Mohon tunggu...
Isharyanto Ciptowiyono
Isharyanto Ciptowiyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Moh. Fajrul Falaakh

12 Februari 2014   19:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:53 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mohammad Fajrul Falaakh adalah dosen saya saat menempuh kuliah di s-1 dan s-2 ilmu hukum UGM, Yogyakarta. Bang Rully, demikian acapkali beliau disapa, nyaris tanpa ekspresi saat memberikan kuliah, akan tetapi ucapan, frasa, dan pilihan kata dalam menguraikan persoalan hukum begitu tajam. Respek terhadap pendapat pakar yang lain, tanpa sekalipun menyerang secara pribadi jika pendapatnya berbeda. Pendapat yang disampaikan mengalir runtut, terkesan spontan, akan tetapi sangat saya yakini bahwa uraian-uraian itu hasil perasan sekian banyak referensi yang telah dikuasainya.

Sejak pertama kali mengikuti kuliah beliau saya “ketagihan” dan untuk itu pernah saya nekat pindah ke kelas beliau, padahal dalam kartu rencana studi saya dijadwalkan kuliah dengan mimbar dosen lain. Jarang menggunakan alat peraga kuliah yang canggih, tetapi tiap kelas dimulai, selalu menulis 4-5 materi yang dibahas, lengkap dengan catatan kaki yang up to date. Walaupun begitu, rasanya sudah membaca puluhan buku. Bang Rully punya redaksi yang khas saat bicara dan juga saat menulis artikel. Andakaita artikel beliau dimuat di media massa, tanpa diberitahu siapa penulisnya, saya pasti dapat menerka bahwa itu adalah tulisan beliau.

Bang Rully, yang juga beberapa kali menjadi ahli dalam persidangan pengujian UU di Mahkamah Konstitusi, acapkali memiliki pendapat yang berbeda, melawan arus dalam mengelola sebuah isu hukum. Saya masih ingat. Saat tahun 2003 Gubernur D.I. Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyiapkan RUU Keistimewaan Yogyakarta, Bang Rully menghendaki agar sistem pemerintahan Yogya dikembalikan seperti zaman kerajaan. Menurutnya hal itu sesuai dengan konstitusi Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Bang Rully juga pernah mengkritik, kadang-kadang dalam menyusun legislasi, termasuk UUD 1945, pembentuknya sama sekali tidak pernah berfikir mengenai implikasinya dalam kebijakan publik. Bang Rully sering menekankan bahwa dalam suatu isu konstitusi harus dipilah secara tegas 3 hal: norma, manajemen, dan teknik.

Bang Rully menolak pemilu serempak. Bagaimanapun model pemilu yang sudah ada selama ini sudah menjadi konvensi sejak Orde Baru. Ada keterpisahan antara pemilu legislatif dan presiden, dan bagaimana cara pemilu itu dilaksanakan adalah urusan policy, bukan domain Mahkamah Konstitusi. Beliau juga mengkritik “sistem suara terbanyak” dalam penetapan calon legislatif. Bang Rully juga dengan tegas mengakui adanya political complex dalam memberantas korupsi, termasuk kemungkinan politisasi penegak hukum seperti KPK. Saat MK memutus pengujian UU Kejaksaan, di mana jabatan Jaksa Agung mengikuti jabatan Presiden/kabinet, ia mencemaskan  hal itu akan melahirkan “pemerintahan oleh pengadilan” (government by judiciary).

Mengikuti Bang Rully lewat perkuliahan maupun uraian-uraian dalam forum ilmiah dan media massa memang menarik. Kadang-kadang beliau tidak tegas dalam membuat sistematika uraian akan tetapi cara mengambil nalar dan menyusun argumentasi juga “tidak lazim”, kadang-kadang susah ditebak sekalipun menarik. Bang Rully bukan tipe sarjana hukum yang gemar menghafal pasal-pasal perundang-undangan, akan tetapi acapkali lebih mengajar audiensnya untuk menelaah mengapa rumusan dalam undang-undang atau konstitusi seperti itu, bagaimanakah terjadinya, dan kira-kira implikasinya apa. Bang Rully secara tidak langsung menganjurkan, terutama dalam kajian kenegaraan, agar memahami suatu persoalan tidak saja berpijak pada aspek legal, akan tetapi menggunakan optic pandang yang lain seperti ekonomi dan politik supaya lebih rasional dalam membuat argumentasi. Seingat saya, Bang Rully jarang membahas isu agama dan negara dalam perkuliahan, sekalipun dirinya lekat dengan organisasi keagamaan.

Bang Rully lahir di Gresik, 2 April 1959. Bang Rully adalah putra tokoh NU, yang juga dosen IAIN Sunan Kalijaga (sekarang UIN Yogyakarta), Dr. KH. Moch. Tolchah Mansoer, S.H.. Disertasi sang ayah, yang ditulis awal 1970-an, menjadi salah satu referensi wajib saat saya mengikuti perkuliahan terutama di S2 UGM, untuk kajian hukum konstitusi. Ibunya, Dra. Hj. Umroh Machfudzoh, adalah aktivis NU, pendiri Fatayat NU, pernah menjadi pengurus DPW PPP Yogyakarta, dan menjadi anggota DPR. Adiknya, Romahurmuzi, sekarang adalah Sekretaris Jenderal PPP.

Bang Rully dekat dengan K.H. Abdurrahman Wahid dan menjadi salah satu Pengurus Besar NU. Saat Gus Dur menjadi Presiden, pada tahun 2000, Bang Rully ditunjuk menjadi salah satu diantara 6 anggota Komisi Hukum Nasional, jabatan yang diembannya hingga kini. Menikah dengan Ratih Hardjono (bekas Sekretaris Presiden) pada tahun 2000. Berpenampilan sederhana dan jauh dari kesan “sok” di hadapan mahasiswanya. Gemar naik sepeda motor dan membawa tas ransel, dengan gaya ayng cenderung “cuek.”

Bang Rully menjadi dosen Fakultas Hukum UGM sejak tahun 1981 dan awalnya menekuni bidang keperdataan Islam, tetapi kemudian menekuni studi kenegaraan. Kendati belum memperoleh gelar doktor, akan tetapi pemikiran dan kiprahnya tak ubahnya sebagai guru besar hukum tata negara. Maka tidak jarang, publik dan media salah sangka, bila beliau sudah professor, padahal hingga kini sedang menempuh s3 di UGM. Pernah menjadi anggota Komisi Konstitusi (2003-2004), Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum UGM (2001-2005), dan aktif sebagai pembicara dalam konferensi internasional dan kegiatan lembaga donor. Beliau memperoleh gelar master (MA dan MSc) dari London School of Economic untuk kajian perbandingan agama dan sosiologi.

Tadi siang memperoleh kabar, Bang Rully meninggal dunia akibat sakit ginjal. Sempat dirawat di Singapura, tetapi menghembuskan nafas penghabisan di RS Harapan Kita. Selamat jalan Bang Rully.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun