Mohon tunggu...
Isharyanto Solo
Isharyanto Solo Mohon Tunggu... Penulis

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bagaimana Hukum Bisnis Bisa Mengawal Janji Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen?

1 Juni 2025   12:00 Diperbarui: 1 Juni 2025   12:00 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Angka delapan bukan sekadar simbol. Dalam janji politik, itu adalah sasaran: pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen yang diupayakan tercapai pada tahun 2029. Ambisius, apalagi bila dibandingkan dengan realitas. 

Namun optimisme ini bukan sekadar wacana kosong. Presiden Prabowo Subianto, dalam arahannya pada Musyawarah Nasional Konsolidasi Persatuan Kadin Indonesia (16 Januari 2025), menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia tidak hanya mampu mencapai angka tersebut, tetapi bahkan mungkin melampauinya. 

Optimisme itu, menurutnya, tumbuh dari pemahaman langsung atas kekuatan dan potensi ekonomi nasional yang ia pelajari dalam tiga bulan pertama pemerintahannya. 

Bagi Presiden, kuncinya ada pada efisiensi, akurasi kebijakan, dan penghentian segala bentuk pemborosan. Logika dan rasionalitas ekonomi, bukan jargon politik, harus menjadi fondasi pengelolaan.

Namun optimisme saja tidak cukup. Sepanjang 2014--2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen (Kompas, 2025). Bahkan pada 2020, pandemi COVID-19 sempat menekan pertumbuhan ke angka negatif (BPS Blora, 2021). 

Untuk melompat ke 8 persen, dibutuhkan bukan hanya ekspansi fiskal atau dorongan konsumsi, melainkan pembenahan mendalam atas fondasi kelembagaan---dan salah satu pilar kuncinya adalah hukum bisnis.

North (2016) menyebut bahwa institusi adalah "aturan main" yang membentuk insentif ekonomi. Jika hukum mampu menyediakan kepastian, menjamin kontrak, serta menyelesaikan sengketa secara efisien, maka aktor ekonomi akan berani mengambil risiko. Jika tidak, investasi akan menghindar, bahkan dari negara yang kaya sumber daya.

Furubotn dan Richter (2005) menekankan bahwa keberadaan sistem hukum yang mampu menurunkan biaya transaksi akan mempercepat pertumbuhan pasar. Namun di Indonesia, meskipun telah hadir reformasi seperti OSS dan UU Cipta Kerja, hambatan birokrasi, tumpang tindih perizinan, dan inkonsistensi penegakan hukum masih kerap menghambat dinamika usaha.

Di negara lain, pengalaman reformasi berjalan lebih strategis. Liew (2000) menunjukkan bahwa China melakukan reformasi hukum bisnis secara bertahap lewat zona ekonomi khusus yang memberi fleksibilitas dalam regulasi. Hukum dikondisikan sebagai enabler, bukan penghambat.

Di sisi lain, Huang (2010) menunjukkan bahwa praktik-praktik informal dalam ekonomi---selama tidak eksploitatif---bisa menjadi elemen yang justru mendukung pertumbuhan. Ini pelajaran penting bagi sistem hukum Indonesia yang seringkali memaksakan formalisme.

Vietnam juga memberikan pelajaran sepadan. Lee (2021) menegaskan bahwa keberhasilan Vietnam menjaga stabilitas eksternal dan pertumbuhan struktural sangat bergantung pada reformasi hukum bisnis yang konsisten. Ngoc (2008) menambahkan bahwa kemajuan Vietnam bersumber dari perlindungan hukum terhadap usaha kecil dan kepastian hukum dalam ekspor.

Bila Indonesia ingin mengejar pertumbuhan 8 persen, maka hukum bisnis harus menjadi alat insentif, bukan sekadar pengatur administratif. Reformasi hukum yang bertahap, adaptif, dan berbasis praktik riil perlu diberi ruang. Penguatan kapasitas penegakan hukum, simplifikasi regulasi, serta keterlibatan dunia usaha dalam penyusunan kebijakan akan menjadi kunci.

Tiga syarat utama mutlak dipenuhi: stabilitas politik hukum, kredibilitas penegakan, dan inklusivitas sistem terhadap pelaku usaha dari berbagai skala. Jika hukum bisa menjalankan fungsi itu, maka logika efisiensi yang diusung Presiden bukan hanya mungkin, tetapi layak diandalkan.

Karena pertumbuhan ekonomi sejati lahir bukan dari proyek besar atau slogan, tetapi dari struktur yang memberi kepastian dan keberanian untuk berusaha. Dan hukum adalah fondasi paling awal dari struktur itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun