Mohon tunggu...
Pelupessy Is
Pelupessy Is Mohon Tunggu... Penulis - is pelupessy

teruslah menulis, jika itu melenyapkan sunyi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jejak Orang Jawa di Ambon pada Abad 16

8 Oktober 2017   16:25 Diperbarui: 8 Oktober 2017   19:14 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kamerazenfone5.blogspot.com

Jejak orang Jawa di Ambon pada Abad 16

Jejak peradaban etnis Jawa di Maluku ternyata bukan hal yang baru, tepatnya di Pulau Ambon. Di jazirah HITU pulau Ambon bagian utara ada sebuah lingkungan bernama Kota Jawa. Jika di Minahasa jejak orang-orang Jawa bernama Pejaton (peranakan Jawa Tondano) yang keturunannnya berasal dari pembuangan pasukan Pangeran Diponegoro, yaitu Kyai Modjo (wakil Pangeran Diponegoro). Kini daerah Pejaton itu dengan keturanan Kyai modjo masih ada dan beranak pinak hingga sekarang, bahkan terjadi kawin silang dengan pendududuk setempat. Jika di Pejaton jejak keturunan orang jawa masih ada, lain halnya di Kota Jawa (Ambon) jejak orang-orang Jawa (keturunannnya) itu sudah tidak ada, yang ada hanyalah nama yang menjadi identitas bahwa zaman dahulu orang-orang Jawa pernah ada.

Tersebutlah dalam sejarah bahwa pedagang-pedagang Jawa yang membawa beras dan tenunan batik pelekat untuk ditukar dengan cengkih dari tanah hitu barangkali itulah sebabnya kawasan itu dikenal sebagai yang dinamakqn orang Kota Jawa seperti yg kita kenal saat ini. Kawasn Kota jawa itu tidak jauh dari kawasan pegunungan Wawoni yg ketika itu menjadi pusat pemerintahn Hitu. Disitulah Patih Putah HItu membuka sebuah madrasah untuk mengajarkan Islam. Ramailah madrasah ini dikunjungi oleh orang-orang Hitu dan sekitarnya belajar mengajar. Kegiatan Belajar di madrasah kotajawa itu sudah jauh berjalan, jauh sebelum datangnya penjajahan portugis (1512). Tetapi ketika terjadi perang Hitu (1572) melawan portugis , yang dibantu penduduk leitimor (Pulau Ambon bagian Selatan), Madrasah itu terhenti. Meskipun begitu madrasah tersebut sudah menghasilkan sejumlah ulamawan sebagai generasi penerus mengajarkan agama Islam bagi penduduk tanah hitu selanjutnya.
Zaman pasca portugis dari awal kekuasaan Belanda (1605) tidak terdengar lagi ada usaha orang membuka madrasah seperti pada zaman Patih Putah Hitu

Pati Puta atau Puta Latu sendiri dalam beberapa kisah dikisahkan sebagai murid Sunan Giri selain itu dialah yang mempopulerkan songkok/Kopiah yang dibawa dari Giri  ke Maluku yang kemudian di barter dengan cengkih kering, dikemudian hari ini menjadi cikal bakal songkok menjadi ciri khas nasional, selain itu Pati putah Hitu juga dikenal sebagai Pati Tuban teman Zainal abidin Sultan Ternate yang sama- sama berguru di Giri-Gresik. Kini kawasan Kota Jawa bertambah ramai aktivitasnya sebagai tempat pelabuhan perahu cepat atau oleh masyarakat kerap di bilang pelabuhan Speed Boat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun