Kesehatan Mental Mahasiswa dan Kasus Bunuh Diri di UIN Raden Mas Said: Cermin Krisis Empati di Lingkungan Kampus
Muhammad Ismail Hady
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Tarbiyah, UIN Raden Mas Said Surakarta
Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir, isu kesehatan mental di kalangan mahasiswa semakin mendapat perhatian serius. Tekanan akademik, tuntutan sosial, serta kurangnya dukungan emosional sering menjadi pemicu meningkatnya gangguan psikologis pada mahasiswa. Fenomena tragis yang baru-baru ini terjadi di UIN Raden Mas Said Surakarta, di mana seorang mahasiswi dilaporkan meninggal dunia setelah melompat dari gedung laboratorium pada Jumat, 17 Oktober 2025, menjadi sorotan publik dan menggugah keprihatinan masyarakat kampus.
Menurut laporan Tempo (2025) dan Detik (2025), korban yang berusia sekitar 21 tahun merupakan mahasiswa Program Studi Psikologi semester lima. Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, tidak ditemukan indikasi tindak kekerasan atau keterlibatan pihak lain, sehingga peristiwa ini dikategorikan sebagai bunuh diri murni.
Tragedi ini tidak hanya menyisakan duka mendalam, tetapi juga menjadi refleksi penting tentang kondisi kesehatan mental mahasiswa di Indonesia. Kasus tersebut menandakan adanya urgensi dalam meningkatkan sistem dukungan psikologis dan membangun budaya empati di lingkungan kampus. Dengan demikian, pembahasan ini bertujuan untuk menelaah faktor-faktor yang mungkin berkontribusi terhadap peristiwa tersebut serta merumuskan langkah-langkah preventif yang dapat diterapkan oleh institusi pendidikan tinggi.
Pembahasan
1. Faktor Psikologis dan Sosial
Berdasarkan laporan Suara Surakarta (2025), korban diketahui memiliki riwayat gangguan bipolar dan telah menjalani pendampingan dengan psikolog serta psikiater. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesehatan mental bukan hanya persoalan individu, tetapi juga berkaitan dengan sistem dukungan yang tersedia di sekitarnya. Menurut WHO (2023), gangguan bipolar merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya risiko bunuh diri di kalangan muda, terutama ketika individu merasa terisolasi atau tidak mendapatkan dukungan sosial yang cukup.
Selain faktor psikologis, aspek sosial memiliki peran penting. Tekanan akademik, ekspektasi keluarga, serta stigma terhadap gangguan mental di masyarakat masih menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk mencari pertolongan. Di banyak kampus, mahasiswa yang mengalami tekanan emosional sering kali memilih diam karena takut dianggap lemah atau tidak mampu beradaptasi. Ini justru memperburuk kondisi mental dan dapat berujung pada tindakan ekstrem seperti bunuh diri.
2. Tanggapan Institusi dan Budaya Kampus
Pihak kampus UIN Raden Mas Said menyatakan bahwa korban telah mendapatkan penanganan medis dan psikologis selama beberapa tahun terakhir (Detik, 2025). Kasus ini mengindikasikan bahwa mekanisme dukungan yang ada masih belum optimal. Layanan konseling kampus sering kali hanya bersifat administratif atau reaktif, bukan preventif dan berkelanjutan.