Malam turun perlahan di Jalan Sultan Agung, Jambi. Jarum jam menunjuk 22.15 WIB. Pada Selasa, 29 Agustus 2023 itu, saya dan beberapa rekan dari Jakarta makan sate di kawasan kuliner malam Kota Jambi tersebut. Kami sudah dalam mobil hendak beranjak dari sana, tiba-tiba seorang pria tunanetra mendekat.
Ia menyandang gitar, dituntun seorang perempuan, yang kemudian saya ketahui sebagai anaknya. Pria tunanetra itu langsung menyapa Bang Acok. "Ke mana saja Bang Acok, sudah lama tidak ketemu," sapanya sangat ramah dengan dialek Jambi.
Iyan Buto Menyentuh Hati
Bang Acok yang memegang setir, membalas dengan senyum. "Baru balik dari Jakarta. Ni dengan beberapa kawan dari Jakarta," ujarnya sembari mengarahkan pandang ke kami yang berada dalam mobil. Iyan Buto, pria tunanetra itu, memainkan gitarnya.
muaro bungo medan berperang
jepang lah masuk belando lari
hilanglah bungo dek dapek tukaran
hilanglah bang acok ke mano cari
Sekitar dua menit, Iyan Buto memainkan gitar di samping mobil. Bang Acok dan kami yang berada dalam mobil, tercenung. Syair yang dibawakan Iyan Buto menyentuh. Kami semua terdiam, menyimak sepenuh hati. Beberapa kendaraan melintas, tapi tak mengurangi konsentrasi pria tunanetra yang berusia hampir 60 tahun tersebut.
"Tak usah ngamen sampai larut malam seperti dulu lagi," lanjut Bang Acok sembari menyelipkan sesuatu ke saku baju Iyan Buto. Pertemuan singkat yang menyentuh, sekaligus menumbuhkan spirit hidup. Dalam perjalanan dari kawasan kuliner malam Kota Jambi itu, Bang Acok bercerita bahwa Iyan Buto sudah tunanetra sejak lahir.
Ia boleh dibilang merupakan pengamen tetap di kawasan Jalan Sultan Agung yang merupakan pusat kuliner malam. Bang Acok mengenalnya sejak masih lajang. Karena sering ke sana, mereka akhirnya berteman. Menjadi kawan baik. Sering ngobrol, juga makan bersama.
Suatu hari di tahun 1990-an, Iyan Buto tertabrak sepeda motor di Jalan Sultan Agung tersebut. Penabraknya kabur. Kejadiannya sudah larut malam. Kebetulan Bang Acok melintas di sana. Iyan Buto pun ia bawa ke rumah sakit untuk dirawat.
"Uang saya saat itu tidak cukup untuk menutup biaya perawatan. Saya minta bantuan ke teman-teman untuk biaya rumah sakit dan biaya perawatan sampai Iyan Buto bisa kembali beraktivitas," ungkap Bang Acok mengenang.
Pengamen, Berkawan, dan Bersaudara