Wanita yang memberikan kata putus, ketika Soekarno akan diberangkatkan ke tanah pengasingan Ende, apakah akan berangkat sendiri, ataukah membawa turut serta Inggit sebagai belahan jiwa, yang jika dibawa tentu akan membawa kesengsaraan untuk Inggt. Ditengah kegalauan Soekarno, Ibu Amsi menyatakan akan mendampingi Soekarno ke tanah interniran, itu artinya, Inggit juga akan ikut serta. Akhirnya keluarga besar itu (Soekarno, Inggit, Ibu Amsi dan Ratna Djuami) berangkat bersama, diikuti dua orang pembantu (Muhasan dan Karmini).
Wanita yang ketika meninggal, menyebabkan Soekarno terpukul hebat. Dengan tangannya sendiri Soekarno ikut mengangkat jenazah mertuanya ke tanah peristirahatan terakhir, yang ketika itu, masih berupa hutan di luar kota Ende. Soekarno pula, yang ikut turun ke liang lahat, lalu dengan tangannya sendiri, turut meletakkan jenazah sang mertua, di liang lahat.
Soekarno pula, yang memahat batu karang nan terdapat di bukit sekitar pemakaman, lalu, menjadikan batu nisan untuk mertuanya. Dengan tulisan Iboe Amsi.
Lalu, dimana semua jejak sejarah itu? Tak ada yang berbekas. Saya tertegun, apakah karna makam ini telah mengalami renovasi yang tidak selesai, hingga akhirnya, menghilangkan jejak sejarah itu. Tak ada nisan, tak ada keterangan sedikitpun.
Pada dinding, bangunan makam, saya lihat ada meteran listrik PLN. Namun, karena tidak ada yang mengurus, meteran itu seakan tak tak berpungsi. Lampu yang tersedia, juga, sudah tidak menyala. Kondisi yang sungguh memperihatinkan. Hilangnya, benda-benda yang memiliki nilai sejarah, tidak adanya batu nisan, tidak ada pagar, tidak ada penerangan dan dijadikan peristirahatan hewan di waktu malam serta ajang pacaran di waktu siang.
Pada saya, pak Usman.H.Harun, berjanji, akan membuatkan pagar besi dengan tangannya sendiri, jika ada mereka yang menyumbangkan dana untuk itu. Karena, beliau memiliki keahlian sebagai tukang las, juga, beliau akan mengunci pagar yang telah dibuat, serta menyalakan dan mematikan lampu makam. Beliau memberikan alamat lengkap beserta no hp untuk dihubungi.
Pada perjalanan pulang dari menziarahi makam Ibu Amsi, saya hanya bergumam, bangsa ini, memang belum patut menjadi bangsa besar, selama belum bisa menghargai para pahlawannya dengan layak.