Mohon tunggu...
Indra Sastrawat
Indra Sastrawat Mohon Tunggu... Administrasi - Wija to Luwu

Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis - UNHAS. Accountant - Financial Planner - Writer - Blogger

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Toilet di Negeri "Petrodollar"

27 November 2017   15:40 Diperbarui: 27 November 2017   18:00 4488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Toilet di Rest Area antara Jeddah dan Madina. Dokpri

Hal pertama terpikirkan begitu tiba di bandara Jeddah adalah toilet. Lebih 13 jam di atas udara melintasi negeri antah berantah adalah sebuah perjuangan berat. Apalagi berangkatnya tengah malam, wuih kebiasaan pagi harus ditahan sampai semua otot bergetar dan keringat dingin bercucuran. Ditambah kondisi toilet di pesawat yang jorok. 

Saya pikir ketika mampir di bandara Ahmedabad di India penumpang diizinkan ke toilet. Rupanya tidak. Terpaksa hajat harus ditahan. Pernah teman cerita, ada salah satu jemaah umroh yang nenek-nenek kebelet pipis diatas pesawat, tanpa banyak tanya nenetk tersebut pipis di koridor, sontak pramugari dan penumpang histeris ketakutan, takut kalau kabel korslet.

Bandara King Abdul Azis merupakan bandara internasional, namun betapa terkejutnya saya mendapati toilet yang jauh dari standar toilet di bandara internasional, toiletnya sekelas toilet di terminal Daya Makassar. Kebersihan tidak terjamin. Saya bahkan tidak menemukan petugas kebersihan di depan toilet seperti di bandara di negeri kita. Saya yakin orang Saudi akan terkejut bila mampir di Bandara Sepinggan di Balikpapan, toilet yang bersih, kinclong, wangi bahkan berlatar gambar 3 dimensi.

Di tempat-tempat persinggahan rest area, saya juga menemukan pengalaman yang hampir sama, jangan membayangkan toilet disana ada keramik yang enak dipandang mata, boro-boro yang ada toilet yang kurang bersih , untungnya di Saudi yang gersang, air bersih cukup melimpah. Saya sama sekali tidak merasakan kekurangan air selama di Saudi. 

Persepsi saya mengapa orang Saudi tidak "mempercantik" toilet umum mungkin karena anggapan bahwa toilet adalah tempat tinggal jin, sehingga tidak pantas dipercantik sehingga membuat orang berlama lama di dalamnya. Kedua, bisa jadi karena petugas kebersihannya kebanyakan berasal dari negeri yang urusan sanitasinya kurang bagus. Ketiga mereka tidak ingin menghamburkan duit untuk urusan "kotor" seperti ini.

Bisa jadi memang kultur dan mindset orang Saudi yang belum berubah. Standar pelayanan di Saudi tidak sebagus negeri jirannya. Konon di Dubai yg juga negeri Arab, toiletnya kinclong dan wangi. Mungkin benar ungkapan, kalau mau lihat kualitas kebersihannya suatu negara, pertama lihat toilet di bandaranya. Mungkin karena itu kualitas Saudi Airlines jauh dibawah Fly Emirates atau Etihad Airways.

Di hotel kami tinggal, di Madinah bintang 4 dan Mekah bintang 5, fasilitasnya berstandar internasional mirip hotel-hotel berkelas di tanah air termasuk toilet. Jadi urusan buang hajat sebisa mungkin dilakukan di penginapan, apalagi jaraknya cukup dekat dari masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Di dua masjid yang dihormati ini, toilet lumayan bersih walau masih kalah dibanding di masjid besar di Indonesia.

Petunjuk arah menuju toilet di Masjid Nabawi, sayang sekali kodisi toilet yg berada di bawah tidak sebagus kondisi bangunan di bagian atas(Foto: Koleksi pribadi)
Petunjuk arah menuju toilet di Masjid Nabawi, sayang sekali kodisi toilet yg berada di bawah tidak sebagus kondisi bangunan di bagian atas(Foto: Koleksi pribadi)
Namun pernah beberapa kali terpaksa memakai toilet di masjid Nabawi, mungkin karena kebanyakan minum air zam-zam yang sediakan di banyak tempat. Dengan tergesa gesa saya menuju ke toilet di lantai bawah, antrian cukup banyak, sambil menunggu antrian, kasak-kusuk kegiatan dalam toilet bisa didengar dengan jelas, proses "pengemboman" yang nyaring kadang membuat orang yang menunggu di depan pintu memilih kabur.

Beberapa kali saya melihat orang-orang saling rebutan masuk toilet. Dengan beragam bangsa dengan kultur dan attitude yang berbeda sangat sulit memahamkan kebiasaan antri tersebut. Jemaah umroh dari Indonesia termasuk yang sering mengalah dalam persoalan ini. Saya pernah mengalami kejadian tidak mengenakan saat mengambil Miqot di Masjid Birr Ali, saat asyik mandi, salah satu jemaah umroh dari Turki mengetuk pintu berkali-kali, ah rupanya dia tidak biasa dengan antrian. Di lain waktu, seorang lelaki Arab yang tergesa-gesa tak sengaja membuka toilet yang rupanya tidak terkunci, penghuninya kaget luar biasa, dia mengoceh dalam bahasa urdu, Si Arab membalasnya dengan bahasa Arab, seru bukan... terserah kalian.

Selama 12 hari di Saudi saya tidak menemukan kloset gantung yang biasa dipakai laki laki. Bisa dimaklumi karena kebiasaan pipis berdiri bukan anjuran dalam islam. Jadinya semua kegiatan buang hajat harus dilakukan di dalam toilet yang kondisinya menyedihkan. Dengan jumlah jemaah yg buanyak begitu, kebayang bagaimana rumitnya antrian itu. Saling dorongpun sulit dihindari. Entah bagaimana perasaan jemaah dari Eropa atau negeri Asia yang memiliki sanitasi modern harus menghadapi kenyataan. Semoga mereka bersabar.

Dengan uang yang melimpah dari minyak dan peziarah, mestinya Saudi bisa memperbaiki fasilitas toilet mereka. Semoga angin reformasi yang tengah berhembus juga berdampak positif pada pelayanan khususnya toilet. Toh hampir semua teknologi canggih mulai dari kereta api cepat sampai mengubah air laut jadi air tawar bisa mereka lakukan, masa mereka gak bisa mengubah yang satu itu setidaknya ingat hadits Kebersihan sebagian dari iman. 

Salam

Catatan Umroh bulan Maret 2017

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun