Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Jeritan Sopir Angkutan dan Larangan Mudik Lokal yang Membingungkan

2 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 2 Mei 2021   10:27 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil travel gelap yang terjaring Polda Metro Jaya tahun lalu (dok. humas polda metro jaya. dimuat beritasatu.com)

Tapi, yang tinggal di Riau, ternyata berbeda perlakuannya. Saudara saya tersebar di Pekanbaru, Duri, dan Dumai. Ternyata, tulis adik saya yang tinggal di Duri, ia tak bisa berlebaran ke tempat kakak di Dumai. 

Padahal, sejak lintas Pekanbaru-Duri-Dumai terhubung lewat tol yang belum lama diresmikan Presiden Joko Widodo, waktu tempuh dari Pekanbaru ke Dumai hanya sekitar 2,5 jam. Apalagi dari Duri ke Dumai, tidak sampai 1 jam.

Untuk mengkonfirmasi ini saya mencari berita daring. Dan memang ada saya temui berita yang relevan, antara lain di detik.com (28/4/2021). Disebutkan bahwa polisi menyekat akses ke Pekanbaru, sehingga warga dari luar kota Pekanbaru yang mau membeli baju baru disuruh putar balik.

Di Medan, ada kerabat saya yang anaknya bekerja di Tanjung Balai. Beberapa hari terakhir ini, kerabat saya itu resah sekali karena dari berita yang diterimanya, jalur Tanjung Balai-Medan tertutup pada periode larangan mudik.

Saya pernah menonton siaran berita televisi, untuk kota Medan dibolehkan mudik lokal yang hanya selingkup Medan, Deli Serdang, Binjai dan Karo. Artinya, Tanjung Balai yang berjarak tempuh sekitar 4 jam dari pusat kota Medan tidak diperkenankan.

Sungguh tidak terbayang sama kerabat saya itu, bagaimana caranya anak bujangnya akan berlebaran seorang diri di tempat kos di Tanjung Balai. Hingga kini, KTP si anak masih KTP Medan dan ikut kartu keluarga orang tuanya.

Terlepas dari jeritan hati kerabat saya itu, masih dari Sumatera Utara, kebetulan dari sebuah postingan di media sosial, saya membaca jeritan hati sopir angkutan di Padang Sidimpuan.

Intinya, atas nama para sopir, si penulis memohon kepada gubernur, bupati, dan walikota agar tidak menutup pintu keluar masuk provinsi. Soalnya, ini sama saja dengan menutup mata pencaharian mereka.

Para sopir tersebut tidak saja butuh uang untuk anak istrinya agar bisa makan sehari-hari, tapi juga untuk cicilan kredit mobil yang dioperasikannya. Sopir angkutan ini merupakan salah satu kelompok masyarakat yang tidak menerima tunjangan hari raya (THR).

Dengan kalimat yang agak keras, terbaca di tulisannya seperti berikut: "Kenapa harus kami yang dikorbankan karena ketakutan kalian yang tidak kami takuti. Yang kami takuti apabila anak dan istri kami mati kelaparan, siapakah yang bertanggung jawab?"

Mungkin kalau dibilang para sopir tak takut dengan Covid-19, perlu dipertanyakan juga. Tapi, bayangkan kalau kita di posisi mereka, betapa pedihnya menghadapi lebaran tanpa penghasilan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun