Perjalanan bisnis Shofi dimulai pada bulan April 2025, ketika suaminya dirumahkan akibat efisiensi kerja dan ekonomi keluarga mulai goyah. "Waktu itu kami cuma punya modal Rp150 ribu," katanya mengenang. Dalam situasi serba terbatas, ia mencoba berinovasi dengan menjual cireng isi, camilan tradisional khas Sunda yang diberi sentuhan kekinian. Ia memulai dari hal sederhana: menawarkan produk lewat grup WhatsApp tetangga dan teman.
Ternyata, antusiasme pasar sangat tinggi. "Hari pertama jualan, 50 bungkus langsung habis dalam dua jam. Saya kaget tapi juga semangat," ujar Shofi. Dari momen itulah ia menyadari bahwa camilan tradisional, jika dikemas dan dipasarkan dengan cara yang tepat, masih sangat dicari dan disukai.
Setiap subuh, Shofi bersama suaminya mulai meracik 12 kilogram adonan dasar cireng. Setelah itu, adonan dibagi menjadi porsi 40 gram dan diisi dengan beragam varian mulai dari ayam pedas, sosis keju, sayur pedas, hingga jamur teriyaki. Agar praktis dan tetap higienis, adonan digoreng setengah matang dan dikemas dalam plastik food grade dengan sealer khusus.
"Rata-rata 900 sampai 1.000 potong terjual per hari. Dengan harga rata-rata Rp3.000 per potong, omzet kotor saya sekitar Rp3 juta," jelas Shofi. Meski terdengar sederhana, proses produksi mengikuti standar kebersihan UMKM. Ia menggunakan sarung tangan, penutup kepala (hair-net), dan menjaga sanitasi dapur secara disiplin. Ia bahkan berinvestasi pada blast freezer bekas seharga Rp3 juta yang kini jadi aset penting untuk menyimpan stok beku dan mengurangi risiko makanan basi.
Keberhasilan terbesar justru datang dari cara Shofi memanfaatkan ponsel. Ia memproduksi konten video sederhana namun menggugah selera---rekaman cireng yang digigit hingga keju meleleh, dengan latar musik kekinian. Video-video tersebut ia unggah ke TikTok, WhatsApp Status, dan Instagram Reels. Beberapa bahkan tembus satu juta tayangan hanya dalam hitungan hari.
Salah satu video dengan caption "Keju lumer di setiap gigitan, bikin nagih!" menjadi viral, mengundang ratusan pesanan dari warga Sidoarjo dan sekitarnya. Dari sana, nama "Alanstore" mulai dikenal luas, tak hanya sebagai penjual gorengan biasa, tapi sebagai UMKM camilan modern yang melek digital.
Fenomena ini sejalan dengan riset GoodStats yang menunjukkan bahwa UMKM yang memanfaatkan platform digital dan sistem pembayaran QRIS memiliki peluang pertumbuhan jauh lebih besar. Shofi sendiri menerima pembayaran melalui OVO, GoPay, hingga Dana, semua tanpa biaya tambahan pada konsumen. Hal ini membuat proses transaksi menjadi cepat, praktis, dan dipercaya pelanggan.
Pasar makanan ringan saat ini tak cukup hanya mengandalkan rasa gurih klasik. Menurut survei Populix-Foodizz, konsumen muda menginginkan camilan dengan pilihan rasa yang lebih variatif dan bahkan sehat. Shofi merespons tren ini dengan meluncurkan varian vegan-friendly, seperti cireng isi sayur pedas dan jamur teriyaki rendah minyak.
"Awalnya iseng, tapi ternyata varian sayur justru laku keras di kalangan anak muda dan ibu-ibu yang sedang diet," kata Shofi. Ia rutin memantau tren kuliner melalui hashtag seperti #healthyfood dan #streetfoodindo, serta membaca komentar dan feedback pelanggan untuk terus berinovasi.
Kini, varian vegan menyumbang sekitar 15% dari total penjualan hariannya---angka yang terus meningkat seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya pola makan sehat.