Mohon tunggu...
Irwan Ade Putra
Irwan Ade Putra Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang yang sedang belajar mengajar

Berbuatlah.... Biarkan waktu yang menjawab https://irwanadesaputra.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Skenario Dalam Skenario; Pilgub Sulsel

4 November 2017   20:13 Diperbarui: 6 November 2017   22:47 6379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memaknai Pilkada

Pemilihan kepala daerah serentak 2018 merupakan momentun politik lima tahunan yang dihelat dibeberapa daerah di Indonesia, baik pada level Propinsi, Kabupaten maupun Kota. Momen Pilkada tentu dimaknai berbeda oleh masyarakat berdasarkan segmentasinya, tergantung dari perspektif dalam memaknainya. 

Politisi secara personal memaknai bahwa momen Pilkada merupakan perhelatan untuk mengukur kapasitas ketokohonan serta tingkat keterpilahannya dimasyarakat, politisi murni biasanya mulai berkarir di Partai Politik lalu bertarung pada pemilihan legislatif dan puncaknya pada level daerah masing-masing. Ketika mampu berkontestasi pada ajang Pilkada, hal tersebut menjadi ukuran bahwa dirinya adalah politisi yang diperhitungkan, walaupun beberapa contoh kasus ada kandidat yang berasal dari profesi selain politisi tetapi tetap saja bahwa orang tersebut merupakan tokoh yang diperhitungkan.

Politik secara kelembagaan atau dikenal sebagai Partai Politik merupakan wadah berkelompok para politik yang terorganisir serta mempunyai kesamaan visi antara anggotanya. Secara teoritis tujuan dan fungsi sebagai komunikasi, sosialisasi, rekrutmen politik serta sarana manajemen konflik. Namun dalam prakteknya terkadang hanya sekedar dimaknai sebagai sarana dalam memenangkan pemilu, merebut kekuasaan serta menempatkan kader pada jabatan publik. 

Sehingga pada konteks Pilkada, memaknainya pilkada atau pemilu bahwa segala aktifitas kepartaian akan senantiasa berujung pada persiapan merebut kekuasaan. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pemaknaan kelompok kepentingan atau kelompok kekuasaan, juga sering disebut klan politik bahwa kekuasaan adalah tujuan. Perbedaannya hanya pada anggota kelompok yang lebih heterogen, biasanya berasal dari berbagai profesi dan biasanya juga berasal dari berbeda partai politik.

Sedangkan kelompok akademisipun punya perspektif sendiri terkhusus bagi akademisi sosial politik,  yang melihat momentum pilkada sebagai perkara perlu diamati yang kemudian disinkronisasi dengan teori-teori yang ada, yang nantinya akan melahirkan tesis ataupun teori baru bagi kepentingan kajian ilmiah. Lain lagi jika bergeser pada kelompok birokrat atau abdi negara, kelompok ini merupakan kelompok yang paling merasakan dampak dari pesta demokrasi di Indonesia, sebab mereka yang nantinya akan mengimplementasikan visi, cita hingga janji-janji politik kontenstan yang menjadi pemenangan, tentu dengan melaksanakan kerja-kerja teknis di Masyarakat. Sehingga mereka melihat Pilkada sebagai proses peralihan pimpinan, dan kerap kali kelompok inilah yang menjadi korban pun sebagai yang diuntungkan secara personal ketika melibatkan diri dalam proses politiknya.

Kelompok berikutnya adalah pebisnis walaupun tidak semua segmen dalam dunia bisnis mempunyai makna khusus memandang proses pilkada. Segmen bisnis yang punya makna sendiri diantaranya segmen advertising dan percetakan sebagai peluang dalam meraut keuntungan, sedangkan segmen konsultan politik dan pencitraan pun demikian, dimana partai politik atau politisi merupakan komoditas yang bernilai ekonomis dan segmen media beranggapan bahwa momen pilkada merupakan sumber berita dan sumber pendapatan iklan.

Dan secara umum, masyakarat sebagai objek pilkada yang juga penentu arah dan komposisi peta politik, pemaknaan peristiwa politik akan berbanding lurus pada tingkat kesadaran politik dan tingkat kecerdasan masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Dalam masyarakat dunia berkembang atau yang baru mengenal sistem demokrasi seperti Indonesia, bahwa menggunakan hak pilih masih sekedar memilih kandidat ataupun partai untuk kepentingan  kandidat partai itu sendiri. 

Karakter pemilih seperti ini belum memahami bahwa juga untuk kepentingan dan masa depannya, bahkan cenderung pragmatis dengan mengharapkan suatu nilai pada saat ini juga. Dan hal tersebut bagi sebagian politisi atau Parpol yang punya kekuatan finansial memanfaatkan kondisi tersebut dengan tetap menjaga agar pragmatisme pemilih tetap terjaga, kemudian dijadikan lumbung suara pada saat pilkada. Namun kondisi saat ini, sebagian masyakat Indonesia telah menjadi pemilih cerdas memaknai pilkada sebagai agenda politik untuk memperbaiki ataupun membuat situasi menjadi lebih baik.

cagub-sulsel-5a00840c8dc3fa3fda53c592.jpg
cagub-sulsel-5a00840c8dc3fa3fda53c592.jpg
Perwajahan Politik Sulsel

Perspektif dalam memandang Pilkada yang dipaparkan diatas, juga berlaku bagi perhelatan di Provinsi Sulawesi Selatan. Dengan karakter pemilih yang tersebar di 24 Kab/Kota dengan dipengaruhi oleh sosial budaya, suku, agama, serta letak geografisnya masing-masing membuat Pilkada 2018 akan sangat dinamis. Pilkada 2018 untuk ketiga kalinya dihelat oleh pronvinsi yang dikenal sebagai gerbang Indonesia Timur,  sehingga masyarakat Sulawesi Selatan cukup terbiasa dengan momentum suksesi politik ditambah lagi pilkada kabupaten kota, hingga rutinitas pemilihan pada level Pilkades dan RT/RW. Tak heran jika issu perpolitikan lokal menjadi konsumsi disemua tingkatan sosial masyarakat, yang berdampak pada terciptanya elit-elit lokal didaerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun