Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Cara agar Pensiunan Tidak Bergantung pada Anak

18 Mei 2018   09:35 Diperbarui: 18 Mei 2018   20:10 2267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: psadenaweekly.com

Baru saja saya membaca hasil survei tentang nasib seseorang di masa pensiunnya. Dari 100 orang yang berusia 60 tahun yang diteliti, ada 1% yang tergolong kaya, 4% mandiri, 5% terpaksa masih tetap bekerja, 12% bangkrut, 29% meninggal, dan 49% hidup bergantung pada anak atau orang lain.

Saya tidak ingin mengulas akurasi survei di atas, karena data yang saya peroleh hanya seperti itu saja. Tidak jelas seperti apa klasifikasi respondennya. Apakah tinggal di desa, kota kecil, atau kota besar. Apakah latar belakang pendidikannya SD, SMP, SMA, atau sarjana. Profil demografi responden tentu ikut mempengaruhi hasil survei.

Tapi bagaimana pun juga hasil di atas pantas kita renungkan. Bagi yang sekarang sudah memasuki usia pensiun, bisa memetakan dirinya berada di kelompok mana. Sedangkan bagi yang masih muda, bisa memprediksi akan masuk kelompok mana nantinya di usia pensiun. Bila itu tidak sesuai harapan, bisa memperbaiki langkah agar nanti mampu masuk kelompok yang diinginkannya.

Oke kita abaikan tentang kelompok 1% yang kaya, anggap saja kalau tercapai sebagai nasib baik. Maka idealnya, seorang pensiunan harus bisa hidup mandiri, dalam arti bisa mengurus diri sendiri. Hal ini ukurannya terutama dilihat dari apakah seorang pensiunan punya sumber penghasilan untuk menutupi kebutuhan hidup.

Kalaupun di usia 60 tahun, seseorang masih bekerja, jangan ada embel-embel karena terpaksa demi mencari "sesuap nasi". Boleh-boleh saja bekerja, tapi tujuan utamanya karena merasa masih punya kapasitas untuk memberikan nilai tambah bagi suatu institusi, perusahaan, atau masyarakat. Lagi pula dengan tetap bekerja di bidang yang disukai, bisa menjadi ajang bersosialisasi sekaligus juga mencegah kepikunan.

Tentu bagi anak muda yang saat ini bekerja "makan gaji", masa tuanya relatif terjamin bila ketentuan penghasilan yang diterima nanti di saat pensiun telah diatur dengan baik oleh lembaga dana pensiun yang dibentuk atau yang dipakai oleh setiap perusahaan, sebagaimana halnya Taspen bagi pegawai negeri.

Namun akan lebih baik bila sejak masih muda dan relatif mampu secara finansial, seseorang tidak mengumbar gaya hidup yang berlebihan. Soalnya saat pensiun sudah pasti penghasilan bulanannya jauh lebih kecil, dan akan sulit sekali menurunkan gaya hidup kalau sudah terbiasa mewah

ilustrasi: Kompas Ekonomi
ilustrasi: Kompas Ekonomi
.

Dengan gaya hidup yang tidak berlebihan, otomatis kemampuan menabung juga bertambah dan dilakukan secara rutin setiap bulan. Tabungan inilah yang berakumulasi selama puluhan tahun yang juga menentukan seseorang bisa mandiri di saat pensiunnya.

Sedikit lebih cerdas, bisa saja tabungan tersebut bila telah cukup, dibelikan sepetak tanah, lalu membangun rumah untuk dikontrakkan atau dijadikan kos-kosan. Ini hasilnya akan lebih bagus. Membeli emas batangan, juga menguntungkan karea harganya secara jangka panjang akan naik. Demikian pula berinvestasi pada obligasi, saham, atau reksadana, sepanjang memahami risiko yang mungkin timbul.

Semua jenis investasi di atas bisa mendatangkan uang yang menambah kesejahteraan di masa tua. Akan semakin lengkap lagi bila mengikuti program asuransi kesehatan di samping BPJS yang sifatnya wajib. Sangat kasihan kalau saat pensiun kita menggantungkan diri kepada anak sendiri, meskipun anak wajib berbakti pada orang tua. 

Di zaman sekarang saja, anak muda tidak gampang mendapatkan pekerjaan yang layak, dan kita tidak bisa menebak seperti apa kondisi 10 atau 20 tahun mendatang, bisa jadi semakin sulit lagi. Kalaupun anak kita sudah bekerja, juga tidak mudah dalam meniti karir, karena tantangannya makin beragam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun