Sektor wisata menjadi roda perputaran ekonomi yang vital sebab telah memberikan pendapatan bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi warga Bali. Sayangnya sejak Covid-19 melanda Indonesia, tempat wisata di Bali mulai sepi dari jangkauan wisatawan lokal maupun asing. Pemerintah sempat memberlakukan PSBB dan menutup sementara semua tempat yang menimbulkan keramaian termasuk tempat hiburan. Hal ini memberikan efek dahsyat pada industri pariwisata.
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, indikator ketenagakerjaan pada tingkat pengangguran periode Agustus 2020 sebesar 5,63 persen. Bali sempat menduduki peringkat satu nasional dengan tingkat pengangguran terendah sebelum pandemi Covid-19, akibatnya kini Bali harus rela turun peringkat menjadi ke 18 dari 34 provinsi di Indonesia.
Tidak hanya pemerintah, elemen masyarakat perlu bergotong-royong untuk membangun situasi ekonomi kondusif. Para pelaku usaha non-formal harus dapat bergerak dan membuat Bali tetap hidup. Kini para pelaku usaha mulai menggunakan cara baru untuk membuat bisnisnya tetap bertahan. Terbukti dengan meningkatnya permintaan layanan digital marketing.
Co-founder Digikai Studio, Yoshua Markus Mariwu mengatakan jika permintaan layanan digital marketing meningkat pesat semenjak 2 bulan setelah Covid-19 merebak di Indonesia.
"Kami melayani banyak sekali permintaan layanan digital marketing semenjak Covid-19, tapi sebagian besar dari klien Kami adalah Jabodetabek," ujar Yoshua dari akun Instagram @talktoyosh.
"Perekonomian di Bali sudah minus 12.28 persen pada triwulan III tahun ini," katanya mengutip pernyataan Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana. "Akan semakin terpuruk jika toko, hotel, caf dan resto tidak bangkit lagi," lanjut pria kelahiran Jakarta 1981.
Ia menyarankan agar para pemilik usaha agar kembali membuka gerai agar roda perekonomian bisa berjalan sebagaimana mestinya.
"Sebaiknya bisa dibuka kembali. Walaupun sekarang ini Bali belum terbuka untuk turis mancanegara, tapi kan turis lokal dan expat juga masih banyak," katanya
Kepala Dinas Pariwisata Badung, Cok Raka Darmawan mengungkapkan jika selama bulan Agustus 2020 ada sekitar 2.500-3.000 wisatawan nusantara (wisnus) datang ke Bali setiap harinya. Fakta ini setidaknya memberikan harapan bagi pelaku usaha di Bali untuk menjalani aktivitas kembali.
"Dulu kita selalu menargetkan wisatawan asing, sekarang Bali harus memaksimalkan apa yang ada, yakni wisatawan lokal dan orang asing yang sudah menetap di Bali dan wilayah Indonesia lainnya," sambung Yoshua.
Ia juga mengajak agar pengusaha-pengusaha di Bali mulai beralih ke era digital, terutama dalam hal pemasaran.
"Di era new normal  semakin sulit mengandalkan cara konvensional mendapatkan pelanggan. Semua serba digital. Produk atau layanan kita harus sampai di layar handphone calon pelanggan," tambahnya.
Tentu dalam membangkitkan perekonomian Bali bukan hanya tugas dan tanggung-jawab dari pemilik usaha di Bali, tapi Pemerintah Provinsi dan Dinas Pariwisata juga harus ambil bagian dalam memasarkan Bali
"Jika Pemprov dan Dinas Pariwisata menjalankan bagiannya untuk mengajak wisatawan lokal agar datang ke Bali, dan para pemilik usaha di Bali mau membuka kembali usaha mereka, saya yakin Bali akan ramai lagi," tutup Yoshua.