Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Program B4G di Malaysia dan Dampaknya bagi Indonesia

15 Januari 2020   00:07 Diperbarui: 15 Januari 2020   11:50 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imigran peserta program B4G di Malaysia (dok.nst.com.my)

Program Back for Good (B4G) yang diterapkan pemerintah Malaysia telah berakhir 31 Desember 2019 lalu. B4G yang dimulai sejak 1 Agustus 2019 itu memberikan semacam pengampunan bagi Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) di wilayah Semenanjung Malaysia untuk pulang ke negara asalnya secara sukarela.

PATI yang dimaksud di atas adalah warga negara asing yang tidak mempunyai dokumen perjalanan seperti paspor dan visa, atau yang mempunyai dokumen tapi sudah melebihi masa tinggal yang diizinkan pihak imigrasi Malaysia.

Seperti diketahui, ada banyak sekali warga Indonesia yang mencari nafkah di negara jiran tersebut yang berstatus PATI. 

Bagi WNI yang tertarik ikut program B4G  dan belum mempunyai paspor harus mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Baru atau Penang, untuk dibuatkan dokumen perjalanannya.

Kemudian mereka yang berencana kembali ke tanah air itu harus datang ke Kantor Imigrasi Kuala Lumpur atau yang ada di beberapa kota besar lain di Semenanjung Malaysia, untuk diproses.

Pihak imigrasi akan meneliti apakah pemohon sudah memenuhi syarat yakni menunjukkan dokumen perjalanan dan tiket kepulangannya ke negara asal.

Berikutnya, si pemohon akan diambil sidik jarinya, diambil fotonya, dan mengisi data pribadi ke dalam sistem. Pemohon juga diharuskan membayar denda sebesar 700 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 2.500.000, baru setelah itu mendapat check out memo dan special pass.

Pada hari terakhir tahun 2019, televisi Malaysia berulang-ulang menyiarkan berita tentang program B4G tersebut yang memperlihatkan barisan yang antre di kantor imigrasi yang ada di Kuala Lumpur. 

Tapi ada pula sejumlah imigran asal Indonesia yang saat diwawancarai oleh reporter televisi mengatakan bahwa mereka ingin ikut B4G. Namun terkendala karena harus menunggu majikannya membayar gaji agar mampu membeli tiket kepulangan ke Indonesia dan membayar denda.

Padahal pemerintah Malaysia, seperti yang diberitakan stasiun televisi Malaysia, dengan tegas menyatakan, pada tahun 2020 dan seterusnya tidak ada lagi program pengampunan seperti B4G.

Artinya, bila ada razia dari aparat Malaysia dan menemukan imigran yang tergolong PATI, tak ayal lagi, akan dijatuhi hukuman sesuai ketentuan yang berlaku di negara tetangga tersebut.

Memang lumayan banyak peserta B4G asal Indonesia, bahkan yang terbanyak dibandingkan imigran asal negara lain, seperti dari Myanmar dan Bangladesh.

Namun PATI asal Indonesia yang masih mencari nafkah di Malaysia diduga masih sangat banyak, lebih banyak dari yang mendapat pengampunan dan pulang ke Indonesia.

Dilansir dari Majalah Tempo, 12 Januari 2020, Direktur Jenderal  Departemen Imigrasi Malaysia Datuk Khairul Dzaimee Daud mengatakan 190.471 imigran ilegal telah mengambil kesempatan untuk mendaftar dan kembali ke negara mereka secara sukarela melalui Program B4G.

Tapi begitu memasuki tahun baru, ketika program tersebut berakhir, pemerintah Malaysia langsung melakukan operasi. Dalam operasi tersebut imigran ilegal yang paling banyak ditahan berasal dari Indonesia, yakni 220 orang.

Berikutnya yang juga terjaring adalah 89 imigran ilegal asal China, 78 orang dari Bangladesh, 42 orang dari Myanmar dan 22 orang dari Filipina.

Terkait peserta B4G, imigran Indonesia yang memanfaatkan kesempatan untuk pulang kembali ke berbagai daerah di tanah air berjumlah sekitar 62.000 orang.

Jelas kepulangan mereka akan berdampak pada sektor ketenagakerjaan di negara kita. Misalkan sebagian besar di antaranya tidak berhasil memperoleh pekerjaan, maka akan menambah banyak jumlah pengangguran.

Bila jumlah pengangguran bertambah, dampak berikutnya sudah menanti. Mereka akan jadi beban sosial bagi masyarakat di lingkungannya. 

Yang paling dikhawatirkan, tingkat kriminal bisa pula meningkat. Atau bisa juga jumlah warga yang mengalami depresi mengalami kenaikan.

Ibu rumah tangga yang dulu rutin dapat kiriman uang dari suaminya yang bekerja di Malaysia, tiba-tiba si suami menetap di kampung tanpa mendapatkan pekerjaan, berpotensi membuat keharmonisan rumah tangga terganggu.

Maka bagi daerah yang selama ini terkenal sebagai kantong-kantong penyuplai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) khususnya untuk tujuan Malaysia, seperti Nusa Tenggara dan kawasan tertentu di Pulau Jawa, harus mampu mengantisipasi hal ini.

Sekiranya desa-desa yang menerima dana dari pemerintah pusat yang dikelola secara baik melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) punya berbagai unit usaha yang prospektif, barangkali bisa menjadi wadah untuk menampung peserta B4G yang pulang ke kampungnya.

Ringkasnya, diperlukan langkah terobosan secepatnya yang terkoordinir oleh pemerintah, untuk mengakomodir pulangnya para TKI dari Malaysia yang mengikuti program B4G.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun