Saya tertarik dengan sebuah berita di harian Kompas (19/6/2020). Disebutkan bahwa pemerintah menjamin pengembalian uang jemaah calon haji yang batal berangkat tahun 2020.
Setoran pelunasan uang jemaah akan dikembalikan berdasarkan pengajuan yang dilakukan setiap anggota jemaah ke perwakilan Kementerian Agama yang berada di daerah masing-masing.
Jelaslah bahwa calon haji tidak dirugikan secara keuangan, meskipun jelas-jelas rugi dari sisi waktu, kesempatan, atau terpaksa memikul beban psikis yang tidak ringan. Ini memang dilematis dan pemerintah melihat kepentingan yang lebih besar, yakni keselamatan semua jemaah.
Tapi ternyata mekanisme pengembalian uang jemaah tidak bersifat otomatis. Jemaah harus aktif mengurus dan mungkin perlu waktu yang lama, baru uang bisa kembali. Pertanyaannya, apakah sebaiknya calon haji mengambil uangnya atau membiarkan saja, toh bukankah itu akan dipakai untuk keberangkatan tahun depan?
Ada beberapa kemungkinan yang perlu diantisipasi oleh calon haji berkaitan dengan tarif ongkos naik haji (ONH) tahun depan. Tentu anggapannya semua calon haji yang batal tahun ini akan diberangkatkan tahun 2021 mendatang.
Maka sekiranya ada jemaah yang telah menarik uangnya, harus kembali menyetor, kemungkinan dengan tarif yang baru. Jadi, belum tentu mengambil uang menjadi alternatif yang menguntungkan. Apalagi bila uang yang diambil sempat terpakai untuk keperluan lain dan kelabakan sewaktu harus menyetor lagi tahun depan.
Sebaliknya bagi pemerintah, dalam hal ini Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), perlu transparan kepada calon haji. Apa kebijakan yang akan diambilnya, baik bagi jemaah yang mengambil uangnya, maupun bagi  yang tidak mengambil.
Seperti diketahui, BPKH menempatkan semua dana tersebut di bank syariah tertentu, baik sebagai simpanan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing (dollar Amerika Serikat dan  mungkin juga riyal Arab Saudi). Atas simpanan tersebut, bank syariah akan memberikan imbalan, bukan bunga, tapi disebut sebagai bagi hasil.
Nah, jika tahun depan ONH mengalami kenaikan dibanding tarif tahun ini, sebaiknya ada kejelasan bahwa bagi jemaah yang tidak mengambil uangnya, tidak perlu menyetor tambahannya, karena asumsinya sudah tertutupi dari bagi hasil.
Jika ONH tetap sebesar sekarang, maka alangkah baiknya jemaah dapat bagian dari  imbal hasil yang diterima BPKH dari bank syariah tempat menyimpan uang. Karena sudan ngendon sekian lama di rekening BPKH, seharusnya bisa sekadar memberikan pelayanan ekstra, atau hadiah berupa barang yang diperlukan jemaah.
Sekiranya ONH turun (kalau ini terjadi akan menjadi sebuah kejutan besar, karena hampir tidak pernah terjadi), maka di samping bonus, kelebihan pembayaran juga dikembalikan ke calon haji.
Jangan berpikir imbal hasil itu sesuatu yang kecil. Memang bila kita berpikir sebagai orang per orang, ONH tahun ini sebesar sekitar Rp 35 juta, jika disimpan sebagai tabungan di bank syariah, imbal hasilnya barangkali di kisaran 3 persen saja setahun.
Tapi lihatlah sebagai himpunan dari sekitar 200.000 orang calon haji yang dikumpulkan di rekening BPKH yang akumulasi dananya triliunan rupiah. Ini sangat seksi dan jadi rebutan semua bank syariah yang ada negara kita (jika bank konvensional diperkenankan, rebutannya akan lebih sengit).
Maka jangan heran, BPKH mempunyai posisi tawar yang tinggi dan tentu saja memilih bank yang berani memberikan rasio bagi hasil yang paling besar. Jika disetarakan dengan bank konvensional, saat ini untuk nasabah spesial seperti itu, lazim diberikan bunga 7 hingga 7,5 persen per tahun, sementara deposito normal masih sekitar 5,5 hingga 6 persen.
Biar gampang, anggap saja bagi hasil yang diterima BPKH Â sebesar 6 persen. Karena tidak penuh satu tahun, sekitar bulan April tahun depan sudah digunakan untuk keperluan keberangkatan calon haji, anggaplah BPKH menerima imbal hasil 5 persen.
Kalau itu didistribusikan kepada semua calon haji, maka calon haji yang tidak mengambil uangnya, punya hak sebesar 5 persen dari Rp 35 juta, yakni Rp 1,75 juta. Pemerintah memotong pajak atas bunga sebesar 20 persen. Imbal hasil diperlakukan sama dengan bunga. Maka imbal hasil bersih setelah pajak adalah Rp 1,4 juta. Jumlah yang sangat lumayan.
Kesimpulannya, keputusan calon haji untuk mengambil uangnya atau tidak, sebaiknya dilakukan setelah ada kejelasan dari BPKH, apakah ada semacam bonus bagi mereka yang tidak mengambil uangnya.
Kalaupun tidak ada bonus, jika khawatir akan mengalami kesulitan unuk meyetor kembali tahun depan. sebaiknya calon haji mengikhlaskan saja uangnya tetap disimpan oleh BPKH.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H