Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kakekku Seorang Marbut Masjid

20 April 2024   22:19 Diperbarui: 20 April 2024   22:57 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini adalah untuk mengenang kakek ku yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Rumah kakekku dekat dengan mesjid, kegiatan sehari-hari adalah menjadi tukang adzan, bersih-bersih dan juga memelihara mesjid bila ada kerusakan. Mesjid tersebut tidak digunakan untuk shalat jumat, tapi bila hari raya digunakan untuk shalat hari raya. Shalat berjamaah selalu dilaksanakan setiap shalat fardlu, dan beliau lah yang mengumandangkan adzan untuk mengajak shalat berjamaah.

Kakekku bukan seorang ustadz atau kiai. Beliau hanya seorang petani yang menggarap lahan orang lain. Tapi Alhamdulillah beliau bisa menyekolahkan anaknya sampai salah seorangnya menjadi sarjana dan anak-anaknya bisa mencari nafkah dan memiliki rumah sendiri. Keberkahan hidup itulah yang beliau rasakan hingga akhir hidupnya.

Keberkahan hidupnya dapat kami rasakan juga sebagai cucunya. Dengan menjadi petani di waktu pagi serta menjadi marbot ketika waktu luang ternyata menjadi suatu pengalaman dan pelajaran bagi anak cucunya. Kebiasaan adzan di setiap waktu shalat, mengumandangkan tarhim di waktu sebelum subuh membuat kakekku terkenal sampai kampung di sekitarnya. Membangunkan orang untuk shalat subuh dan mengajak warga sekitar untuk shalat berjamaah. Dengan panggilan adzan ini membuat warga sekitar mesjid selalu mendawamkan shalat berjamaah di awal waktu.

Beliau (kakekku) bukan tokoh masyarakat, hanya seorang marbut mesjid. Beliau tidak digaji atau diberikan tunjangan, hanya meyakini bahwa mengumandangkan adzan dan mengajak masyarakat untuk shalat atau bangun di awal pagi untuk beribadah adalah suatu ibadah dan kebaikan. Dan ganjaran di dunia adalah beliau merasa senang dapat membantu masyarakat untuk bangun lebih pagi, apalagi waktu itu masyarakat masih banyak berprofesi sebagai petani.

Mengenai anaknya kakekku yang sarjana, beliau waktu kuliah sempat tinggal di belakang mihrab mesjid. Tentu saja bagi kakekku yang berprofesi sebagai buruh tani, membiayai anaknya di sebuah perguruan tinggi cukup menguras biaya. Kebetulan di kampung sekitar perguruan tinggi tersebut ada mesjid yang dihuni oleh mahasiswa  sebagai marbot. Para mahasiswa ini menjadi tukang adzan, imam atau khatib dan juga guru ngaji bagi anak-anak sekitar mesjid. 

Pamanku tersebut sudah biasa menjadi tukang adzan, imam shalat dan mengajar ngaji karena merasakan bagaimana tugas marbot mesjid dilakukan. Walau pada akhirnya sebelum lulus beliau mendapat fasilitas tinggal di perumahan yang disediakan untuk tinggal sampai lulus. Tapi menjadi marbut mesjid merupakan berkah bagi pamanku untuk bisa tinggal tanpa uang sewa dan meringankan beban kakekku. Selain itu dengan tinggal di mesjid, pamanku bisa lebih bersosialisasi dengan warga sekitar, bahkan hikmah lainnya bisa mendapatkan jodoh dengan salah seorang warga sekitar setelah beberapa tahun lulus.

Sebagai cucu,  Aku pun merasakan bagaimana kehidupan kakekku sebagai marbot. Waktu kecil Aku suka menginap di rumah kakek dan ingin ikut bangun waktu sebelum subuh untuk ikut aktivitas kakek. Namun ternyata aku masih mengantuk dan tertidur ketika menunggu subuh, dan baru bangun ketika orang-orang sudah selesai shalat berjamaah. Dan itu terjadi beberapa kali sehingga kadang membuat aku tersenyum sendiri.

Begitu dekatnya aku dengan kakekku waktu sehingga aku merasa dekat dengan kakek dan ikut kakek kemanapun beliau pergi. Bahkan ketika kakekku menyambangi pamanku waktu sekolah dan kuliah di kota lain, aku kadang diajaknya pergi ke kota tersebut. Gen tukang adzannya sampai ke cucunya (diriku) sehingga aku pernah juara adzan di sekolahku, dan akupun sering mengganti adzan kakekku ketika aku masih tinggal dekat dengan mesjid.

Setelah beliau jarang adzan karena kondisi kesehatannya menurun, ternyata pengganti tukang adzan belum seperti kakekku dalam kesetiaannya adzan setiap awal waktu shalat. Sehingga kakekku kadang merasa kecewa bila tidak ada yang adzan bila waktu adazan tiba. Setelah ada yang menggantikannya adzan, maka beliau kadang menjadi imam shalat karena usia beliau sudah sepuh dan mengestafetkan kebiasaan adzannya. 

Kini beliau telah tiada, semoga amal baiknya selalu mengalir walaupun beliau telah tiada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun