Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bang Acok, Iyan Buto, dan Sekeping Hati di Jambi

30 Agustus 2023   16:47 Diperbarui: 30 Agustus 2023   18:34 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiri-kanan: Bang Acok dan Iyan Buto, spirit kebersamaan dari Jambi. Foto: Isson Khairul 


Malam turun perlahan di Jalan Sultan Agung, Jambi. Jarum jam menunjuk 22.15 WIB. Pada Selasa, 29 Agustus 2023 itu, saya dan beberapa rekan dari Jakarta makan sate di kawasan kuliner malam Kota Jambi tersebut. Kami sudah dalam mobil hendak beranjak dari sana, tiba-tiba seorang pria tunanetra mendekat.

Ia menyandang gitar, dituntun seorang perempuan, yang kemudian saya ketahui sebagai anaknya. Pria tunanetra itu langsung menyapa Bang Acok. "Ke mana saja Bang Acok, sudah lama tidak ketemu," sapanya sangat ramah dengan dialek Jambi.

Iyan Buto Menyentuh Hati

Bang Acok yang memegang setir, membalas dengan senyum. "Baru balik dari Jakarta. Ni dengan beberapa kawan dari Jakarta," ujarnya sembari mengarahkan pandang ke kami yang berada dalam mobil. Iyan Buto, pria tunanetra itu, memainkan gitarnya.

muaro bungo medan berperang
jepang lah masuk belando lari
hilanglah bungo dek dapek tukaran
hilanglah bang acok ke mano cari

Sekitar dua menit, Iyan Buto memainkan gitar di samping mobil. Bang Acok dan kami yang berada dalam mobil, tercenung. Syair yang dibawakan Iyan Buto menyentuh. Kami semua terdiam, menyimak sepenuh hati. Beberapa kendaraan melintas, tapi tak mengurangi konsentrasi pria tunanetra yang berusia hampir 60 tahun tersebut.

"Tak usah ngamen sampai larut malam seperti dulu lagi," lanjut Bang Acok sembari menyelipkan sesuatu ke saku baju Iyan Buto. Pertemuan singkat yang menyentuh, sekaligus menumbuhkan spirit hidup. Dalam perjalanan dari kawasan kuliner malam Kota Jambi itu, Bang Acok bercerita bahwa Iyan Buto sudah tunanetra sejak lahir.

Ia boleh dibilang merupakan pengamen tetap di kawasan Jalan Sultan Agung yang merupakan pusat kuliner malam. Bang Acok mengenalnya sejak masih lajang. Karena sering ke sana, mereka akhirnya berteman. Menjadi kawan baik. Sering ngobrol, juga makan bersama.

Suatu hari di tahun 1990-an, Iyan Buto tertabrak sepeda motor di Jalan Sultan Agung tersebut. Penabraknya kabur. Kejadiannya sudah larut malam. Kebetulan Bang Acok melintas di sana. Iyan Buto pun ia bawa ke rumah sakit untuk dirawat.

"Uang saya saat itu tidak cukup untuk menutup biaya perawatan. Saya minta bantuan ke teman-teman untuk biaya rumah sakit dan biaya perawatan sampai Iyan Buto bisa kembali beraktivitas," ungkap Bang Acok mengenang.

Pengamen, Berkawan, dan Bersaudara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun