Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inul Tak Menyesal Meski Tidak Tamat SMP, Sekolah Hanya untuk Mencari Pekerjaan?

4 Februari 2020   00:07 Diperbarui: 4 Februari 2020   00:20 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah acara ajang pencarian bakat penyanyi dangdut yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta, saya tertarik mendengarkan komentar Inul Daratista yang bertindak sebagai salah satu juri.

Ketika itu baru saja seorang peserta selesai tampil menyanyi dan dilanjutkan dengan obrolan ringan dengan pembawa acara. Ya namanya juga reality show, tentu pembawa acara harus pintar menggali kisah sedih yang pernah dialami para peserta.

Kebetulan si peserta yang saya maksud menceritakan bahwa ia tidak tamat SMP, karena di samping ekonomi orang tua yang tidak mendukung, ia merasa telah mampu mendapat uang dengan menyanyi di acara pernikahan atau acara lainnya, walaupun baru sebatas level kampung.

Inul Daratista yang merasa latar belakangnya mirip dengan perserta itu, langsung berkomentar dengan mata yang berkaca-kaca.

"Saya juga tidak tamat SMP. Saya telah mengecewakan orang tua saya. Tapi saya tidak menyesal, karena kemudian berhasil membuktikan kemampuan saya," begitu lebih kurang komentar Inul yang terkenal dengan goyang ngebor-nya itu.

Apakah Inul memang tidak menyesal? Mungkin saja ia berkata jujur. Toh buktinya sekarang Inul adalah artis nasional papan atas, yang tentu berlimpah kekayaan.

Tapi bagi anak-anak yang masih dalam usia sekolah perlu hati-hati mencermati komentar Inul. Bagaimanapun juga, program wajib belajar selama 12 tahun, maksudnya sampai tamat SMA atau sederajat, harus dipandang bukan sebagai kewajiban semata. 

Malah sebetulnya lebih tepat disebutkan merupakan hak semua anak, karena penting sekali untuk masa depannya, terlepas dari apapun nanti pekerjaannya.

Dulu di era saya masih duduk di bangku SD tahun 1970-an, ada beberapa teman saya yang berhenti sampai kelas 5 saja. Alasannya karena ia sudah pandai membaca, menulis, dan berhitung.

Menurut teman itu, tujuan sekolah adalah untuk mencari uang. Jadi, kalau sudah mampu mendapatkan penghasilan, buat apa capek-capek belajar?

Nah dalam usia yang masih sangat remaja, si teman ini "dikader" oleh ayahnya sebagai pengemudi delman (bahasa Minang: kusia bendi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun