Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saya dan BMI Hong Kong

16 Juni 2012   19:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:54 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari sekian banyak kisah sedih tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Hong Kong menghadirkan potret yang menyenangkan. Informasi semacam ini sudah saya dapat saat bekerja di sebuah majalah bulanan sekitar tahun 2004. Waktu itu, seorang teman yang baru saja pulang dari perjalanan dinas di Hong Kong bercerita, para pembantu rumah tangga di kota beton ini memiliki kebebasan yang di negara lain masih mahal harganya--bahkan mustahil diraih. Di Hong Kong, para 'helper' memiliki waktu libur satu hari penuh dalam seminggu. Di hari libur, mereka bebas keluar dan melakukan apapun yang diinginkan. Mereka tidak lagi berkutat dengan pekerjaan harian. Tidak terikat dengan peraturan majikan yang selama enam hari sebelumnya harus dijalankan dengan penuh kedisiplinan. Itulah yang menyebabkan populasi tenaga kerja wanita sektor informal di kota ini terus bertumbuh pesat. Hingga saat ini, dari Indonesia saja sudah tercatat sekitar 150 ribu warga Indonesia yang bekerja di rumah-rumah warga Hong Kong. Kalau dihitung berdasarkan warga asing yang menetap di sana, warga Indonesia berada di urutan pertama! Begitu informasi yang saya peroleh dari teman-teman Kompasianer yang bekerja di Hong Kong. Sementara Dompet Dhuafa Hong Kong, salah satu organisasi sosial terbesar asal Indonesia, mencatat ada sekitar 300.000 pembantu rumah tangga yang kini bekerja di HK, mayoritas dari Indonesia (136.000) dan Filipina. Maka bila Anda ke Hong Kong, pastikan bisa melewatkan hari Minggu di taman kota Victoria di Causway Bay. Taman luas yang dilengkapi dengan fasilitas umum yang terawat ini dalam sekejap akan menjadi 'Taman Indonesia'. Wajah wanita Indonesia berkumpul berkelompok di setiap sudut taman. Mereka menggelar alas di atas rumput atau sekedar duduk-duduk di bangku dan tepi air mancur. Ada juga beberapa wanita yang duduk berduaan di pojok-pojok tertentu-layaknya sepasang kekasih! Menurut teman saya, para pekerja Indonesia di Hong Kong pada umumnya senang membaca dan berorganisasi. Dari situ lahirlah banyak organisasi yang dibuat oleh dan untuk kepentingan mereka. Juga terbit beberapa media massa berbahasa Indonesia dalam bentuk tabloid maupun majalah. Ada yang terbit dua mingguan ada yang bulanan. Lalu bagaimana kesan saya saat pertama kali bertemu dengan mereka? Kesan saya kurang lebih sama dengan gambaran yang diberikan teman saya delapan tahun silam. Bedanya, saya menemukan wanita-wanita yang tidak hanya gemar membaca, tapi gemar menulis. Dan yang saya temui bukan sembarang orang Indonesia, tapi para pencari nafkah yang pandai memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi untuk berbagi dan berinteraksi di dunia maya. Dengan adanya dukungan penuh pemerintah Hong Kong terhadap para tenaga kerja asing, mereka bisa mengakses internet di rumah, baik lewat ponsel maupun komputer pribadi. Pemikiran, pengalaman dan karya tulis  mereka bisa dengan mudah ditemui di Kompasiana. Kebebasan berinteraksi dan berorganisasi di negeri orang juga menjadi modal penting bagi mereka dalam menumbuhkan sikap positif, memperluas wawasan dan mengasah kemampuan serta menambah keahlian. Semua itu dengan mudah saya lihat di wajah para Kompasianer yang ikut kumpul dalam acara kopi darat yang digelar tiga bulan lalu. Saya bahkan hampir tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya berasal dari kelompok yang selama ini dipandang sebelah mata, bahkan sering dizolimi, tidak hanya oleh orang asing tapi juga oleh bangsa sendiri. Tapi karena tinggal di kota yang menghormati manusia apa adanya, mereka terhindar dari perlakuan buruk seperti yang dialami oleh tenaga kerja Indonesia di negara lain. Bahkan tidak sedikit dari para buruh migran Indonesia di Hong Kong yang mampu melanjutkan kuliah sambil kerja dan meraih gelar sarjana di sana! Lebih dari itu, saya menangkap kesan, pekerja Indonesia yang bekerja di sana telah berhasil mencuri hati warga Hong Kong. Seorang warga Hong Kong yang menemani saya selama berada di kawasan Disneyland Hong Kong menuturkan, para pekerja Indonesia disenangi oleh majikannya karena mereka bekerja dengan sungguh-sungguh dan dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan sesuatu yang sakral bagi warga Hong Kong. Dan kemampuan pekerja Indonesia dalam menjaga kepercayaan diakui lebih baik dibandingkan pekerja dari negara lain, misalnya pekerja dari Filipina. Mungkin yang dimaksud dengan 'dapat dipercaya' oleh teman tadi adalah dedikasi tinggi, keikhlasan dan kedisiplinan dalam bekerja. Karena setidaknya saya juga merasakan kehangatan yang diberikan oleh teman-teman Kompasianer selama berada di sana. Mereka tidak hanya menyambut kedatangan teman dari Indonesia dengan tangan terbuka. Tapi juga senang membantu, sehingga urusan tamunya menjadi lebih mudah. Saya sendiri merasakan kemurahan hati Fera Nuraini dan Ani Ramadhani, dua Kompasianer di Hong Kong. Mereka meluangkan waktu untuk menemani saya selama berada di Hong Kong. Tentu bukan hal yang  mudah,  karena mereka terikat dengan waktu kerja selama enam hari penuh. Dan usai kumpul-kumpul di taman Victoria bersama sekitar 15 Kompasianer dan puluhan anggota komunitas Dompet Dhuafa Hong Kong, saya pun diantar ke bandara oleh teman-teman Kompasianer. Udara dingin yang menyelimuti Hong Kong waktu itu terasa hangat berkat kebaikan dan persahabatan dari teman-teman Kompasianer di sana. Berikut saya sertakan foto-foto kehangatan sambil bersiap-siap berangkat ke Hong Kong, mulai 19 Juni 2012 nanti. [caption id="attachment_182990" align="aligncenter" width="600" caption="Kopdar di Victoria Park, Causway Bay, Hong Kong"][/caption] [caption id="attachment_182991" align="aligncenter" width="600" caption="Kopdar di Victoria Park, Causway Bay, Hong Kong"]

1339873599146267006
1339873599146267006
[/caption] [caption id="attachment_182993" align="aligncenter" width="600" caption="Foto-foto dulu pakai kaos Kompasiana"]
13398736481461853981
13398736481461853981
[/caption] [caption id="attachment_182994" align="aligncenter" width="600" caption="Foto-foto lagi sambil berdiri.."]
1339873672250781802
1339873672250781802
[/caption] [caption id="attachment_182995" align="aligncenter" width="600" caption="Foto bareng Fera dan Ani dengan pemandangan kota yang indah.."]
1339873711621808647
1339873711621808647
[/caption] [caption id="attachment_182996" align="aligncenter" width="600" caption="Kumpul di bandara Hong Kong bareng Dwi, Dea, Ani, Fera."]
13398743361287035790
13398743361287035790
[/caption] Buat teman-teman Kompasianer di Hong Kong, sampai ketemu lagi minggu besok.... Sebelumnya: Antara TKW dan BMI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun