Mohon tunggu...
Lilmawati
Lilmawati Mohon Tunggu... Mahasiswi

Nothing.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Problematika Plastik Sekali Pakai: Kampus Kesehatan, Tapi Belum Ramah Lingkungan?

30 September 2025   16:00 Diperbarui: 1 Oktober 2025   13:41 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Cup plastic Roti'O. Gambar 2. Mahasiswa Antri di Kedai Roti'O FK-KMK UGM (Sumber: Dokumen Pribadi)

Pernahkah Anda menghitung berapa sampah plastik yang Anda buang minggu ini atau bulan ini? Apakah Anda mengingatnya? Mungkin, memikirkannya saja tak pernah.

Suatu ketika di Kedai Roti’O yang ada di lingkungan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), terlihat mahasiswa antri untuk membeli minuman dalam gelas plastik bening. Tampaknya memang praktis, segelas minuman dingin yang menyegarkan setelah sesi kuliah atau es kopi yang menjadi teman saat mengerjakan tugas di Perpustakaan FK-KMK UGM, tapi di balik itu ada masalah besar yang jarang kita pikirkan. Apalagi jika ada promo dan harganya lebih murah, mahasiswa akan berbondong-bondong untuk beli. Dan siklus itu terjadi setiap harinya.

Bayangkan kalau setiap hari mahasiswa dan staf kampus membeli minuman di Kedai tersebut, bisa saja ratusan gelas plastik terbuang hanya dalam waktu seminggu.

Plastik Sekali Pakai
Plastik sekali pakai telah menjadi salah satu penyumbang utama pencemaran lingkungan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarakan Data Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2024, Indonesia menghasilkan sekitar 6,9 juta ton sampah plastik (Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 702 ribu ton dan Kab. Sleman sekitar 219 ribu ton). Sayangnya, hanya sebagian kecil yang berhasil didaur ulang dan akan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sungai, dan bahkan lautan. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK mengemukakan bahwa perubahan gaya hidup serta pola konsumsi masyarakat yang ingin serba praktis berdampak pada tingginya penggunaan plastik sekali pakai.

Plastik sekali pakai telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masa kini. Penggunaan plastik sekali pakai, misalnya pada botol dan gelas plastik meningkat pesat seiring dengan perkembangan sektor konsumsi. Mirisnya, material ini memiliki dampak lingkungan yang besar karena sulit terurai secara alami. Dalam lingkungan kampus, budaya konsumsi minuman kemasan plastik masih sering ditemui. Mahasiswa cenderung menggunakan gelas plastik atau botol air mineral sekali pakai, yang setelah digunakan hanya akan menjadi sampah. Untuk botol plastik sudah jarang ditemui karena mahasiswa sekarang lebih sering membawa tumbler sendiri dan FK-KMK UGM telah menyediakan fasilitas refill air minum, tetapi bagaimana dengan penggunaan gelas plastik?

Health Promoting University (HPU)
Health Promoting University (HPU) merupakan pendekatan promosi kesehatan pada level universitas untuk menciptakan lingkungan pendidikan dan budaya organisasi yang dapat meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan sivitas akademika. HPU telah melaksanakan beberapa kegiatan di berbagai fakultas di UGM, termasuk FK-KMK, Fakultas Teknik, FISIPOL, Fakultas Psikologi, dan Sekolah Vokasi. Salah satu program kerja yang berada di bawah unit HPU FK-KMK UGM adalah Lingkungan Hidup Sehat dan Literasi Kesehatan. Ironisnya, kampus kesehatan yang seharusnya menjadi teladan gaya hidup sehat justru masih akrab dengan budaya instan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan gelas plastik sekali pakai.

Solusi
Berdasarkan program kerja HPU FK-KMK UGM, penggunaan plastik sekali pakai tersebut bisa ditinjau lebih lanjut dengan kebijakan memberikan opsi pengganti plastik sekali pakai (plastic cup) dengan paper cup yang mudah terurai, mengingat Kedai Roti’o masih berada dalam lingkungan FK-KMKM UGM. Dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, maka akan berimbas pada penurunan pencemaran lingkungan, peningkatan kualitas ekosistem, dan pengurangan risiko kesehatan yang diakibatkan oleh limbah plastik. Selain itu, kebijakan ini juga mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan, meningkatkan pengetahuan tentang bahaya plastik, dan mengadopsi gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

Yuk stop, mulai dari satu gelas, satu kebiasaan, satu perubahan.
Bebaskan bumi kita dari belenggu sampah plastik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun