Mohon tunggu...
Muhammad Irsyad Khalid
Muhammad Irsyad Khalid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Ketua PW IPM Jawa Barat | Instagram: irsyad_01 email: irsyadabot@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengukuhan Peran Pengajar sebagai Jawaban Atas Relativitas Zaman

8 Desember 2019   15:28 Diperbarui: 8 Desember 2019   15:32 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada dasarnya peringatan yang disematkan senantiasa ditujukan sebagai apresiasi atas jasa dan kontribusi bagi setiap mereka yang masuk menjadi variabelnya, secara eksplisit fenomena demikian menerangkan atas keberadaannya yang menjadi komponen utama dalam realitasnya. Peringatan Hari Guru yang ditujukkan sebagai ajang dedikasi dan apresiasi atas setiap jasa kepahlawanan seorang guru menjadi "transmitter" yang secara intensif menyebar dan membumikan kebijaksanaan pendidikan dan keilmuan, telah dicetuskan sejak tahun 1994 sesuai dengan keputusan presiden yang menetapkan 25 November sebagai Hari Guru Nasional. Berdasarkan Keppres Nomor 78 Tahun 1994 dan pada UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Kehancuran tatanan imajinasi rakyat, ketidakjelasan keberadaban dalam kehidupan serta lenyapnya kebijaksanaan pemikiran adalah fenomena yang patut dipertentangkan kepada subjek awal yang memahamkan pemahaman dasar hidup manusia, pengajaran yang katanya secara kuat mempengaruhi titik koordinat antara kesuksesan dan kegagalan, ucapan dan nasihat yang katanya mutlak dijalankan karena dilantunkan oleh seorang yang kaya pengalaman, kebijaksanaan yang katanya menjadi identitas atas setiap tindakan dan pemikiran nya, maka melawannya menjadi keharaman yang berujung penghakiman dengan kekuasaan, benarkah keraguan yang di lontarkan pada dirinya senantiasa dengan sendiri nya berguguran dihadang kekuasaan nya? Maka, menjalankan dan tunduk pada keputusan nya adalah keharusan yang diwajibkan?

Merangsang ke kekritisan serta membebaskan dan memperkaya imajinasi peseta didik menjadi tugas utama mereka yang disematkan dengan gelar pengajar / guru. Menjadi figur layaknya filosofi semboyan pendidikan indonesia yaitu Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru memberikan dorongan dan arahan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik) di upayakan untuk menjawab tuntutan peran yang secara keras disandingkan atas sosok seorang guru. Argumentasi dan spekulasi di paragraf atas menjadi representasi celotehan murid atas gurunya yang biasa terjadi, dengan begitu arogansi, murid dengan lantang menyalahkan guru atas setiap kegagalan yang terjadi. Hancurnya tatanan masyarakat disebabkan atas hancur nya tatanan pendidikan yang menjadi miniatur kehidupan dimasyarakat kelak.

Menurut data BPS 2017-2018 bahwa jumlah peserta didik di indonesia adalah 45,3 juta jiwa, dan berbanding terbalik dengan jumlah guru yang hanya 2,7 juta jiwa di tahun 2019. Maka, benarkah dengan bermodalkan ketimpangan daya yang begitu jauh mampu menuntaskan tuntutan-tuntutan guru atas perannya? Atau mungkin kuantitas tuntutan pada akhirnya berbanding lurus dengan daya pengajar yang ada? akankah negara dan dunia memperhatikan fenomena ini sebagai satu keadaan kritis yang perlu direformasi? Dan tidak hanya menuntut guru atas kewajiban besar membentuk generasi, tapi menghargai status guru dengan mengapresiasi tidak hanya dengan sebatas narasi selamat hari guru, tetapi menjamin atas kelayakan hidup yang difasilitasi.

Perbedaan upah yang signifikan menjadi hal dasar yang perlu di kritisi, jika faktanya bahwa "besaran gaji yang diterima oleh guru honorer dan guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) jauh berbeda. Gaji guru di Jakarta bisa sampai Rp 15 juta, pendapatan seluruhnya. Dan Guru honorer, khususnya di daerah hanya menerima gaji rata-rata Rp 500 ribu per bulan" menurut Ketua PB PGRI, Didi Suprijadi, -Liputan6.com Jakarta, Minggu (25/11/2018)- apakah dengan berbedanya upah yang sangat signifikan ini berbanding lurus pula dengan berbedanya kewajiban dan tuntutan bagi setiap golongan guru? Bahwa upah lebih tinggi mengartikan kinerja dan tanggungjawab terjamin lebih baik dan upah lebih rendah sama artinya dengan kinerja dan kualitas yang buruk? Rentang yang begitu besar menyebabkan pula dampak yang begitu besar. Jangan salahkan jika kualitas pendidikan indonesia tetap dalam keadaan terpuruk, karena jumlah guru yang tidak tersejahterakan lebih banyak dari guru yang tersejahterakan, bahkan secara data berbanding 1 : 13 (liputan6.com).

Revolusi mendasar bagi suatu negara merdeka adalah penguatan sektor pendidikan nya,  Prof Dr Daoed Joesoef  mengatakan "Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang maju, yang tidak didukung pendidikan yang kuat" (23/10/2011). Karena kualitas imajinasi rakyat ditentukan oleh sejauh kualitas pendidikan rakyatnya. Pendidikan yang mampu mencerdaskan dan membebaskan pemikiran rakyat ditujukan untuk dapat mengkalkulasi kan ketercapaian dan keterpurukan bagi negara kedepanya.

Zaman terus berkembang memodifikasi rupa dunia, berbagai sektor kehidupan memaksa untuk men"digitalisasi" dirinya. Perkembangan Information Communication Technology (ICT) mengharuskan sektor pendidikan pun merubah sistem penyelenggaraannya, kualitas pengajar yang mumpuni sangat patut untuk diprioritaskan, sehingga imajinasi pengajar dan peserta didik mampu menyeimbangi kemajuan yang ada, Pendidikan yang menekankan pada kompetensi (Critical Thinking an Problem Solving, Creativity, Communication Skills, Ability to Work Collaboratively), yakni berpikir kritis, menyelesaikan masalah, kreativitas, serta kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dapat ditempuh dengan komponen dan fasilitas materil dan immateril  yang mampu menjangkau proyeksi itu.

Kemendikbud Nadiem Makarim dalam Pidato nya Hari Guru Nasional mengatakan bahwa "Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan" kompleksitas kebijakan dan birokrasi yang mengatur secara nampak, justru melahirkan perbedaan strata yang sangat timpang, alih-alih kebijakan yang pada awalnya ditampilkan untuk mengkualifikasi para pengajar, justru mengkerdilkan peran dan kontribusi pengajar dengan batasan-batasan status selanjutnya. Maka, Persoalan kemerdekaan bagi pengajar perlu di tuntas kan secara bijak, sehingga tuntutan dan kebijakan yang mampu melahirkan kualitas subjek dan objek pendidikan yang baik pun mampu di implementasi kan secara utuh.

Maka spirit hari guru adalah spirit perubahan kultur dan evaluasi sistem bagi subjek dan objek pendidikan. Menjadi momentum yang tidak hanya seremonial diperingati, tetapi secara sadar mempengaruhi perkembangan pendidikan dan kemerdekaan pengajar secara utuh, dengan memperbaiki segala persoalan yang telah dipaparkan, kita memiliki optimisme dalam mengukuhkan basis kecerdasan rakyat. Sehingga pendidikan indonesia mampu membebaskan, mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat untuk dapat dipersiapkan sebagai role model dalam menjawab persoalan zaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun