Kendati yang mengunduh Aplikasi buatannya belum mencapai ribuan, dan bahkan aplikasi ini tak lagi tersedia di Google Paly Store, La Ode Mursalim berharap agar ikhtiar sederhana yang ia lakukan tidak berhenti sampai di sini.
"Saya juga telah diminta oleh masyarakat Buton untuk mengembangkan aplikasi kamus bahasa Buton sehingga memperbesar peluang aplikasi ini dapat berkembang ke dalam bahasa lain."
Ia berharap aplikasi yang ia buat pada ikhtiar berikutnya akan dapat menerjemahkan kalimat, bukan sekadar kata. Ia meyakini bahwa potensi pengembangan aplikasi bahasa daerah masih terbuka lebar sebab Indonesia kaya akan bahasa lokal. Selain Tolaki, di Sulawesi Tenggara misalnya masih ada bahasa Buton, bahasa Wakatobi, bahasa Cia-Cia, dan banyak lagi lainnya. Suatu saat kekayaan bahasa ini bisa dikemas dalam satu aplikasi terintegrasi dan interaktif semacam Duolingo sehingga lebih praktis.
Optimisme Mursalim perlu diapresiasi dengan dukungan promosi dan kampanye lebih masif pada pengembangan aplikasi berikutnya. Langkah kecilnya ini telah mengantarnya sebagai salah satu Penerima Apresiasi Tingkat Provinsi dalam SATU Indonesia Awards 2018 untuk kategori teknologi.
Apa yang dilakukan La Ode Mursalim bisa kita lihat sebagai sebuah proses untuk menyelamatkan bahasa daerah dari kepunahan, sebuah semangat bertahan, bukan semata-mata aplikasi canggih yang mungkin kini mudah dibuat atau diduplikasi. Lebih dari itu, kiprahnya menyuntikkan energi kecintaan pada khazanah daerah atau kearifan lokal yang bisa menjadi sumber daya kita untuk bangkit dan maju menuju target besar bersama-sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H