"Tiba-tiba saham itu melonjak 30% dalam seminggu. Teman Anda untung besar. Grup WhatsApp ramai dengan cerita cuan. Anda? Baru saja mau beli. Terlambat?"
Fenomena FOMO --- Fear of Missing Out --- menjadi "penyakit musiman" yang sering menyerang investor, baik pemula maupun berpengalaman. Ketika sebuah saham sudah naik tinggi dan mendapat sorotan, godaan untuk ikut membeli menjadi sangat besar, walaupun secara fundamental belum tentu mendukung harga tersebut.
Saham yang naik kencang seringkali jadi magnet. Terlihat meyakinkan, seolah-olah tak akan turun lagi. Tapi kenyataan di pasar tak selalu semanis grafiknya. Kenaikan tajam bisa dipicu oleh sentimen sesaat, rumor, atau aksi spekulatif, bukan karena kinerja perusahaan yang memang tumbuh solid.
Mari kita bahas: apa saja yang perlu dilakukan saat melihat saham sudah melesat tinggi, dan bagaimana menyikapinya secara bijak agar kita tidak masuk "jebakan Batman" yang menyakitkan.
1. Evaluasi Alasan di Balik Kenaikan
Pertama-tama, jangan hanya lihat grafik. Lihat alasannya. Apakah kenaikan harga saham tersebut didorong oleh kinerja keuangan yang membaik, pertumbuhan pendapatan, atau sekadar kabar akan diakuisisi? Atau justru karena aksi goreng-menggoreng semata?
Investor yang cerdas akan menggali informasi lebih dalam, bukan hanya ikut-ikutan dari media sosial atau grup investasi.
2. Periksa Valuasi: Apakah Masih Layak Beli?
Saham bagus belum tentu layak beli --- kalau harganya sudah tidak wajar. Gunakan rasio valuasi seperti Price to Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV), atau bandingkan harga saham sekarang dengan konsensus analis. Kalau sudah terlalu mahal, lebih baik tunggu koreksi.
Berinvestasi itu seperti membeli rumah --- Anda tentu ingin harga yang masuk akal, bukan beli saat harga sedang dipompa karena tetangga heboh.
3. Jangan Terpancing Euforia, Buat Rencana Masuk Bertahap
Jika Anda masih yakin saham itu punya potensi jangka panjang, pertimbangkan masuk bertahap (average up) dengan strategi yang jelas. Hindari langsung masuk besar-besaran hanya karena takut ketinggalan momentum.
Pasar itu dinamis. Hari ini naik, besok bisa koreksi. Dengan masuk bertahap, Anda mengelola risiko sambil tetap bisa ikut dalam potensi kenaikan.
4. Fokus pada Strategi, Bukan Emosi
FOMO adalah bentuk keputusan berbasis emosi. Sementara pasar saham membutuhkan disiplin dan logika. Punya rencana investasi, tahu kapan beli dan kapan jual, serta memahami tujuan keuangan Anda akan jauh lebih kuat dibanding sekadar ikut-ikutan tren.
Kalau Anda merasa tergoda beli karena takut ketinggalan, coba tarik napas sejenak. Tanyakan pada diri sendiri: "Apakah keputusan ini berdasarkan analisa atau hanya karena semua orang beli?"
5. Ingat, Pasar Selalu Memberi Kesempatan
Pasar modal itu ibarat angkot --- selalu ada yang lewat lagi. Kalau satu saham sudah naik tinggi dan Anda ketinggalan, jangan khawatir. Masih banyak saham lain dengan potensi cuan, yang mungkin saat ini belum dilirik orang.
Daripada kejar yang sudah melesat, lebih baik cari yang sedang membangun momentum dan memiliki fundamental kuat.
Penutup
Saham naik tinggi memang menggoda. Tapi investor bijak tahu kapan harus menahan diri, kapan harus masuk, dan kapan harus mundur sejenak untuk mengevaluasi. Jangan biarkan FOMO menjerumuskan Anda dalam keputusan investasi yang tidak rasional.
Bagaimana dengan Anda? Pernahkah merasa FOMO saat lihat saham teman naik tinggi? Atau punya strategi khusus saat menghadapi saham yang sudah terbang duluan? Silakan bagikan pengalaman Anda di kolom komentar. Siapa tahu, cerita Anda bisa jadi pembelajaran berharga bagi pembaca lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI