Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Dampak PSBB, Bukan (Hanya) Lapisan Termiskin yang Paling Rentan

13 Mei 2020   10:10 Diperbarui: 13 Mei 2020   15:58 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kelas menengah. (sumber: thinkstockphotos.com via kompas.com)

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB), meskipun sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19, tak dapat dipungkiri telah memiskinkan banyak anggota masyarakat yang sebelumnya tidak tergolong miskin.

Maksudnya selama ini mereka telah mempunyai penghasilan yang relatif sama atau sedikit di atas upah minimum regional (UMR) di daerah tempat tinggalnya. Tapi sejak diterapkannya PSBB, banyak perusahaan yang bertumbangan, sehingga PHK terhadap para pekerjanya pun tidak terelakkan.

Mungkin banyak pula yang belum di-PHK, namun istilahnya dirumahkan saja, tanpa digaji. Atau yang sedikit lebih baik nasibnya adalah yang masih diperkenankan bekerja dari rumah. Ada pula yang masuk kerja secara bergiliran, dengan konsekuensi pemotongan gaji.

Tanpa perlu berdebat tentang batas garis kemiskinan yang dipakai, jelas bahwa bagi mereka yang sebelumnya berpenghasilan sebesar UMR dan belum disebut miskin, sekarang sudah turun kelas menjadi masuk kelompok miskin.

Ironisnya, karena dulunya sudah punya penghasilan sebesar UMR, tak sedikit di antara mereka yang berani membeli barang secara kredit, misalkan untuk membeli motor, ponsel, dan sebagainya.

Bayangkan betapa menyesakkannya kondisi yang sama sekali tidak mereka perhitungkan ini. Sudahlah tidak menerima gaji lagi, cicilan kredit harus tetap berjalan. Akhirnya barang yang dikredit tersebut bisa diambil lagi oleh pihak perusahaan yang dulu menjualnya.

Kalau ada barang-barang yang telah lunas cicilannya, nasibnya akan berlabuh di pegadaian agar bisa "dilipat" jadi uang. Kalau tidak begitu, dapurnya tidak bakal berasap

Maka program pemerintah yang memberikan bantuan sosial, termasuk pula yang memakai mekanisme kartu pra kerja, sepanjang diberikan kepada orang yang tepat, dan mencakup pula kelompok yang dulunya punya penghasilan yang tiba-tiba terjerembab masuk jurang kemiskinan ini, sangatlah tepat.

Jadi, berbicara tentang dampak psikologis bagi keluarga akibat tersapu badai Covid-19, bukan masyarakat lapisan terbawah yang sudah terbiasa makan sekali sehari, yang paling terguncang.

Justru kelompok masyarakat yang pernah bertengger sedikit di atas garis kemiskinan sehingga gaya hidupnya pun sudah sedikit terbentuk dengan kepastian gaji bulanan, sekarang tiba-tiba kehilangan semua itu, inilah yang paling rentan. 

Bukan tidak mungkin keluarga yang seperti ini, maksudnya termasuk istri dan anak-anaknya, betul-betul terpukul mentalnya dan memerlukan treatment khusus agar bisa bersemangat menatap masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun