Mohon tunggu...
ismar indarsyah
ismar indarsyah Mohon Tunggu... -

rakyat biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pasal 33 UUD 1945 dan Semangat Anti-Liberalisme Ekonomi

19 Juli 2011   14:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:33 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menuju Launching Gerakan Pasal 33

Pada bulan September 1955, muncul perdebatan sengit antara Wilopo dan Widjoyo Nitisastro. Yang pertama adalah seorang negarawan nasionalis, sedangkan yang kedua adalah ekonom berhaluan liberal. Salah satu inti perdebatan mereka adalah azas ekonomi yang terkandung dalam pasal 33 UUD 1945.

Menurut Wilopo, azas ekonomi yang terkandung dalam pasal 33 UUD 1945 (pasal 38 UUDS 1950) adalah bertentangan (penentangan) terhadap liberalisme dan motif untuk mencari keuntungan pribadi. Bagi Wilopo, yang pernah menjabat Perdana Menteri antara tahun 1952-1953, penentangan terhadap liberalisme sesuai dengan latar-belakang revolusi Indonesia.

Sementara bagi Widjoyo Nitisastro, yang saat itu masih mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ekonomi UI, penafsiran terhadap azas ekonomi pasal 33 UUD tidak mesti menjadikan usaha swasta sebagai unsur ekonomi yang tidak sesuai. Meski begitu, pada tahun 1955 itu, Widjoyo Nitisastro masing mengakui perlunya negara dalam mengendalikan dan melaksanakan pembangunan ekonomi.

Empat puluha enam tahun kemudian, bertepatan dengan amandemen UUD 1945, kembali meletus perdebatan antara dua kubu ekonom dalam Tim Ahli Badan Pekerja (BP) MPR. Kubu pertama terdiri dari Mubyarto dan Dawam Rahardjo, sedangkan kubu lawannya terdiri dari lima ekonom, yaitu: Dr. Bambang Sudibyo, Dr. Syahrir, Dr.Sri Mulyani Indrasari, Didik J Rachbini, dan Dr. Sri Adiningsih.

Kubu Mubyarto kekeuh mempertahankan azas perekonomian yang berdasarkan kekeluargaan dalam pasal 33 UUD 1945. Sedangkan kubu lawannya, yang kelak menjadi begawan-begawan neoliberal, berjuang mati-matian untuk menghapus istilah azas kekeluargaan itu.

Karena kalah dari segi imbangan kekuatan, yaitu 2 versus 5, guru besar UGM itu pun memilih untuk mengundurkan diri. “Mereka alergi seperti menyentuh penyakit kusta dengan istilah azas kekeluargaan,” kata Prof Budyarto.

>>>

Semangat UUD 1945 tidak bisa dipisahkan dari dasar pembentukan negara Indonesia dan cita-cita mulai para founding father pada saat itu. Dalam bagian pembukaannya saja terdapat penegasan yang sangat kuat untuk menentang segala bentuk penjajahan (kolonialisme dan imperialisme).

Menurut Taufik Basari, seorang advokat dan penggiat HAM, semangat yang kuat untuk menentang penjajahan, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, juga diturunkan dalam pasal 33.

Dalam penjelasan yang asli, kata Taufik Basari, terkandung prinsip demokrasi ekonomi: produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau pemilikan semua angota masyarakat. Karenanya, kemakmuran semua oranglah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun