Laut seakan bercerita tentang siapa yang menyapu raganya. Riak-riak kecil gelombang  yang menghantam kapal-kapal berjalan memeragakan keperkasaan atas dirinya. Kilaun mentari pagi ini bersinar cerah di atas awan yang jernih. Mudik tak sembarang mudik, saya akan berkisah tentang bagaimana rasa syukur dan sabar mendarat di tepian dermaga kemenangan. Maklum saya tinggal enggak di kota-kota amat tapi ibu kota masih mudah dijangkau. Sedangkan mudik di kampung yang kami tuju berada diseberang pulau, daerah yang terkategori tertinggal, terdepan dan terluar. Mungkin lebih tepatnya kami menyusuri alam asri yang permai bersama masyarakat adat yang akrab dengan alamnya.
Ombak dan Kegigihan Untuk Pulang
Saat ditengah perjalanan berlabuh, perut saya seakan digoncang gelombang berayun ditengah laut. Isi perut membuncah tanpa pekiraan, apa yang saya makan terkuras habis. Dalam benak terlintas: beginilah nelayan setiap hari, dihantam ombak mengais rezeki untuk keluarga. Karunia Allah yang luas, bentangan laut menyuguhkan segala macam jenis ikan segar tanpa permisi disusuri berapa banyaknya.
Jauh di seberang dekat dengan selat Malaka dan himpitan pulau pinggiran Sumatera kami berkelana. Menuju satu Kabupaten terpisah dari pusat Kota Kepulauan Riau. Perjalanan ditempuh dengan dua kapal yang berbeda, kami singgah ke pelabuhan Kecamatan Moro, selepas Asar speed boat tujuan ke Durai baru tersedia. Jadi, total durasi yang kami tempuh sekitar 8 jam perjalanan. 1 jam menempuh jalan darat selebihnya di lautan.
Â
Pulau Sunyi Menjaga Tradisi
Kabupaten Tanjung Balai Karimun, Kecamatan Durai, Kelurahan Semembang Pulau Sandam. Jauh dari akses listrik PLN menggunakan tenaga surya atau mesin diesel, susah sinyal hp untuk kartu provider plat merah dan ada mangrovenya. Pulau ini bahkan bisa dikelilingi dengan motor. Namun, keterbatasan itu dibayar lunas: keramahan warganya, alam yang terawat dan suasana hati yang membuat pulang sepenuhnya.
Gema Takbir Menyingsing, Â disambut Gemuruh Riuh Ombak
Lebaran di sini jauh berbeda dengan kota. Malam takbiran begitu semarak. Letusan kembang api meghiasi langit malam, sementara orang dewasa memukul bedug dan anak-anak membawa obor, membentuk barisan rapi berucap takbir menggema sambil membawa beduk dan obor keliling kampung. Keesokannya, suasana syahdu menyelimuti momen saling memaafkan. Pelukan hangat dan pecah tangisan tanda ketulusan hadir bersua.
Kali ini mata saya tersorot pada jajaran pohon kelapa menjorok ke garis pantai, pulau-pulau kecil membentang seperti karpet zamrud. Setiap pagi udara segar dan bersih menerpa wajah sejuk dan menyapa tubuh yang mungkin tertutupi debu kota. Hening mengamati alam tanpa suara bising kendaraan atau alat berat melintasi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!