Mohon tunggu...
Isharyanto Solo
Isharyanto Solo Mohon Tunggu... Penulis

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Ketergantungan Gandum

24 Juni 2025   19:03 Diperbarui: 24 Juni 2025   19:03 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mengapa bangsa yang selama ratusan tahun hidup dari beras kini berbondong-bondong berpaling ke gandum? Pertanyaan ini mencuat ketika konsumsi beras per kapita Indonesia justru terus menurun, sebaliknya konsumsi produk berbasis gandum melonjak drastis. Menurut laporan Dimas Andi (2024), hingga September 2024, impor gandum Indonesia telah menembus 9,45 juta ton, menunjukkan bahwa bahan pangan ini secara diam-diam telah menyusup ke dapur rumah tangga Indonesia. Fenomena ini tak hanya mengubah pola konsumsi, tetapi menyingkap kerentanan struktural dalam sistem pangan nasional yang selama ini terlalu berorientasi pada satu komoditas, yakni beras (Priyambodo, 2024).

Kondisi ini berbahaya bukan hanya karena melemahkan produksi pangan lokal, tetapi juga karena menciptakan ketergantungan akut terhadap pasar global. Sebagaimana dicatat Gita Dwi Auliani dan Aldi Akbar (2024), pasca pecahnya konflik Rusia-Ukraina, Indonesia mengalami peningkatan risiko harga gandum yang fluktuatif dan pasokan yang tak pasti. Situasi ini menguras devisa dan menggantungkan stabilitas pangan nasional pada dinamika geopolitik luar negeri.

Kebijakan pangan yang terlalu bergantung pada impor bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional. Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Ruslina, 2012; Farhani & Chandranegara, 2019). Ketika kebijakan pangan tidak berpihak pada petani dan tidak membangun sistem produksi lokal yang kuat, negara kehilangan kendali atas pemenuhan hak dasar warganya.

Perspektif food sovereignty menjadi penting dalam membaca persoalan ini. Syahyuti et al. (2015) menyatakan bahwa kedaulatan pangan harus menjadi dasar dari ketahanan pangan nasional. Ini sejalan dengan argumen La Via Campesina yang menekankan pentingnya hak negara dan masyarakat untuk menentukan sistem pangan mereka sendiri (Borras et al., 2015; Joyner et al., 2024). Dalam konteks Indonesia, upaya diversifikasi pangan lokal telah lama diwacanakan, namun belum menjadi arus utama kebijakan. Wardhana et al. (2022) menyarankan bahwa strategi diversifikasi berbasis pangan lokal dapat menjadi benteng terhadap krisis pangan global, meskipun pelaksanaannya seringkali terkendala oleh rendahnya daya dukung regulasi dan infrastruktur.

Bandingkan dengan Yordania, yang meski memiliki keterbatasan sumber daya alam, mengembangkan sistem cadangan gandum strategis sebagai tameng terhadap krisis pangan (Khader et al., 2019; Falade-Obalade & Arora, 2012). Kendati masih bergantung pada impor, Yordania menunjukkan pentingnya tata kelola rantai pasok yang solid dan transparan (Ahmed et al., 2013).

India mengambil langkah lebih berdaulat. Tripathi dan Mishra (2016) menunjukkan bahwa melalui skema Public Distribution System, India tidak hanya menjaga produksi gandum lokal, tetapi juga mengalirkannya secara langsung ke masyarakat miskin. Meski sistem ini tak lepas dari kritik, efisiensi dan integrasi dengan kebijakan sosial menjadikannya contoh penting bagi negara berkembang lainnya. Mottaleb et al. (2023) menambahkan bahwa India akan tetap menjadi kekuatan gandum hingga 2050, menunjukkan keberhasilan intervensi kebijakan sejak dekade sebelumnya.

Tiongkok juga tidak tinggal diam. Studi Huang et al. (2017) dan Carter & Zhong (1999) menyoroti bagaimana negeri itu memadukan perlindungan produksi domestik dengan intervensi teknologi untuk meningkatkan produktivitas. Bahkan, jejak ekologis Tiongkok akibat konsumsi dan impor biomassa termasuk gandum diakui semakin besar, namun tetap dikelola dalam kerangka strategi nasional yang terencana (Wang et al., 2024; Chen et al., 2018).

Dari ketiga negara tersebut, Indonesia dapat menarik pelajaran penting. Pertama, sebagaimana ditunjukkan oleh Anugraheni et al. (2023), determinan utama impor gandum Indonesia adalah kebijakan yang gagal menciptakan substitusi lokal secara kompetitif. Kedua, sebagaimana dicatat oleh Mustafin et al. (2022), strategi import substitution policy secara terencana dapat mendorong pertumbuhan ekonomi domestik jika dibarengi dengan keberpihakan fiskal dan infrastruktur.

Tantangan berikutnya adalah iklim. Krisis lingkungan global mengancam bukan hanya produksi lokal, tetapi juga stabilitas pasokan pangan internasional. Studi Lima et al. (2011) menunjukkan bagaimana ekspansi pangan berbasis ekspor seperti kedelai di Brasil justru berdampak negatif pada deforestasi dan ketimpangan sosial. Ini mengingatkan Indonesia agar tidak terjebak pada logika pangan berbasis pasar bebas semata, tetapi membangun sistem pangan berbasis komunitas, keberlanjutan, dan kemandirian (Minkoff-Zern et al., 2024; Kass, 2023).

Sebagaimana dicatat Elake et al. (2022), perjuangan petani transnasional dalam gerakan La Via Campesina adalah cerminan bahwa kedaulatan pangan bukan hanya isu nasional, melainkan global. Ketika negara gagal melindungi sistem pangan domestik, yang terjadi bukan hanya kerawanan, tetapi ketimpangan akses dan eksploitasi ekologis yang sistematis (Bohstedt, 2016).

Maka, jawaban atas migrasi konsumsi ke gandum bukanlah melarangnya, tetapi menata ulang sistem pangan nasional secara utuh. Ini bukan semata-mata urusan pertanian, melainkan urusan konstitusi, kebijakan fiskal, kedaulatan ekonomi, dan keadilan sosial.


Daftar Pustaka


Ahmed, G., Hamrick, D., Guinn, A., Abdulsamad, A., & Gereffi, G. (2013). Wheat value chains and food security in the Middle East and North Africa region. Soc Sci Res, 1, 1-51.

Anugraheni, Z., Darwanto, D. H., & Rohmah, F. (2023). Determinants of Indonesia's Wheat Imports. Journal of Agribusiness Management and Development, 5(1), 15--23.

Bohstedt, J. (2016). Food riots and the politics of provisions from early modern Europe and China to the food crisis of 2008. The Journal of Peasant Studies, 43(5), 1035--1067. https://doi.org/10.1080/03066150.2016.1170009

Borras Jr, S. M., Franco, J. C., & Surez, S. M. (2015). Land and food sovereignty. Third World Quarterly, 36(3), 600--617. https://doi.org/10.1080/01436597.2015.1029225

Carter, C. A., & Zhong, F. (1999). Rural wheat consumption in China. American Journal of Agricultural Economics, 81(3), 582--592.

Chen, Z. M., et al. (2018). Consumption-based greenhouse gas emissions accounting with capital stock change highlights dynamics of fast-developing countries. Nature Communications, 9, 3581.

Dimas Andi. (2024). Permintaan Tinggi, Impor Gandum Tembus 9,45 Juta Ton Hingga September 2024. https://industri.kontan.co.id/news/permintaan-tinggi-impor-gandum-tembus-945-juta-ton-hingga-september-2024

Elake, G. L., Susilowati, R., & Ferdiansyah, R. (2022). Aktivisme Petani Transnasional: Perjuangan La Via Campesina dan Serikat Petani Indonesia untuk Kedaulatan Pangan. Jurnal Media Bina Ilmiah, 17(5).

Falade-Obalade, L. T. A., & Arora, N. (2012). A Descriptive Overview of the Import and Export Environment in Jordan. Academic Research International, 3(1), 278.

Farhani, A., & Chandranegara, I. S. (2019). Penguasaan Negara terhadap Pemanfaatan SDA dan Ruang Angkasa menurut UUD 1945. Jurnal Konstitusi, 16(2), 235--254. https://doi.org/10.31078/jk1622

Gita Dwi Auliani, & Aldi Akbar. (2024). Analisis Komparasi Impor Gandum di Indonesia Setelah dan Sebelum Konflik Rusia-Ukraina. Jurnal Education and Development, 12(3), 195--208.

Huang, J., et al. (2017). The prospects for China's food security and imports. Journal of Integrative Agriculture, 16(12), 2933--2944.

Joyner, M., Hafter-Manza, D., Littig, G., Havill, T., & Thurber, A. (2024). From food security to food sovereignty. Social Work Education, 43(9), 2669--2685.

Kass, H. (2023). Food anarchy and the state monopoly on hunger. The Journal of Peasant Studies, 50(3), 1187--1206.

Khader, B. F., et al. (2019). Where in the value chain are we losing the most food? The case of wheat in Jordan. Food Security, 11, 1009--1027.

Minkoff-Zern, L. A., Walia, B., Gangamma, R., & Zoodsma, A. (2024). Food sovereignty and displacement. The Journal of Peasant Studies, 51(2), 421--440.

Mottaleb, K. A., et al. (2023). Projecting wheat demand in China and India for 2030 and 2050. Frontiers in Nutrition, 9, 1077443.

Mustafin, A. N., et al. (2022). Impact of Import Substitution Policy on Economic Growth. Economies, 10(12), 324. https://doi.org/10.3390/economies10120324

Priyambodo, U. (2024). Mengapa Indonesia Tergantung pada Beras dan Mengapa Ini Berbahaya?. https://nationalgeographic.grid.id/read/134171924/

Ruslina, E. (2012). Makna Pasal 33 UUD 1945 dalam Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia. Jurnal Konstitusi, 9(1), Maret.

Syahyuti, Sunarsih, Sejati, W. K., & Azis, M. (2015). Kedaulatan Pangan sebagai Basis untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 33(2), 95--109.

Tripathi, A., & Mishra, A. K. (2016). The wheat sector in India. In The Eurasian Wheat Belt and Food Security (pp. 275--296). Springer.

Wardhana, A. M., Fauzi, M. I., & Hendarti, R. P. (2022). The Role of Food Diversification in Facing the Food Crisis. Post Pandemic Economy Recovery, 2(3), 20--29.

Wang, S., et al. (2024). Jejak ekologi Tiongkok melalui impor dan konsumsi biomassa. Commun Earth Environ, 5, 244. https://doi.org/10.1038/s43247-024-01399-3.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun