Mohon tunggu...
Isharyanto Ciptowiyono
Isharyanto Ciptowiyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Haruskah Jepang Menghentikan Program Nuklirnya?

22 Maret 2014   22:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jepang memiliki kemampuan untuk memainkan peran unik dalam pengembangan energi nuklir. Dengan mempertahankan komitmen lama untuk nonproliferasi nuklir, tetapi tetap memiliki kemampuan mengenai teknologi nuklir, negeri matahari terbit ini dapat berfungsi sebagai model peran bagi energi nuklir yang aman dan damai. Karena hubungan dekat dengan sektor nuklir AS, dan karena tenaga nuklir terus berkembang pesat di Asia bahkan setelah tragedi Fukushima (Maret 2011), Jepang bisa memainkan peran penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas regional.

Jepang dikenal memiliki reaktor nuklir yang aman serta layanan nuklir yang efisien di dunia di saat permintaan energi nuklir berkembang pesat. Jepang memiliki siklus bahan bakar tertutup, termasuk pengayaan dan pemrosesan untuk mendaur ulang energi, serta rantai pasokan nuklir yang matang dan berkembang dengan baik. Jalinan ini disumbang oleh perusahaan konstruksi pembangkit nuklir yang didukung oleh industry pemasok  yang luas.

Jepang dan AS berbagi kepentingan politik dan komersial dalam mempromosikan reaktor nuklir yang aman di seluruh dunia. Aliansi perusahaan yang terbentuk antara perusahaan nuklir AS dan Jepang - seperti Westinghouse dengan Toshiba dan GE Nuklir dengan Hitachi - telah mendorong pengembangan produk nuklir berteknologi tinggi untuk penggunaan sipil dan sejumlah besar insinyur kelas atas dunia.

Namun aliansi perusahaan AS-Jepang menghadapi masa depan yang tidak pasti karena ketidakpastian seputar niat pemerintah Jepang. Penutupan reactor nuklir secara permanen di Jepang akan menyulitkan industri nuklir Jepang dan AS untuk mempertahankan basis teknologi dan keahlian mereka atas energi nuklir. Pengalaman dan keahlian yang diperoleh selama perjalanan panjang kemitraan perusahaan-perusahaan itu akan penting untuk menghadapi tantangan global di mana teknologi nuklir terus menyebar ke seluruh dunia.

Jepang telah melakukan upaya ekstra untuk menerapkan pengamanan canggih atas fasilitas nuklirnya. Jepang adalah bangsa besar pertama yang meratifikasi dan menerapkan protokol tambahan untuk Comprehensive Safeguards Agreement, yang memberikan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akses ke seluruh program nuklir suatu negara dan menilai apakah ada bahan nuklir atau fasilitas yang tidak diumumkan oleh negara tersebut.

Hilangnya daya saing internasional vendor nuklir Jepang akan membahayakan keberadaan Jepang di pasar nuklir global. Mengingat kerjasama AS dan Jepang pada nonproliferasi, penurunan kehadiran perusahaan Jepang pada akhirnya akan melemahkan suara Washington dan Tokyo dalam rezim nonproliferasi. Untuk mencegah skenario seperti itu, Jepang perlu menekankan kembali perannya sebagai pendukung terkemuka untuk nonproliferasi nuklir.

Sementara itu, kapasitas nuklir Tiongkok telah berkembang jauh dalam dekade terakhir. Negara ini memiliki 20 reaktor nuklir, peringkat ke-6 di dunia. Selain itu, Tiongkok telah membangun lagi 28 reaktormeskipun tertunda akibat tragedy Fukushima. Beijing berencana memiliki lebih dari 100 operasi reaktor komersial pada tahun 2030, dalam hal ini mungkin akan menjadikan negara ini sebagai pemilik armada nuklir sipil terbesar di dunia.

Hubungan nuklir Tiongkok dengan Pakistan adalah contoh dari jenis kesulitan yang mungkin timbul setelah negeri panda memperluas upaya ekspor nuklirnya. Tiongkok baru-baru ini telah memperbaharui kerjasama energi nuklir dengan Pakistan dan telah membantu Pakistan dalam membangun reaktor nuklir. Tiongkok adalah satu-satunya negara yang bersedia pembangkit nuklir ke Pakistan, dan Pakistan menyediakan pangsa pasar teknologi nuklir bagi Beijing. Hubungan bilateral ini telah menyebabkan keprihatinan internasional karena catatan buruk Pakistan dalam mengendalikan  teknologi nuklir.

Peningkatan penggunaan tenaga nuklir di Asia, terutama di Tiongkok, akan memiliki implikasi yang signifikan untuk pengembangan tenaga nuklir global dan gerakan nonproliferasi.

Dengan demikian, Jepang harus menunjukkan kemauan yang kuat untuk memimpin pengembangan tenaga nuklir global dan untuk memperkuat rezim nonproliferasi nuklir dengan memperjelas kebijakan energi pasca tragedy Fukushima. Jepang tidak boleh melakukan kebijakan energi yang semata-mata dari sudut pandang domestik, tetapi juga harus

Kerjasama nuklir antara AS dan Jepang akan diperlukan untuk mencapai suatu tatanan nuklir yang stabil di Asia. Kerja sama ini akan berfungsi untuk mendukung poros Amerika dalam taktik Asia untuk mencegah perluasan lingkup pengaruh Tiongkok dalam domain nuklir, tujuan terpenting saat prosedur ekspor nuklir Tiongkok tetap belum matang dan tidak aman. Pada fondasi yang kuat ini, baik Jepang maupun AS harus berusaha untuk mengeksplorasi kemungkinan baru untuk bekerja sama dengan negara-negara tetangga lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun