Kaget juga saya sewaktu awal bulan Oktober lalu, saat pertama kali berkunjung ke kota Sorong, Papua Barat, saya menemukan rumah gadang yang merupakan rumah adat masyarakat Minang. Sekarang gedung tersebut difungsikan sebagai tempat beberapa toko.Â
Sayang tak banyak informasi yang saya dapatkan, termasuk setelah mencoba bertanya ke mbah Google. Dari teman yang mengantar saya keliling kota disebutkan bahwa gedung itu punya seorang perantau Minang yang sukses, namun sekarang telah meninggal dunia. Jadi sekarang gedung tersebut diurus oleh ahli warisnya.
Dari mbah Google saya dapat informasi ada banyak perantau Minang di Sorong. Ketika Irman Gusman, tokoh asal Minang yang sekarang menjabat ketua DPD RI berkunjung ke Sorong, terdapat 300 orang perantau Minang yang bertemu beliau di suatu acara. Menurut saya itu jumlah yang banyak mengingat Sorong demikian jauh jaraknya dari Padang.
Tentang kota Sorong sendiri, menurut saya kota yang maju dan modern. Ada hotel jaringan internasional, Swissbell Hotel. Ada mal. Ada denyut kehidupan malam yang lebih hidup ketimbang Jayapura. Sepanjang "tembok Berlin" terdapat ramai kios penjual makanan (lihat foto suasana sesaknya parkiran mobil di depan warung makanan di tembok berlin, tembok setinggi 1,5 meter memanjang sekitar 1 km penahan ombak agar tidak tumpah ke jalan raya).
Saya tidak heran dengan kemajuan Sorong. Inilah kota yang paling heterogen di Papua dan Papua Barat. Itu ditunjang oleh pelabuhan lautnya yang sangat sibuk. Puluhan kapal barang besar berlabuh atau antri untuk berlabuh di sana. Gudang kontainer di pelabuhan cukup luas.
Kalau anda membayangkan Papua sebagai tempat yang sepi, cobalah berkunjung ke Sorong. Persepsi anda akan berubah seketika.
Â