Mohon tunggu...
Isra Yuwana Tiyartama
Isra Yuwana Tiyartama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Membahas apapun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Alien Bertemu Alien, Mbokdhe Tumbaasss!

19 Juni 2022   00:08 Diperbarui: 19 Juni 2022   00:18 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aturan atau dogma ini saya layangkan pada salah satu benda yang bernama uang kertas. Dimana hampir mayoritas manusia memiliki persepsi bahwa uang kertas itu berharga. Uang kertas dipercaya memiliki nilai. 

Kondisi seperti ini berlangsung secara turun temurun dan jarang sekali ada manusia yang menanyakan ulang tentang uang kertas ini. Masyarakat hanya menerima begitu saja. Karena persepsi manusia diarahkan pada sesuatu yang apabila dipegang (dianut) oleh orang banyak pasti benar padahal belum tentu. Walaupun uang kertas dianut oleh banyak orang banyak, uang kertas bukanlah suatu kebenaran.

Saya rasa masyarakat harus menanyakan kembali benda yang dipake selama ini yakni uang kertas. Mislanya saja seperti pertanyaan yang pernah saya lontarkan dikala sendirian "Mengapa uang kertas bisa berharga padahal hanya kertas yang diprint?". Pada waktu itu satu pertanyaan ini membuat saya sedikit pusing untuk mencarii jawabannya dan akhirnya saya belajar sejarah tentang perkembangan uang melalui berbagai sumber, baik dari buku, website, youtube dan media yang lain.

Jawaban dari pertanyaan mengapa uang kertas bisa berharga adalah karena pada waktu itu nilai uang kertas adalah representasi dari emas. Uang kertas dijadikan sebagai alat perwakilan emas. Contohnya seperti ini, pada saat kita ingin menyimpan emas di salah satu tempat penitipan emas, maka kita akan diberi nota oleh tempat penitipan tersebut. Nah, nota penitipan tersebut memilki nilai sebesar emas yang disimpan dalam tempat penitipan tadi. Nota inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dari lahirnya uang kertas.

Intinya seperti itu. Kalau belum paham, mari saya tunjukan contoh yang lain. Misal kita memiliki tanah seluas 1 hektar. Dari 1 hektar tanah tadi kita buatkan sebuah sertifikat tanah. Kertas yang digunakan untuk membuat sertifikat tadi kira0kira berubah nilainya tidak? Tentu berubah, yang tadinya hanya sebuah kertas biasa berubah menjadi kertas yang mewakili tanah 1 hektar dan masih banyak contoh yang lainnya.

Kita balik lagi ke uang kertas. Dalam perkembangannya nampaknya uang kertas mengalami perubahan demi perubahan salah satunya adalah nilainya. Pada jaman dahulu, masyarakat mempercayai bahwa uang kertas itu nilainya sama seperti emas, nampaknya mengalami perubahan. Pada tahun 1970an uang kertas mengalami pergeseran fungsi sekaligus makna. Yang tadinya uang kertas itu representasi dari nilai emas berubah menjadi secarik kertas biasa. Uang kertas tersebut kembali lagi ke nilai asalnya yang secara fitrah tidak bernilai sama sekai.

Mengapa kertas tidak memiliki nilai? Ya karena mudah rusak, tidak tahan lama, mencarinya sangat mudah dan sebagainya. Nah, mengapa manusia pada era modern saat ini tidak banyak yang mengetahui uang kertas yang mereka gunakan saat ini? Padahal sudah jelas bahwa uang kertas sudah tidak lagi memiliki nilai karena peristiwa 1970 tersebut yang biasa dikenal pembatalan sistem Bretton Woods oleh Presiden Nixon.

Jika kita semua sudah memahami akan hal ini, sangat pantas sekali apabila kita menjuluki manusia seperti alien yang asing dengan lingkungannya sendiri. Jika kita paham pastilah kita akan senyum-senyum sendiri. 

Ilustrasi percakapan dibawah ini akan memberi kesan bagi kalian para pembaca artkel ini sekaligus menutup artikel ini. Saya mengilustrasikan ada dua orang pemuda bernama Adi dan Riko. Kedua pemuda tersebut ingin berbelanja di salah satu toko yang terdapat di desanya.

Singkat cerita mereka berdua sudah sampai ke toko tersebut dan ingin membeli snack atau jajanan ringan.

Adi: "Mbokdhe tumbass..!!" (Budhe beli)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun