Dugaan saya, ia membeli rumah dengan motif untuk investasi, mengingat kalau ditempatkan di bank, bunga deposito sekarang ini sangat rendah, hanya 4 persen per tahun, itupun harus dipotong pajak 20 persen dari bunga yang diterima.Â
Sekarang memang waktu yang tepat untuk membeli properti, mengingat gara-gara pandemi harganya sedikit turun. Tapi, begitu pandemi berlalu, diyakini harga properti kembali normal, dalam arti sesuai dengan kelaziman yang naik harganya dari tahun ke tahun.Â
Pengalaman keponakan saya tersebut di atas ternyata sejalan dengan liputan Kompas (30/10/2020) terkait perkembangan terkini pasar properti di tanah air. Kompas mengangkat hasil survei yang dilakukan Indonesia Property Watch (IPW) yang berjudul "Tren Pasar Perumahan Jabodebek-Banten Kuartal III-2020".
Nilai penjualan rumah pada kuartal III turun 17,4 persen dibandingkan kuartal II, atau dalam nilai rupiah, dari Rp 1,304 triliun penjualan rumah selama kuartal II menjadi hanya Rp 1,077 triliun pada kuartal III.Â
Namun demikian, dilihat dari komposisi penjualan antar segmen, unit hunian yang terjual meningkat pada kelas menengah ke atas, yakni untuk rumah berharga di atas Rp 500 juta. Pada level harga Rp 501 juta-Rp 1 miliar, mengalami kenaikan 8,5 persen dan yang berharga di atas Rp 1 miliar naik 2,9 persen.
Adapun untuk segmen menengah ke bawah, pada harga di bawah Rp 300 juta mengalami penurunan 4,4 persen. Sedangkan yang turun signifikan adalah pada harga Rp 301 juta hingga Rp 500 juta, turun 7 persen.
Tidak demikian halnya bagi segmen atas yang masih punya likuiditas. Bingung karena turunnya suku bunga deposito, obligasi, dan harga saham, menjadikan properti sebagai pilihan yang tepat.
Maka, masalah ketimpangan kesejahteraan antar segmen, yang dari dulu memang jadi problem di negara kita, karena pandemi menjadi semakin terlihat. Perlu gebrakan lain dari pemerintah, selain memberikan bantuan sosial seperti yang sudah dilakukan.