Mohon tunggu...
Isharyanto Solo
Isharyanto Solo Mohon Tunggu... Penulis

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Sinyal Tak Sampai, Negara Tak Hadir

1 Juli 2025   07:14 Diperbarui: 1 Juli 2025   07:14 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Apa artinya pembangunan kalau warga desa masih belum bisa membuka laman sekolah anaknya? Apa gunanya transformasi digital kalau tak semua orang diajak masuk ke gerbong? Dan untuk siapa internet kalau sinyal tak pernah sampai ke dusun?

Angka dari BPS (2023) sebenarnya memberi harapan: 78 dari 100 rumah tangga Indonesia sudah tersambung ke internet. Tapi begitu dibedah, ketimpangannya telanjang. Di kota, 86 rumah dari 100 sudah terhubung. Di desa? Hanya 67. Artinya, hampir empat dari sepuluh rumah tangga desa masih hidup di luar jaringan. Belum mengenal e-learning, belum bisa daftar Kartu Indonesia Pintar, apalagi konsultasi ke dokter via daring.

Di ruang kebijakan publik, ini bukan cuma soal teknis. Ini soal keadilan. Bowman dan West (2021) mengingatkan bahwa pelayanan publik yang baik menuntut tanggung jawab etis. Sementara McMenemy (2022) menegaskan bahwa universal service obligation bukan kebijakan opsional, melainkan jaminan hak dasar. Fuchs (2021) menyebutnya sebagai pondasi demokrasi digital, dan Pang et al. (2024) menyebut digitalisasi harus ditimbang dalam timbangan keadilan sosial. Maka kalau ada warga yang terputus dari jaringan, yang gagal itu bukan menara. Tapi negara.

Lihat India. Lewat kampanye Digital India, mereka membangun ekosistem digital untuk layanan dasar (Ashok, 2022). Tapi, Dutta dan Das (2025) mencatat: ketimpangan gender masih menganga. Literasi digital rendah di kelompok miskin juga disebut James (2021) sebagai akar eksklusi. 

Vietnam bergerak cepat dalam kesiapan institusi dan ekosistem bisnis digital (Nguyen & Dang, 2025), meski tetap rapuh di luar kota (Chuc & Anh, 2023). 

Di Tiongkok, proyek Broadband China tak hanya membuka lapangan kerja daring (Jin et al., 2023), tapi juga mengurangi intensitas energi nasional (Hong et al., 2023). Tapi, seperti dicatat Ranchords (2022), akses teknis belum tentu inklusi sosial---karena bisa jadi yang terkoneksi pun tetap merasa tersingkir.

Indonesia bagaimana? Kita punya proyek BTS untuk wilayah 3T. Apnitami dan Wibisono (2023) mencatat hasilnya positif. Tapi masih ada pekerjaan rumah. Rahman et al. (2024) menunjukkan regulasi kita belum sinkron. Rizky (2025) menyebut strategi digital nasional masih tertahan di atas kertas. Bahkan, Pangestu dan Christin (2022) melihat kampanye literasi digital Kominfo (sekarang Komdigi) terlalu bersifat seremonial. Sementara itu, keamanan data belum kokoh secara hukum (Marune & Hartanto, 2021).

Maka dari itu, pembelajaran bagi Indonesia justru datang dari keberagaman pengalaman tadi. India mengajarkan pentingnya keberanian politik. Vietnam menunjukkan kekuatan kolaborasi institusi. Tiongkok membuktikan bahwa infrastruktur digital bisa jadi alat pembangunan ekonomi. Tapi, semuanya juga memperingatkan: koneksi tanpa keadilan adalah jebakan. Ranchords (2022) menyebutnya sebagai inklusi semu.

Indonesia tidak cukup hanya membangun kabel dan menara. Yang dibutuhkan adalah politik keberpihakan---bahwa internet bukan sekadar layanan, tapi hak. Dan seperti dicatat Ali (2023), e-demokrasi hanya mungkin hidup kalau akses dan keadilan berjalan beriringan. Karena pada akhirnya, negara harus hadir bukan sebagai penyedia sinyal, tapi sebagai penjaga agar tak ada warga yang tertinggal di era digital ini.

Daftar Pustaka

Aanestad, M., Kankanhalli, A., Maruping, L., Pang, M. S., & Ram, S. (2021). Digital technologies and social justice. MIS Quarterly, 17(3), 515--536.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun