Mohon tunggu...
itsna ulin nuha
itsna ulin nuha Mohon Tunggu... freelance

tertarik pada kesehatan dan politik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Masyarakat dalam Pojok Pemerasan- Sering Bukan Berarti Dinormalisasi

1 Agustus 2025   15:23 Diperbarui: 1 Agustus 2025   15:23 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat dalam kebutuhan administrasi yang berkaitan dengan pemerintahan, akan bersinggungan langsung dengan ASN sebagai penyelenggara pemerintahan. Di era digital ini, banyak sekali sistem yang dibentuk sebagai harapan untuk mempersingkat waktu pelayanan, penyederhanaan langkah agar layanan menjadi efektif dan efisien. Namun, kenyataannya tidak semua sektor telah menggunakan sistem satu pintu. Masih ada sistem dalam sistem. Banyaknya ruang ini, dapat dijadikan celah oleh pegawai pemerintah mengambil keuntungan sepihak dan merugikan negara. Seperti yang kita ketahui, bahwa masih sering isu-isu maupun pemberitaan mengenai pemerasan di sektor publik.

Dalam sebuah pengurusan dokumen, masyarakat cenderung menginginkan proses yang cepat. Saat ini sistem administrasi sudah banyak menggunakan sistem daring. Namun, banyak yang mengalami kendala dan tidak ada "help desk" yang membantu secara cepat dan akurat. Penyediaan help desk rata-rata menggunakan sistem bot. Pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah. Terdesak oleh kebutuhan, channel informal sering berhembus sampai di telinga masyarakat.  Pada momen ini, pegawai pemerintahan yang " nakal" mengalihkan proses verifikasi berkas dari jalur formal ke informal.

Oknum tersebut akan melakukan komunikasi dengan masyarakat yang sedang butuh "pertolongan" melalui media komunikasi selain dari sistem daring yang telah tersedia. Kemudian, oknum akan meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan permohonan. Sebagai masyarakat biasa, apakah ada pilihan selain meng"halal"kan uang yang diminta oknum tersebut? Dalam posisi, dokumen tersebut perlu cepat diurus, atau membiarkan dokumen itu terdiam tanpa kabar apa kurangnya.

Fenomena itu dapat tergolong menjadi suatu bentuk pemerasan. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pemerasan dikategorikan sebagai salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Bentuk pembiasaan atau peng"halal"an fenomena ini tidak bisa dianggap sebelah mata. Pemerasan yang masuk dalam tindak pidana korupsi memiliki dampak yang luar biasa besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Fenomena pemerasan jelas akan mencoreng citra kinerja pegawai pemerintahan. Pemerasan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah dan penegak hukum.  Dari segi pendidikan, jelas ini bukan role model untuk anak cucu kita nanti. Demotivasi generasi penerus untuk pendidikan karena melihat adanya jalan pintas dalam menyelesaikan masalah. Dari segi ekonomi, jelas bahwa masyarakat yang sangat dirugikan, karena memerlukan budget lebih. Negara juga bisa mengalami kerugian karena membuat masyarakat mengurungkan niat dalam pengurusan administrasi. Dan uang negara yang seharusnya bisa berputar untuk roda perekonomian, mengalami kerikil-kerikil yang terkadang tidak terlihat jika dilihat dari ekonomi makro.

Dari segi kesehatan, masyarakat dapat mengalami trauma, gangguan kecemasan dan kehilangan kepercayaan. Dan pegawai pemerintahan sebagai oknum ini sudah mengalami cacat berpikir. Dalam tatanan sosial, kelompok rentan atau yang tidak memiliki dukungan dari orang ternama, akan selalu menjadi target utama. Pemerasan dapat menjadi preseden bagi kejahatan lainnya, menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak stabil.

Demi terjaganya kedaulatan negara, perlu pengusutan dan penegakan hukum pada kasus pemerasan yang sudah melekat lama di beberapa birokrasi. Lama bukan berarti tidak mampu untuk dieradikasi. Tak perlu murung, yakin bahwa sistem bisa diperbaiki. Pemerintah sebaiknya mampu mengevaluasi sistem yang berlaku terlebih yang berhubungan dengan layanan masyarakat. Sistem pengurusan dokumen dan layanan perlu memiliki help desk  yang akurat, membantu, dan cepat, bukan hanya bot. Sistem pelayanan publik menggunakan teknologi digital juga harus mampu memperlihatkan secara real time sejauh mana pelayanan diproses. Transparansi sistem diperlukan agar tidak ada celah untuk pegawai pemerintah melakukan tindak pidana korupsi yaitu salah satunya pemerasan. Dengan adanya opini penulis mengenai beberapa saran perbaikan sistem, penulis mengharapkan Indonesia bisa semakin maju ke depan. Agar masyarakat Indonesia tidak merasa terpojok di rumahnya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun