Mohon tunggu...
Indonesian Student Association For International Studies ISAFIS
Indonesian Student Association For International Studies ISAFIS Mohon Tunggu... -

Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS) had been established since 14th February 1984. ISAFIS is a non-profit students organization, with the purpose to build the vision of mutual understanding among nations through youth cooperation. Along the way in its 30th year, ISAFIS has grown through deepening the coherence between its internal divisions' coordination, while widening efforts of its works for youth empowerment. The members are students from universities in Jabodetabek: University of Indonesia, Trisakti University, Paramadina University, Pelita Harapan University, Paramadina University, Bogor Institute of Agriculture, and many more.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gelas Setengah Penuh: Mengkampanyekan Kerjasama dan Komunikasi Antar Pemuda dalam Komunitas ASEAN  

9 Desember 2015   13:57 Diperbarui: 9 Desember 2015   16:57 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Amy Darajati Utomo

 

Bayangkan sebuah gelas, dengan air di dalamnya. Pertanyaan klasik adalah bagaimana mendefinisikan gelas tersebut—gelas setengah kosong atau gelas setengah penuh? Pertanyaan ini penulis rasa patut pula ditanyakan untuk melihat ASEAN Community bagi Indonesia: tantangan atau kesempatan? Tentu, jika ditanyakan demikian, ASEAN Community menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi Indonesia. Ada keunggulan-keunggulan Indonesia yang bisa membantu Indonesia bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya; pun ada hambatan dan tantangan yang harus diselesaikan Indonesia. Akan tetapi, patut dilihat kembali kepada esensi dari pembentukan Komunitas ASEAN—apakah kita benar-benar harus berkompetisi? Bukankah tujuan komunitas ialah untuk membangun masyarakat demi suatu tujuan yang sama? Mengapa kemudian konsepsi ‘kompetisi’ yang ditekankan dibandingkan konsepsi ‘kerjasama’? Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan kesimpulan bahwa pemuda seharusnya menjadi motor utama dalam pewujudan Komunitas ASEAN.

ESENSI KOMUNITAS ASEAN

ASEAN dibentuk pertama kali oleh lima negara yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina di tengah ketidakjelasan regional security serta kemiskinan. ASEAN dibentuk atas dasar kerjasama untuk menciptakan perdamaian, kemajuan ekonomi serta pengembangan aspek sosial budaya. Visi tersebut kemudian diterjemahkan melalui grand design mengenai integrasi regional, yaitu ASEAN Vision 2020 yang dicetuskan pada Desember 1997 di KTT Kuala Lumpur, Malaysia.  Diharapkan pada tahun 2020 telah tercipta suatu komunitas masyarakat ASEAN yang “people-oriented, people-centered and socially responsible with a view to achieving enduring solidarity and unity among the nations and peoples of ASEAN by forging a common identity and building a caring and sharing society which is inclusive and harmonious, and where the well-being, livelihood, healthy lifestyle, access to healthcare and welfare of the peoples are enhanced.”[1]

KOMPETISI? KERJASAMA!

Melihat visi tersebut, jelas bahwa ASEAN didasarkan pada visi untuk bekerjasama—bukan berkompetisi. Komunitas ASEAN diarahkan untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan bersama—sesuatu yang sulit diciptakan jika kita terjebak pada kompetisi dan ingin saling mengalahkan. Komunitas ASEAN, yang akan dimulai dengan Komunitas Ekonomi ASEAN akhir tahun ini, seharusnya dilihat sebagai wadah untuk kerjasama dan komunikasi yang lebih mudah, pasar yang lebih luas, dan terutama kesempatan yang lebih besar—bukan semata kompetisi.

Lalu, pertanyaannya mengapa konsepsi Komunitas ASEAN seperti kental dengan suasanan kompetisi? Menurut penulis, semua ini bisa ditilas balik kepada kegagalan sosialisasi mengenai ASEAN itu sendiri. ASEAN telah lama dikritik sebagai asosiasi yang top-down, elitis. ASEAN juga cenderung elitis, dengan pengabaiannya terhadap stakeholder lain, seperti organisasi masyarakat sipil, akademisi serta komunitas bisnis dan pemuda.[2] Tidak banyak yang mengetahui apa yang terjadi dalam proses pembuatan keputusan di ASEAN—bahkan masih banyak di masyarakat akar rumput sendiri yang tidak mengetahui apa itu ASEAN, untuk apa ada ASEAN? Ini tentu berlawanan dengan visi dari ASEAN untuk menjadi komunitas yang people-centered. Bagaimana bisa, saat masyarakat bahkan tidak mersa dilibatkan, tidak saling mengenal satu sama lain?

Ketidaktahuan mengenai ASEAN ini kemudian bisa jadi membuat kaget masyarakat saat beredar kekhawatiran mengenai Komunitas Ekonomi ASEAN. Ini terbukti dari kekhawatiran umum di kalangan pemuda ASEAN mengenai ketersediaan lapangan pekerjaan, apalagi jika harus bersaing dengan pemuda dari negara ASEAN lain.[3] Terasa bagaimana kita seperti melihat satu sama lain sebagai musuh, bukan bagian dari komunitas yang sama. Padahal, bisa saja kita melihat Komunitas ASEAN sebagai kesempatan untuk mendapatkan teman dan saudara baru yang tersebar di ASEAN. Sayangnya, kita belum memiliki unsur “we-ness”, masih sulit untuk membayangkan ASEAN sebagai imagined community dengan kondisi seperti ini.[4]

Memang, tidak mudah untuk menyatukan ASEAN, karena kita sendiri memiliki latar belakang politik, sosial dan ekonomi yang begitu berbeda. Dari segi kebudayaan pun terdapat keberagaman antar sepuluh negara tersebut yang terbukti menyulitkan proses integrasi dan pembentukan identitas regional.[5] Akan tetapi, dengan dimulainya Komunitas ASEAN tahun 2015 ini, mau tidak mau kita harus melakukan sesuatu. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Sulit untuk bekerjasama, menjadi bagian dari satu komunitas jika kita tidak mengerti esensi dari komunitas tersebut—jika semua hanyalah inisiatif dari elit. Integrasi regional hanya bisa dikatakan berhasil jika “citizens perceive it as the system they would strive to become part of and prosper within.”[6] Oleh karena itu, diperlukan penguatan nilai-nilai ASEAN dan sosialisasi tentang ASEAN itu sendiri untuk mewujudkan Komunitas ASEAN yang terintegrasi. Disinilah peran pemuda menjadi penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun