Larung Telaga Ngebel adalah doa dalam teatrikal yang menjadi acara budaya sebagai pemikat wisata Ponorogo di Telaga Ngebel.Â
(Sugiri Sancoko, Bupati Ponorogo)Â
Pagi yang cerah.Â
Rabu, 19 Juli 2023, atau 1 Muharram 1445 H bertepatan dengan 1 Suro 1957 ehe.Â
Suasana di Telaga Ngebel, Ponorogo terasa meriah. Hari ini akan diadakan acara Larung Telaga Ngebel yang biasa diadakan setiap tanggal 1 suro.Â
Bulan Suro biasa digunakan untuk penanggalan Jawa.Â
Biasanya bertepatan dengan tanggal 1 muharram dalam tahun baru Islam.Â
Acara Larung Telaga Ngebel ini diadakan sebagai acara budaya untuk mengakhiri rangkaian acara grebeg Suro Ponorogo.Â
Grebeg Suro sendiri telah ditutup kemarin di alun-alun Ponorogo.Â
Dalam acara penutupan, sehari sebelum acara larung Telaga Ngebel telah dilakukan 3 acara penting.
Acara dalam rangkaian grebeg Suro Ponorogo itu, adalah :
1. Penyembelihan kambing kendhit.Â
Kambing kendhit adalah kambing berbulu hitam, dihiasi bulu putih yang melingkari badannya.Â
Sehingga seperti berkendhit( bersabuk atau seperti memakai ikat pinggang putih).Â
Kambing kendhit susah didapat, sehingga harganya mahal. Berkisar 3-10 juta.Â
2. Penanaman pohon pelindung.Â
3. Doa bersama mohon rahmat dan berkah Alloh.Â
Acara budaya sebagai kearifan lokal juga bisa menjadi media pendidikan Pancasila bagi generasi muda.Â
Pendidikan Pancasila ini dikemas menarik sebagai acara budaya.Â
Larung Telaga Ngebel, menjadi hiburan sekaligus secara halus menggandeng generasi muda untuk melestarikan budaya bangsa yang adi luhung.Â
Acara larung Telaga Ngebel ini diadakan pada hari rabu legi, yang merupakan hari libur nasional tahun baru Hijriah, 1 Muharram 1445 H.Â
Sedang acara Grebeg Suro Ponorogo sudah dimulai sejak libur semester.Â
Dengan begitu, saat libur semester anak-anak bisa mengisi libur  yang bermanfaat, menambah ilmu dan wawasan tentang kebudayaan.Â
Dalam Grebeg Suro Ponorogo juga diadakan festival reog.Â
Sebab nguri-uri kebudayaan daerah seperti reog Ponorogo merupakan implementasi dari melestarikan budaya bangsa.Â
Pukul 09.00 wib.Â
Di depan panggung besar dermaga Telaga Ngebel mulai terlihat kesibukan mempersiapkan acara larung Telaga Ngebel.Â
Pranata acara mengingatkan pengunjung untuk menjaga keselamatan pribadi maupun barang bawaan.Â
Acara dimulai dengan menyambut kedatangan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko bersama istri dan rombongan pengiringnya.Â
Rombongan Bupati diikuti arak-arakan bermacam gunungan yang disebut buceng agung.Â
Bagian terdepan diawali dengan seorang ksatria yang diiringkan oleh lelaki yang memayunginya.Â
Bagian depan ini disebut Suba Manggala.
Suba manggala juga biasa disebut cucuk lampah, atau pembuka jalan.Â
Tetapi suba manggala yang berasal dari dua kata suba dan manggala terasa lebih halus.Â
Suba berarti tata krama atau tata susila.Â
Sedang manggala berarti pemimpin.
 Sehingga suba manggala diartikan sebagai pemimpin yang penuh tata krama.Â
" Punang Buceng Agung cumondhok ing sasana! "
Pranata acara mulai bersuluk ketika Tumpeng akbar atau buceng agung sudah tiba di tempat.Â
Acara dilanjutkan dengan sambutan Pranata acara, Pembacaan doa, dan sambutan bapak bupati,serta laporan kesiapan suba manggala melaksanakan acara larung Telaga Ngebel.Â
Dalam sambutannya, Bupati Ponorogo, Bapak Sugiri Sancoko antara lain menyatakan:
"Acara larung Telaga Ngebel ini dijadikan doa yang dikemas dalam budaya. "
"Doa yang dikemas teatrikal. Acara ini bisa dijadikan pemikat wisata. Jangan dianggap syirik. Sebab merupakan wujud kepatuhan pada Sangat Hyang Widi, Gusti Allah."
"Juga kepatuhan pada para pendahulu dan nenek moyang kita."
"Di Telaga Ngebel ada perahu, ada larung, ada water Fountain (air mancur menari), ada air,ada Telaga, itu harus dimanfaatkan! "
"Telaga Ngebel harus semakin moncer dan josss...! "
Setelah Bupati menyelesaikan sambutannya, dan suba manggala menyatakan siap memulai acara, larung Telaga Ngebel dimulai.Â
Para penari bedoyo mengawali acara kirab buceng agung.Â
Kirab buceng agung ini dilaksanakan mengelilingi Telaga Ngebel.Â
Arak-arakan buceng Agung diiringi para kepala desa sekecamatan Ngebel.Â
Sementara kirab buceng agung mulai berangkat, di panggung utama diadakan pementasan reog.Â
Pementasan reog Ponorogo ini disajikan oleh Grup Reog Singo Budoyo dari desa Kepet.Â
Kira-kira satu jam kemudian, buceng agung telah kembali ke tempat pelarungan.Â
Prosesi larung Telaga Ngebel dimulai dengan memanjatkan doa-doa keselamatan dan keberkahan pada sang Maha pencipta sekaligus menyambut tahun baru saka, 1 Suro 1957, dan 1 Muharram 1445 H.Â
Pengunjung berkerumun. Buceng agung yang dilarung hanya satu. Sedang yang lain dibagikan ke pengunjung.
 Dalam pembagian buceng, Anak-anak dihimbau untuk tidak ikut di area, karena dikhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Â
Pelan-pelan buceng agung diturunkan ke air. Pergerakan buceng diiringi perahu naga dan dikawal paguyuban speedboat Telaga Ngebel.Â
Buceng agung mulai mengarah ke tengah Telaga, tempat prosesi larung dilaksanakan.Â
Akhirnya buceng agung selesai dilarung (ditenggelamkan).Â
Prosesi larung ini merupakan atraksi budaya yang ditujukan untuk memikat wisatawan, sekaligus doa untuk mohon keselamatan dan keberkahan dalam hidup. Rahayu...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H