Mohon tunggu...
Iwal Falo
Iwal Falo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan siapa-siapa, hanya berusaha menjadi yang terbaik

Menjadi diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Politik dan Kebohongan Menjelang Pilkada Serentak 2020

15 September 2020   20:57 Diperbarui: 15 September 2020   21:09 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Hal ini disebabkan karena sekarang yang terlihat ialah kegaduhan. Seakan politik merupakan ruang, wadah atau tempat orang-orang untuk melanggengkan keributan tak berujung. Di sinilah persepsi kebohongan politik mulai muncul sehingga tidak ada penilaian lain terhadap politik selain segala sesuatu yang buruk.

Dunia politik memang dekat dengan kesan kotor karena identik dengan upaya merebut atau mempertahankan kekuasaan namun mengabaikan etika dan moral politik. Yang membuat dunia politik menjadi kotor dan menjijikkan adalah ketika para politisi mengabaikan etika politik. 

Tujuan mulia dari politik yang seharusnya bermuara pada pemenuhan kepentingan umum atau bersama diabaikan. Jelas di sini terlihat bahwa teori politik bergerak ke kanan, praktek politik bergerak ke kiri. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa politik praktis sering tak berteori. Kalaupun ada itu adalah teori masing – masing pribadi atau kelompok.

Dalam konteks pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, politik kebohongan dan kebohongan politikpun sulit dihindari. Saling menyerang antar pasangan calon kepala daerah seolah menjadi sajian menu utama baik di dunia maya maupun dunia nyata. Kebohongan, fitnah dan hoaks yang sangat kejipun tak terelakkan. Begitu pula berbagai intimidasi dan tekanan diarahkan kepada kaum lemah dan papa. 

Lucu memang bila dipikirkan dengan akal sehat. Masyarakat sebagai pemilik hak suara ditekan dan diancam untuk memilih paket A atau paket B atau paket C. Saya pernah berpikir, apa jadinya bila masyarakat secara beramai-ramai dan kompak untuk menolak dan tidak memilih calon pemimpin yang demikian.  

Memang berat untuk dimengerti bila masyarakat sebagai pemilik kedaulatan masih saja dibohongi dalam setiap hajatan demokrasi. Lebih sulit lagi untuk dipahami manakala masyarakat sebagai pemilik kedaulatan tidak tahu telah dibohongi. Padahal penjajahan yang paling mengerikan ialah kebohongan yang bermula dari alam pikiran. Oleh karena itu, harus dilawan sejak dalam pikiran.

Berbohong akan menjadi nikmat bila tidak ketahuan, sebaliknya akan menjadi apes bila ketahuan. Friedrich Nietzsche, seorang Filsuf Jerman mengatakan : "I'm not upset that you lied to me. I'm upset that from now on I can't believe you." Saya tidak kecewa karena Anda membohongi saya. Saya kecewa karena sejak sekarang saya tidak mempercayaimu. Tidak perlu menunggu sampai hari pencoblosan tanggal 09 Desember 2020. Semoga pembohong tidak akan dipercaya rakyat. Tanpa dipercaya, siapa yang bakal memilih Anda menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah?.

Politisi pada umumnya tidak kehabisan akal untuk menutupi kebohongannya agar tidak ketahuan. Mereka sangat ahli memainkan seni berbohong. Kebohongan dibalut sedemikian rupa sehingga tidak gampang terungkap. Pembohong seperti inilah yang disebut pembohong sejati. Pembohong sejati sadar akan kebohongannya bukan keliru atau tidak disengaja. Pembohong sejati terus menerus berbohong dan selalu konsiten dalam berbohong. Pembohong sejati menjadikan kebohongan sebagai kebiasaan, tiada hari tanpa berbohong entah di dunia nyata maupun dunia maya.

Kiranya pernyataan Abraham Lincoln, Presiden ke-16 AS menyadarkan kita: "No man has a good enough memory to be a successful liar." Tidak ada orang yang punya ingatan cukup baik untuk menjadi pembohong yang sukses. Hukuman bagi pembohong ialah harus mengingat semua kebohongannya. Siapa bisa? Tidak ada orang yang sempurna, termasuk sempurna sebagai pembohong. Suatu saat lupa akan kebohongannya dan terkuaklah karakter sebagai pembohong seperti yang dikatakan Lao Tzu, seorang Filsuf Tiongkok: "Perhatikan karaktermu, karena dapat menentukan nasibmu". Kalau sudah seperti itu, Siapa mau HELP?.

Untuk itu berpolitik secara santun dan bermartabat dengan menjunjung tinggi etika politik haruslah mendapat tempat yang mulia. Katakan benar bila itu benar, katakan salah bila itu salah. Jujur apa adanya dan jangan ada dusta. Karena jalan orang benar ialah lurus tanpa beban seperti kata Mark Twain, Pengarang novel AS: "If you tell the truth, you don't have to remember anything." Jika Anda mengatakan yang benar, Anda tidak harus mengingat apa pun. Sebab sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga.

Apakah kebohongan dilakukan juga oleh para calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah menjelang Pilkada serentak tanggal 09 Desember 2020?. Silahkan renungkan dan jawab sendiri sesuai dengan apa yang anda lihat dan apa yang anda dengar. Saya bukan hakim untuk memvonis calon A atau calon B atau calon C berbohong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun