Mohon tunggu...
Iskandar Fasad
Iskandar Fasad Mohon Tunggu... -

freelancer di beberapa media, pemerhati sosial budaya Aceh, penggemar sate matang, pembenci kekerasan dan pelanggar HAM.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi "Meugang" dan Janji Doto Zaini

9 Juli 2013   12:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:48 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13733475301211283099

[caption id="attachment_265573" align="alignnone" width="600" caption="Meugang di Aceh (antara.com)"][/caption]

Bagi masyarakat Aceh, meugang adalah sebuah tradisi turun temurun masyarakat Aceh dalam menyambut datangnya bulan suci ramadhan. Hal tersebut dibuktikan dalam sebuah catatan berjudul The Acehnese (Snouck Hurgronye 1906) menyebutkan bahwa tradisi meugang adalah tradisi/perayaan utama orang Aceh selain menyambut malam lailatul qadar, Idul Fitri dan Idul Adha yang telah ada sejak abad ke-17.

Meugang sendiri adalah kegiatan menyembelih sapi jantan pilihan yang akan digunakan pada saat perayaan memasuki bulan suci ramadhan untuk dimasak dengan berbagai macam jenis makanan tradisi Aceh. Biasanya sapi jantan akan dibawa ke pasar hewan dan dinilai berat serta harganya oleh para pedagang hewan untuk selanjutnya disembelih. Daging-daging sapi itu selanjutnya menjadi rebutan laki-laki Aceh untuk dibawa pulang ke keluarganya. Sebab bagi laki-laki Aceh, daging sapi meugang merupakan simbol kehormatan laki-laki Aceh, oleh karenanya semakin banyak daging yang dibawa maka semakin tinggi kehormatan laki-laki itu di mata istri dan mertuanya. Oleh karenanya, saat meugang, berapapun harga daging sapi di Aceh, tetap menjadi rebutan untuk dibeli.

Berbicara kehormatan laki-laki dan tradisi meugang di Aceh, tentu dapat dimaknai sebagai bentuk tanggung jawab dalam memenuhi janji seorang laki-laki sebagai pemimpin/kepala rumah tangga kepada anggota keluarganya. Jika dimaknai lebih luas, adalah wujud perhatian pemimpin kepada rakyatnya. Terkait dengan itu, kemarin ratusan rakyat Aceh berkumpul di depan meuligo Gubernur Aceh, Zaini Abdullah untuk menuntut uang "meugang" yang konon kabarnya dijanjikan beliau melalui selebaran maupun sms. Entah hal ini merupakan provokasi atau bukan dari orang-orang yang tak bertanggung jawab, yang jelas masyarakat sudah terlanjur berkumpul di meuligo. Gubernur Aceh sendiri menyatakan bahwa dirinya tidak pernah merasa menjanjikan untuk memberikan uang meugang kepada masyarakat Aceh.

Memang, jika dilihat dari peristiwa kemarin tersebut, selebaran maupun sms yang menyatakan bahwa Doto Zaini akan membagikan uang meugang adalah gurauan yang sangat tidak lucu. Bagaimana tidak? banyak orang sudah berkumpul dengan harapan dapat membawa uang untuk membeli setidaknya sekilo daging sapi meugang terpaksa pupus. Apalagi, daging meugang merupakan simbol kehormatan laki-laki Aceh dihadapan keluarganya. Gubernur Aceh pun dibuat kebingungan dengan berita ini. Namun demikian, terlepas dari provokasi "bagi-bagi daging meugang" tanggung jawab dalam memenuhi janji seorang pemimpin, sekali lagi menjadi persoalan serius bagi Pemerintah Aceh pada umumnya, khususnya Gubernur Aceh sendiri. Janji-janji kesejahteraan masyarakat tanpa terasa sudah setahun tidak tersentuh. Janji 1 juta/kk di Aceh pun terbawa angin entah kemana. Tak heran jika rakyat Aceh ada yang berteriak kemarin,"Bagaimana mau memenuhi janji 1 juta/kk jika 100 ribu saja tidak bisa dipenuhi?"

Ironis memang, tapi itulah realitas yang terjadi di Aceh. Setiap kekuasaan selalu disertai dengan beban tanggung jawab yang maha dahsyat. Oleh karenanya dituntut seorang pemimpin yang mampu menggunakan kekuasaannya tersebut semata-mata demi kemakmuran rakyat bukan untuk kepentingan pribadi apalagi kelompoknya sendiri. Gubernur Aceh, Zaini Abdullah perlu untuk mawas diri dan introspeksi setelah satu tahun berjalan, apa yang sudah dicapainya untuk kemakmuran rakyat Aceh? Jika masih sulit juga untuk menjawabnya, datanglah ke rumah-rumah masyarakat Aceh yang masih sangat miskin dan mungkin tidak terfikir untuk membeli daging meugang, dan langsung bertanya,"Bagaimana saya (pemerintah Aceh) dapat membantu memperbaiki keadaan bapak sekeluarga?" Sekedar mengingatkan bahwa janji adalah hutang. Apalagi janji seorang laki-laki sebagai pemimpin yang menjadi simbol kehormatan bagi "keluarganya".

(atjehgroup)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun