Presiden harus membuka acara di JHCC, " Listyo Sigit, kala itu ADC, kini Kapolri.

Di benak saya kala itu memfokus hanya bicara tentang potensi Bangka Belitung. Bangka khususnya. Kendati sudah empat bulan tak jumpa sejak saya pamit di Istana, pukul 01.30, hari pelantikan Presiden, 21 Oktober 2014. Kendati menumpuk bahan ingin disampaikan, terutama ihwal mafia migas, topik acap saya ungkap kala itu.

Waktu cuma 20 menit?

Fokus Bangka. 

Fokus Timah dan mineral ikutan.

Saya katakan kita produsen Timah nomor dua dunia, ekportir terbesar. Cina produsen utama Timah dunia sebiji Timah pun mereka tak ekspor.

Era Orba, Timah kita dipatok sebagai mineral strategis, tapi sejak reformasi, khususnya era  Kuntoro Mangunsubroto, sebagai Menteri ESDM, berkebijakan Timah menjadi mineral biasa.

Apa efek kebijakan itu? Lingkungan awu-awutan. Ilegal mining menggila. Bahkan waste smelter timah, seperti Tin slag, bernilai triliunan rupiah, jutaan ton menguap.

Dominan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Timah milik PT Timah Tbk., banyak di-sub-kontrakkan, dalam operasionalnya, para sub kontraktor, tidak 100% menyerahkan produksi ke PT Timah. Indikasi tajam  sebagian produksi dijual gelap ke luar negeri. Mereka warga Bangka paham sesiapa pemain. Lahirlah cukong-cukong Timah ilegal. Mereka berlindung dengan oknum aparat, pejabat. Dalam perkembanagn mereka sangat kaya-kaya. 

Dalam konteks kaya, setiap warga negara wajib kaya, asalkan kekayaan  diraih dengan benar, tidak merusak alam, legal dan benar, maslahat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun