Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar dari Kasus Garuda Indonesia tentang Fleksibilitas Laporan Keuangan

8 Juli 2019   10:28 Diperbarui: 17 Juli 2019   21:14 2141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Garuda Indonesia (money.kompas.com | Andri Donnal Putera)

Apa indikator utama untuk meyebutkan bahwa suatu perusahaan lebih unggul dari perusahaan pesaingnya? Yang paling lazim dilakukan para analis atau pengamat adalah dengan membandingkan kinerja beberapa perusahaan yang bergerak di bidang yang sama. 

Kinerja tersebut seperti yang tergambar pada laporan keuangan yang dipublikasikan oleh masing-masing perusahaan. Agar lebih valid, data yang dipakai adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.

Indikator jumlah aset, modal, omzet penjualan dan perolehan laba, sering menjadi hal yang mendapat perhatian utama sebagai faktor penilaian. Selain itu penting pula melihat pertumbuhannya dari tahun ke tahun dengan membandingkan setiap indikator di atas dengan kondisi sebelumnya.

Untuk menyimpulkan bahwa sebuah perusahaan dalam kondisi sehat atau tidak, perlu ditelaah dari beberapa rasio keuangannya. Rasio dimaksud paling tidak berkaitan dengan likuiditas (kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek), solvabilitas (kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang tidak solvabel ada indikasi ke arah kebangkrutan), dan profitabilitas (kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan).

Sebagai contoh yang paling populer adalah rasio Return on Assets (ROA), yakni perbandingan antara laba dengan total asset, yang merupakan bagian dari rasio-rasio profitabilitas. Meskipun suatu perusahaan labanya secara nominal lebih besar ketimbang pesaingnya tapi bila ROA-nya lebih kecil, maka dinilai masih belum efisien.

Masalahnya, bagaimanapun juga laporan keuangan yang telah diaudit sekalipun tetap ada unsur-unsur yang bersifat judgement dari pihak manajemen, sehingga terkesan subjektif dan gampang diutak-atik, mau dibesarkan atau dikecilkan. Inilah yang dimaksud sebagai sisi fleksibilitas dari laporan keuangan.

Makanya jangan heran kalau ada perusahaan yang akhir tahun lalu masih sehat-sehat saja seperti yang tergambar dari laporan keuangannya, ternyata setelah itu ketahuan keropos dan bisa ambruk bila tidak diambil langkah penyelamatan. 

Bila akhirnya betul-betul ambruk, biasanya publik melihatnya sebagai perusahaan yang tiba-tiba bangkrut. Padahal bagi yang tahu kondisi sesungguhnya, kebangkrutan itu bukan tiba-tiba, namun telah diprediksi bahwa manajemennya menyimpan "bom waktu".

Artinya laporan keuangan yang bagus selama ini adalah suatu polesan semata yang dalam istilah akuntansi disebut window dressing, yang parahnya malah dilegitimasi oleh Akuntan Publik yang mengauditnya. Inilah yang melahirkan tudingan kepada oknum akuntan yang menyebutkan mereka sekadar "tukang jahit" laporan keuangan semata, sesuai pesanan pihak manajemen.

Terkuaknya kasus laporan keuangan di Garuda Indonesia, merupakan salah satu contoh yang aktual dalam memahami sisi fleksibilitas dimaksud. Kasus ini terungkap setelah 2 orang komisaris tidak mau menandatangani laporan keuangan Garuda tahun 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun